Selasa, 09 Juli 2013

Syakhshiyatul Muslim_4

Assalamu'alaykum Wr. Wb.

Selamat hari pertama shaum Ramadhan 1434 H sahabat! Allah sudah menyiapkan kado spesial bagi hamba-Nya yang beribadah shaum karena-Nya dengan penuh ketaqwaan. So... jangan pernah lewatkan kesempatan amal yang balasannya 10 sampai 700 kali lipat untuk perkara wajib serta ibadah sunnah yang Allah 'ganjar' pahalanya sama dengan melaksanakan ibadah yang wajib (ex : shalat 5 waktu). Jangan lupa mengawali aktivitas dengan basmallah, plus... jangan ketiduran ya ba'da shubuh... hehehehe

Lanjut lagi ah, sekarang alhamdulillah materi yang keempat. Kalo baca bukunya juga ada lho... 'Syakhshiyatul Muslim' karangan Dr. Muhamad 'Ali Hasyimi (terjemahan). Saya menuangkan kembali pembahasan yang ada di dalamnya, dengan sedikit editing atau tambahan seperlunya. Semoga bisa menambah pengetahuan bagi kita semua, tentang bagaimana 'Membentuk Pribadi Muslim Ideal' dengan landasan Qur'an dan Sunna Nabi SAW.

Mencari Ilmu Sepanjang Hayat
Bukanlah sebuah proses belajar yang benar apabila Anda sudah mendapat ijazah universitas, lantas dengannya Anda bisa mendapatkan dan menghasilkan harta kekayaan, kemudian hidup Anda terjamin dengan tenang. Setelah itu, Anda tidak menelaah dan menambah pengetahuan serta ilmu. Maka tidak salah apabila Ibnu Sina yang pakar dalam bidang kedokteran, pun juga memahami masalah fiqh dan hukum-hukum Islam di masanya, Al-Biruni yang juga dikenal sebagai pakar di bidang Geografi pun seorang faqih lagi hafidz. Ibnu Khaldun, Imam Nawawi, termasuk imam 4 mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad bin Hambal), semoga Allah merahmati mereka, adalah seorang yang gemar mencari ilmu meskipun telah memperoleh ilmu dan mengajarkannya.

Dan proses belajar yang benar adalah berkesinambungan dan kontinyu dalam menelaah keilmuan. Setiap harinya bertambah ilmu. Allah berfirman, "Katakanlah, 'Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Thaha : 113)

Sungguh, para sahabat dan tabiin meski tingkat keilmuan mereka begitu tinggi, mereka tidak berhenti dalam menambah pengetahuan dan menelaahnya hingga akhir hayat. Wawasan akan berkembang bila di asah terus-menerus. Sebaliknya, bila didiamkan maka akan luntur dan sedikit demi sedikit akan sirna.

Mereka memiliki untaian kata mutiara yang menunjukkan bentuk penghormatan mereka terhadap ilmu pengetahuan. Kesungguhan dan konsistensi mereka dalam mencari ilmu seakan-akan menggambarkan bahwa mereka dahaga terhadap ilmu. Mirip seorang pendaki gunung yang tak pernah puas meskipun telah mencapai puncak, ia akan segera mencari puncak gunung lain yang lebih menantang.

Salah satu dari perkataan mereka adalah yang diriwayatkan Ibnu Abdul Barr dari Ibnu Abi Gassan, ia berkata, "Kamu senantiasa menjadi seorang yang berilmu selama kamu mencari ilmu. Apabila kamu sudah merasa banyak ilmu, maka sesungguhnya kamu jahil (tidak berilmu)." (Kitab Jami'ul Bayan Ilmi karangan Ibnu Abdil Barr)

Imam Malik ra., berkata, "Tidak pantas bagi seorang yang berilmu kemudian meninggalkan belajar."

Imam Abdullah bin Mubarrak ditanya, "Sampai kapan Anda mencari ilmu?" Dia menjawab, "Sampai meninggal. Barangkali ada kata yang bermanfaat, namun belum aku tulis sebelumnya."

Imam Abu Amru bin 'Ala ditanya, "Sampai kapan sebaiknya seseorang itu mencari ilmu?" Beliau berkata, "Sampai kehidupannya menjadi baik."

Alangkah indahnya jawaban Imam Sufyan bin Uyainah ketika ditanya kepadanya, "Siapa orang yang sangat membutuhkan untuk mencari ilmu?" Beliau menjawab, "Orang yang paling mengetahui di antara mereka."

Beliau ditanya lagi, "Mengapa (yang berilmu)?" Ia menjawab, "Karena kalau orang itu salah, maka yang demikian itu lebih buruk."

Kisah seorang ahli tafsir yang sangat terkenal yaitu Imam Fakhrudin Ar-Razi, mempunyai karangan yang sangat banyak. Ia dijuluki sebagai 'imam' pada zamannya dengan keistimewaan di bidang ilmu kalam, logika dan juga berbagai macam cabang ilmu yang lainnya. Beliau meninggal tahun 606 H. Allah SWT telah menganugerahkan kepadanya ilmu yang banyak serta pemikiran jernih, karenanya banyak ulama dari perkotaan dan pedesaan menimba ilmu dari beliau.

Suatu ketika beliau mendatangi salam satu kota, Marwa. Berdatanglah para ulama dari berbagai daerah untuk menimba ilmu dari beliau, dan menjadi kebanggan buat mereka bisa menerima ilmu langsung dari sang imam. Diantara mereka ada seorang murid yang ahli di bidang nasab dan keturunan, umurnya kurang dari dua puluh tahun. Imam Fakhrudin meminta muridnya itu untuk mengajarinya, karena beliau tidak terlalu pandai ilmu tersebut.

Hal ini tidak membuat Imam sungkan, malu atau berat hati. Ia menyuruh muridnya itu duduk di tempat yang biasa ia duduki saat mengajar. Inilah sikap para ulama yang sangat tawadhu, dan sikap seperti ini tidak lantas merendahkan wibawa beliau yang dijuluki sebagai imam pada masanya.

Maka, seperti itulah sikap para 'Pencari Ilmu' yang sejati. Semakin bertambah ilmu, semakin tawadhu, ibarat pepatah 'Seperti padi, makin berisi makin menunduk.' Semakin bertambah ilmu malah semakin haus menambah ilmu yang lain, bukan untuk sombong, melainkan benar-benar memahami apa yang telah tersurat dalam Al-Qur'an surat Al-Mujadalah ayat 11, "...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..."

Semakin banyak ilmu, maka semakin banyak pula tentang apa yang bisa kita sampaikan. Bukankah dalam ibadah dan dakwah harus berlandaskan ilmu?

Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita, para penempuh jalan kebaikan serta perbaikan, serta Allah mudahkan jalan untuk memperoleh ilmu kemudian memahaminya sebelum mengajarkannya. Allahumma Aamiin.

Wasalamu'alaykum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar