Kamis, 04 Juli 2013

Syakhshiyatul Muslim_2

Menjauhi Perkataan Palsu dan Menghindari Prasangka Buruk

Assalamu'alaykum Warahmatullah, Jum'at yang Insya Allah berkah. Melanjutkan kembali materi postingan sebelumnya, Insya Allah akan terus berlanjut dan semoga bisa menjadi nasihat bersama.

Muslim sejati yang mengerti agama tidak akan mengucapkan kata-kata palsu, karena hukumnya jelas haram. Allah SWT berfirman,
"Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta." (Al-Hajj : 30)

Dia juga menghindari kesaksian palsu, karena selain haram, kesaksian palsu merusak kehormatan dan menodai amanah. Karenanya, seorang mukmin tidak mungkin memiliki sikap buruk ini. Oleh sebab itu, Allah membersihkan hamba-hamba pilihan-Nya dari sifat ini, sebagaimana menafikan mereka dari dosa-dosa besar lainnya,
"Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya." (Al-Furqan : 72)

Bukti bahwa maksiat ini tergolong berat adalah ketika Rasulullah SAW menyebutnya setelah dua dosa besar dalam urutan maksiat, syirik dan durhaka kepada kedua orang tua. Beliau kemudian mengulanginya berkali-kali secara emosional, sebagai peringatan. Rasulullah SAW berkata,
"Maukah kalian kuberitahu, apa yang terbesar dari dosa-dosa besar?" Kami (sahabat) berkata, "Tentu wahai Rasulullah." Beliau melanjutkan, "Mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Nabi yang tadinya bersandar lalu duduk dan berkata, "Ingatlah, juga perkataan palsu dan kesaksian palsu." Beliau terus menyebutnya berkali-kali hingga kami bertanya-nya, kapan beliau berhenti. (Muttafaq 'Alaih)

Seorang muslim sejati tidak memiliki prasangka buruk kepada sesama. Ia tidak membiarkan dirinya terbawa fantasi dan bayangan tentang aib orang lain, lalu menuduh mereka padahal mereka tidak melakukannya. Hal ini sesuai firman Allah SWT.,
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa." (Al-Hujurat : 12)

Nabi SAW memberi peringatan keras atas prasangka buruk dan tuduhan yang tidak berdasarkan bukti dan kebenaran. Nabi SAW bersabda,
"Jauhilah prasangka (buruk), karena prasangka (buruk) itu adalah perkataan yang paling dusta." (Muttafaq 'Alaih)

Nabi SAW menganggap prasangka sebagai perkataan yang paling dusta. Setiap muslim yang baik tentu tidak akan tercium aroma dusta pada perkataannya, maka bagaimana mungkin ia terjerumus dalam perkataan yang paling dusta ?!

Dalam petunjuk Nabi SAW, selain memberi peringatan akan prasangka dan menganggapnya perkataan yang paling dusta, juga membimbing kaum muslimin agar menilai perbuatan manusia sesuai kondisi lahirnya. Menghindari tudingan, ragu, rumor, dan dugaan kepada siapapun. Membuka tabir rahasia milik orang lain, mencampuri urusan pribadi, dan menelisik kehormatannya bukanlah akhlak dan kebiasaan orang muslim.

Urusan rahasia hanya diketahui, dibongkar dan ditimbang oleh Allah Yang Maha Mengetahui segala rahasia yang tersembunyi. Sedang manusia hanya boleh menilai lahir perbuatannya saja. Begitulah akhlak generasi salafus shalih, baik sahabat maupun tabi'in yang meresapi petunjuk Nabi tersebut secara murni dan bersih dari segala bentuk noda yang mengotorinya.

Abdurrazaq meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra., "Aku mendengar Umar bin Khattab ra. menyatakan, 'Semasa Rasulullah SAW hidup, cukup banyak orang yang menilai berdasarkan wahyu. Tapi kini wahyu telah terputus. Kami hanya menilai berdasarkan perbuatan lahiriah kalian. Karenanya, siapa yang menunjukkan kebaikan maka kami akan percaya dan menerimanya. Kami tidak menghiraukan hakikat batinnya, karena Allah yang akan mengadili batinnya itu. Dan siapa yang menunjukkan kejahatan, maka kami tidak akan percaya dan menerimanya, sekalipun dia mengaku bahwa batinnya tetap baik."

Karena itu, seorang muslim yang bertaqwa pasti mengontrol setiap kata yang diucapkannya dan memastikan kebenaran setiap penilaian yang disampaikannya. Perasaan dan pikirannya tidak pernah lepas dari firman Allah SWT,
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban." (Al-Isra : 36)

Muslim yang baik pasti berkomitmen dengan larangan yang bijaksana ini. Dia tidak menyatakan sesuatu kecuali berdasarkan ilmu dan tidak memberikan penilaian kecuali berdasarkan argumentasi yang meyakinkan.

Dia semakin takut terjerumus kedalam dosa menodai kehormatan dan menuduh dengan dugaan, karena membayangkan, dengan mata hatinya, sosok malaikat pengawas yang mencatat dari dekat setiap kata yang meluncur dari lidahnya,
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Qaf : 18)

Muslim yang meresapi makna-makna nash-nash diatas tentu akan selalu khawatir dengan beratnya tanggung jawab atas setiap kata yang keluar dari mulutnya. Alhasil, dia akan selalu berhati-hati mengatakan sesuatu, menimbang ucapannya, dan memperhitungkannya dengan matang sebelum menyatakannya. Karena dia tahu, berdasarkan ajaran agama yang diterimanya bahwa kata-kata yang diucapkannya itu dapat mengangkat derajatnya hingga mencapai keridhaan Allah SWT atau dapat menghempaskannya ke dasar kemurkaan-Nya. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya seseorang mengucapkan suatu perkataan yang diridhai Allah tanpa ia duga akan mengangkatnya pada derajat yang begitu tinggi, karena dengan perkataan itu Allah memastikannya memperoleh keridhaan hingga hari pertemuan dengan-Nya. Sebaliknya, seseorang mengucapkan suatu perkataan yang dimurkai oleh Allah tanpa ia duga akan menjerumuskannya pada tingkatan yang begitu rendah, karena dengan perkataan itu Allah memastikannya memperoleh murka hingga hari kiamat." (HR. Malik dalam Al-Muwaththa)

Sungguh berat pertanggungjawaban lisan! Sungguh dahsyat dampak buruk ucapan-ucapan liar yang dilontarkan oleh lidah-lidah yang tidak bertanggungjawab!

Muslim yang betaqwa dan berhati bersih tidak mau mendengar bualan sembarang orang. Ia tidak peduli dengan segala rumor, isu dan dugaan yang didengarnya. Maka hal tersebut ibarat wabah yang merebak di tengah masyarakat kita saat ini. Ia kemudian tidak membiarkan dirinya terlibat dalam menyebarkan segala yang didengarnya itu, sebelum meneliti dan memastikan kebenarannya. Bahkan, ia menganggap penyebaran isu yang belum terbukti benar sebagai kebohongan yang jelas haram, sesuai sabda Rasulullah SAW,
"Cukuplah seseorang itu dianggap berdusta, bila ia menyampaikan setiap berita yang didengarnya." (HR. Muslim)

Semoga Allah memberikan kemudahan untuk menjaga diri dari kejahatan LISAN.

1 komentar:

  1. Hiks.. ini sarapan bergizi banget :) Kerja ekstra keras ditengah gembar gembor media massa yang programnya sebagian besar gossip

    BalasHapus