Jumat, 30 Desember 2011

Empat Tahap Menuju Allah

Oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

(Disampaikan pada Tabligh Akbar pada tanggal 15 November 2011 di
Sukarami, Padang yang dihadiri oleh Syaikh Jibril, salah satu mursyid
Tariqah Naqsyabandiyah Haqqani)

Materi "Dialog tentang Ketuhanan" di Masjid Baitul Ihsan, Bank
Indonesia,

23 Desember 2011 atas kerjasama Manajemen Masjid Baitul Ikhsan

dan Tasawuf Islamic Center Indonesia.

Pembicara: Dr. Ahmad Rahman, MAg (Ahli Peneliti Utama Balitbang Kemenag
RI & Pembimbing TICI)

Moderator: Dr. Nawiruddin Dg Tola, M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Asyhadu an laa ilaaha illa Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X

Segala puji bagi Allah, yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada kita, yang tak jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat
perangai kita. Namun, dengan kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di
masjid ini. Selawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Muhammad
Saw. Juga mari kita kirimkan surat al-Fatihah kepada orang tua kita dan
orang-orang yang telah mendahului kita, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku
dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada guru-guru yang kita
cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah).

Bapak-Ibu yang Allah rahmati…

Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang umumnya kita lewati.

Yang pertama adalah zikir atau ingat.

Yang kedua adalah rasa

Yang ketiga adalah penyaksian

Yang keempat adalah mahabbah atau cinta

Zikir

Zikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.

"Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara.
Jikalau ada perantara, perantara itulah Aku." (Ilham Sirriyah, pen.)

Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang
keluar dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari
hati kita. Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang
melahirkan rasa dekat kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.

Rasa

Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada
Allah. Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik,
pencari Tuhan, pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu
loncatan bagi kita untuk menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah
lebih dekat dariapda nurani kita sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu
loncatan. Jangan kita merasa sudah sampai sana (kepada Allah), (jangan
pula merasa inilah puncak segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam
rasa, tetapi Allah ada di balik rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana
tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang hamba kecuali yang ada
hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri,
pen.).

Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu
bukan saja bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang
berbintik-bintik. Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada
selain kepada Allah. Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini
berzikir, belajar tariqah, merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati
kita bergantung kepada selain Allah. Hati yang hanya bergantung kepada
Allah ialah hati yang nol, atau hati yang kosong. Yang kosong itu akan
diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat bulan di tengah hari di
saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat bulan yang sempurna
maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain selain cahaya
bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya kepada
Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.

Penyaksian

Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat yang dia miliki
akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu, lebih
nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri. Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan,
dan kita tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan
menjadi Tuhan. Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya
mustahil bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya
bersatu. Benda akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan
menjadi bayangan. Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan
menjadikan rasa dekat itu menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan
sebagai hewan tunggangan menuju Allah.

Bapak Ibu yang Allah rahmati.

Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri
kita masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah
hanya di dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit! Butuh Allah
setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para pecinta Allah,
kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung kakinya pun
ia butuh kepada Allah. Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan
Allah hanyalah orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat
Allah kepada dirinya. Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya
dirinya. Namun, orang-orang yang merasa dia yang kuat, dia yang
berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah. Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar
menganggap dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan
rasa butuh kepada Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki
Allah. Saya sering menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara
yang beragama, tapi belum bertuhan. Negara kita ini adalah negara
bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan. Inilah tariqah dan ajaran kita,
bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar beragama bertuhan, dan
memiliki Tuhan.

Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Tambahan dari penulis:

Cinta

Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah
maka akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu
itu adalah tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa
cinta, maka seluruh hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah
sebagai pembuktian cinta pada-Nya.

Transkriptor: Zubair

Diambil dari www. youtube.com

DISKUSI TENTANG KETUHANAN (MUKHATHABAH ILAHIYAH) Tasawuf Islamic
Centre Indonesia (TICI) bekerja sama dengan Manajemen Masjid Baitul
Ihsan, Bank Indonesia (MMBI) rutin diselenggarakan setiap hari Jumat
mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan shalat Maghrib s/d Shalat Isya.
Bertempat di Basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi
Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat,

Informasi lebih lanjut : http://www.sufi-centre.net/
<http://www.sufi-centre.net/>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar