Ibadah sendiri berarti mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya
Orang Islam yang bersujud (sholat) menghadap Ka'bah, tidak berarti dia
menyembah Ka'bah, akan tetapi dia sebenarnya sedang bersujud dan
menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan menghadap ke Ka'bah
perwujudan menjalankan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah
Azza wa Jalla. Begitupula mereka yang mencium Hajar Aswad, tidak berarti
menyembah Hajar Aswad akan tetapi mereka menyembah Allah Subhanahu wa
ta'ala dengan mencium Hajar Aswad perwujudan menjalankan perintahNya
atau mereka mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Mereka yang
tidak mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla adalah yang dimaksud
dengan orang kafir atau menyekutukan Allah, selengkapnya telah
diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/12/hakikat-tauhid/
Seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta'ala karena itulah tujuan kita diciptakanNya.
Firman Allah ta'ala yang artinya "Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
"Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu" (QS al Hijr [15] : 99)
Dalam tulisan-tulisan kami sebelumnya terkait dengan ibadah , kami
pergunakan kategorisasi ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah namun
kategorisasi ini dapat menimbulkan kerancuan sehingga dapat terjerumus
kedalam paham sekulerisme. Sekulerisme, paham yang menghindarkan
manusia dalam kehidupannya me"referensi" kepada Allah / Agama. Dengan
berpemahaman ini menjerumuskan kita bahwa seolah ada perbuatan manusia
yang merupakan "urusan dunia" atau urusan antar manusia dan tidak
terkait dengan Allah Azza wa Jalla. Seluruh sikap dan perbuatan kita
selalu berhubungan atau terkait dengan Allah Azza wa Jalla. Setiap kita
akan bersikap atau melakukan perbuatan harus mengingat apakah sikap atau
perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al
Qur'an dan As Sunnah. Kita harus ingat selalu bahwa kita hanya
melakukan sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an
dan As Sunnah. Kegiatan mengingat inilah termasuk kedalam dzikrullah
(mengingat Allah).
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan atau perkara syariat adalah ibadah yang menjadi syarat
sebagai hamba Allah yakni menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan
berdosa), menjauhi larangaNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang
telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah
telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan
kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan
(dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah
mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu
pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda
kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan
dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatkan
akibat/ganjaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau "bukti cinta" kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal ketaatan harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri
untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala (kebaikan) dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah "ungkapan cinta" kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan tidak harus selalu sesuai dengan apa yang telah
dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah, landasannya hanyalah jika tidak
bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah amal kebaikan ,
sebaliknya jika bertentangan dengan Al Qur'an dan AS Sunnah adalah
keburukan (sayyiah)
Hukum asal amal ketaatan adalah haram/terlarang selama tidak ada dalil yang menetapkannya
Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya
Definisi bid'ah yang berlaku sejak Nabi Adam a.s sampai sekarang dan
sampai akhir zaman adalah perkara baru diluar apa yang telah
ditetapkanNya atau diwajibkanNya
Perkara yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya adalah perkara yang
wajib dijalani dan wajib dijauhi atau perkara syariat (syarat sebagai
hamba Allah) atau disebut sebagai "urusan kami" atau disebut dengan
agama atau disebut amal ketaatan yakni menjalankan kewajibanNya
(ditinggalkan berdosa), menjauhi laranganNya (dikerjakan berdosa) dan
menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Orang yang menjalankan amal ketaatan atau "bukti cinta" adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta'ala yang artinya
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imron [3]:31 )
"Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir" (QS Ali Imron
[3]:32 )
"dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (QS Al Anfaal [8]:1 )
Amal ketaatan adalah apa yang ditetapkanNya yakni perkara kewajiban
(ditinggalkan berdosa), batas/larangan dan pengharaman (dikerjakan
berdosa)
Dari Ibnu `Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, "Sesungguhnya di masa kemudian akan ada peperangan di antara
orang-orang yang beriman." Seorang Sahabat bertanya: "Mengapa kita
(orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu
sama berkata: `Kami telah beriman'." Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam bersabda: "Ya, karena mengada-adakan di dalam agama
(mengada-ada dalam perkara yang merupakan hak Allah ta'ala menetapkannya
yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman) , apabila mereka
mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di
dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran,
sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya."
(Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Bagian akhir hadits di atas menyampaikan bahwa "sesungguhnya agama itu
dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya" serta telah sempurna atau
telah selesai segala perkara yang ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau
telah selesai segala perkara yang wajib dijalankan manusia dan wajib
dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam di utus.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, "Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" ( QS Al
Maaidah [5]:3 )
Perkara baru (bid'ah) dalam amal ketaatan (perkara syariat/syarat
sebagai hamba Allah) adalah bid'ah dholalah dan pelakunya disebut Ahli
bid'ah.
Ahli bid'ah pun termasuk orang kafir , mereka yang melakukan perbuatan
syirik, mereka yang tidak mau mengakui ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa
Jalla karena mereka mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya
(diwajibkanNya)
Ahli bid'ah adalah mereka yang mengada-ada atau membuat perkara baru
(bid'ah) sehingga mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya
(diwajibkanNya)
Ahli bid'ah adalah mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada
yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau
sebaliknya, tidak diharamkan menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau
sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau
sebaliknya.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam
kewajiban (jika ditinggalkan berdosa). Rasulullah meninggalkan sholat
tarawih berjama'ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan
bahwa sholawat tarawih adalah kewajiban (ditinggalkan berdosa) selama
bulan Ramadhan.
Rasulullah bersabda, "Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu
ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian." (HR Bukhari 687). Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=10&ayatno=120&action=display&option=com_bukhari
Bid'ah hasanah , jika yang melakukan sholat tarawih berjamaah sebulan
penuh berkeyakinan bahwa itu adalah amal kebaikan selama bulan ramadhan
walaupun Rasulullah tidak mencontohkan/melakukannya sebulan penuh.
Bid'ah dholalah, jika mereka berkeyakinan bahwa sholat tarawih berjamaah
sebulan penuh adalah kewajibanNya atau perintahNya (ditinggalkan
berdosa) karena sholat tarawih sebulan penuh tidak pernah ditetapkan
oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa). Yang
ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan
berdosa) yang harus dikerjakan sebulan penuh pada bulan Ramadhan adalah
berpuasa.
Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani
`Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah
–pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam–
setelah dia mendengar ayat yang artinya, "Mereka menjadikan orang–orang
alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan
mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan." (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: "Ya
Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan
pendeta itu". Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: "Betul!
Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram
terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram,
kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada
mereka." (Riwayat Tarmizi)
Bid'ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain
Allah, penyembahan diantara pembuat bid'ah (perkara baru) dengan
pengikutnya.
Bid'ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
"Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid'ah". [Ash-Shahihah No. 1620]
Firman Allah ta'ala yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi
kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang melampaui batas." (Qs. al-Mâ'idah [5]: 87).
Oleh karenanya para hakim agama, para mufti atau mereka yang akan
berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), larangan
(dikerjakan berdosa) atau pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib
berdasarkan atau turunan dari apa yang telah ditetapkanNya.
Sebaiknyalah berpegang pada pendapat atau pemahaman pemimpin ijtihad
kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat
sebagaimana yang dicontohkan oleh mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah
sebagaimana contoh yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Sedangkan bid'ah (perkara baru) diluar apa yang telah ditetapkanNya
(diwajibkanNya) atau perkara baru diluar amal ketaatan (perkara
syariat/syarat sebagai hamba Allah) ada dua kategori yakni bid'ah
dlolalah dan bid'ah hasanah (mahmudah)
Bid'ah dlolalah adalah perkara baru yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya
Bid'ah hasanah adalah perkara baru yang tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya.
Imam Asy Syafi'i ~rahimahullah berkata "Apa yang baru terjadi dan
menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma' atau ucapan
sahabat, maka hal itu adalah bid'ah yang dhalalah. Dan apa yang baru
terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut,
maka hal itu adalah bid'ah mahmudah (terpuji)"
Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.
"Sesungguhnya bid'ah terbagi menjadi 5 macam ; bid'ah yang wajib,
mandzubah (sunnah), muharramah (bid'ah yang haram), makruhah (bid'ah
yang makruh), dan mubahah (mubah)" [Syarh An-Nawawi `alaa Shahih Muslim,
Juz 7, hal 105]
Contoh sederhana bid'ah hasanah (mahmudah) adalah peringatan Maulid Nabi.
Peringatan Maulid Nabi adalah bukan perkara syariat atau perbuatan yang
tidak diwajibkanNya namun tidak bertentangan dengan apa yang telah
ditetapkanNya/diwajibkanNya (tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As
Sunnah) maka termasuk amal kebaikan
Amal kebaikan adalah segala perkara diluar apa yang telah ditetapkanNya
(diwajibkanNya) atau segala perkara diluar amal ketaatan (perkara
syariat/syarat sebagai hamba Allah) yang tidak bertentangan dengan apa
yang telah ditetapkanNya / diwajibkanNya (tidak bertentangan dengan Al
Qur'an dan As Sunnah)
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan
Bid'ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang
diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi
wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara,
seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam
dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam,
dan bersyukur kepada Allah ta'ala dengan kelahiran Nabi shallallahu
alaihi wasallam
Imamul Qurra' Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya
`Urif bitta'rif Maulidissyariif : Telah diriwayatkan Abu Lahab
diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : "di
neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab
aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran
Nabi shallallahu alaihi wasallam dan karena Tsuwaibah menyusuinya "
(shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yang
Alqur'an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia
gembira dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka
bagaimana dengan muslim ummat Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang
gembira atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam?, maka demi
usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia
akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah berkata "tidak
dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat Islam di seluruh pelosok
dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan
memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan
yang sangat besar".
Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar
berkata : "ketahuilah salah satu bid'ah hasanah adalah pelaksanaan
maulid di bulan kelahiran nabi shallallahu alaihi wasallam"
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan maulidnya yang
terkenal "al aruus" juga beliau berkata tentang pembacaan maulid,
"Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan
tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta
merayakannya".
Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al
Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata:
"Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari
kelahiran Nabi saw sebagai hari besar".
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin)
dan menjalankan amal kebaikan atau mereka yang mengungkapkan cintanya
kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin /
muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta'ala yang artinya, "Inilah ayat-ayat Al Qura'an yang
mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin
(orang-orang yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-orang yang mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.
Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS Lukman [31]:2-5)
Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Firman Allah ta'ala yang artinya,
"Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu." (QS An Nuur [24]:35)
"Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun". (QS An Nuur [24]:40 )
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang
yang membatu hatinya) ? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang
telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan
yang nyata." (QS Az Zumar [39]:22)
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin)
dan berbuat amal kebaikan (muhsin/muhsinin) atau sholihin adalah mereka
yang termasuk manusia disisiNya. Mereka yang telah dikarunia ni'mat oleh
Allah Azza wa Jalla. Mereka yang terbukti tetap istiqomah pada jalan
yang lurus
Firman Allah ta'ala yang artinya
"Tunjukilah kami jalan yang lurus" (QS Al Fatihah [1]:6 )
" (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka…." (QS Al Fatihah [1]:7 )
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah,
yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, para syuhada, dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya ." (QS An Nisaa [4]:
69 )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa amal kebaikan (amal sholeh) sangat luas sekali.
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, orang-orang kaya telah pergi membawa banyak
pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa
sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan
kelebihan hartanya." Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
"Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat
disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid
adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan
adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim
kalian (dengan isteri) adalah sedekah." Para sahabat bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya
dan dia mendapatkan pahala?" Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
menjawab, "Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya
pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya
pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala." (HR. Muslim 1674) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=13&ayatno=50&action=display&option=com_muslim Selengkapnya tentang amal sholeh telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/2010/10/27/amal-sholeh/
Al-Qur'an dan Hadits pada hakikatnya memuat amal ketaatan atau ketetapan
yang menjadi hak Allah Azza wa Jalla yakni ketetapan berupa kewajiban
dan larangan (batas/larangan dan pengharaman). Dalam Al-Qur'an dan
Hadits memang disebutkan beberapa contoh amal kebaikan (amal sholeh)
namun tidak seluruh amal kebaikan (amal sholeh) yang akan dikerjakan
manusia sejak Nabi Adam a.s sampai kiamat nanti diuraikan dalam
Al-Qur'an maupun Hadits. Kalau diuraikan seluruhnya akan membutuhkan
lembaran Al-Qur'an maupun Hadits yang luar biasa banyaknya.
Amal kebaikan tidak harus atau tidak selalu terkait dengan apakah telah
dicontohkan/dilakukan atau tidak dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah
atau Salafush Sholeh. Amal kebaikan sejak Nabi Adam a.s sampai akhir
zaman tetap perkara baik selama tidak bertentangan dengan apa yang telah
ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau tidak bertentangan dengan amal
ketaatan.
Kaidah "LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI" (Seandainya hal itu baik,
tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya)
tidak berlandaskan Al Qur'an dan Hadits. Kesalahpahaman kaidah ini telah
kami uraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/08/lau-kaana-khoiron/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/04/apa-kaitannya/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/20/jika-itu-baik/
Segala amal kebaikan atau amal sholeh atau amalan sunnah adalah yang dimaksud dengan dzikrullah.
Dalam suatu riwayat. "Qoola a'liyy bin Abi Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh
ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola Rasullulohi: dzikrullahi".
artinya; "Ali Bin Abi Thalib berkata; "aku bertanya kepada Rasullulah,
jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah?
"Rasullulah menjawab; "dzikrulah."
Amal kebaikan adalah segala sikap dan perbuatan yang dilakukan bukan di
wajibkanNya namun atas kesadaran sendiri karena Allah ta'ala semata atau
karena mengingat Allah atau wujud dari kecintaan hamba kepada Allah
ta'ala dan Allah ta'ala pun mencintai hambaNya maka jadilah kekasih
Allah atau wali Allah dengan berbagai tingkat kedekatan atau tingkat
kewalian sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/28/maqom-wali-allah/
Tujuan amal kebaikan adalah untuk mendekatkan diri kita atau
memperjalankan diri kita agar sampai (wushul) kepada Allah ta'ala. Hal
ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/05/perjalankanlah-diri-kita/
Dalam sebuah haditas Qudsi, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam
bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku
umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri
kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku
wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri
kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia,
jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan
untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan
tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya
untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta
perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk
melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana
keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir)
terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan
sakitnya. (HR Muslim 6021) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=61&ayatno=89&action=display&option=com_bukhari
Boleh jadi mereka yang membenci peringatan Maulid Nabi atau mereka yang
men-syirik-kan sholawat nariyah, sholawat badar, qashidah burdah, maulid
barzanji adalah mereka yang terkena ghazwul fikri atau terkena upaya
adu domba yang dilakukan oleh orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman. Hal ini telah diuraikan
dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/11/puritan-radikalisme/
Firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang
paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah
orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik" (Al Maaidah: 82)
Untuk itulah kaum Yahudi dan orang-orang musyrik yakni kaum Zionis
Yahudi terus melakukan upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) agar umat
muslim pada umumnya tidak memperjalankan dirinya untuk sampai (wushul)
kepada Allah ta'ala atau tidak tahu bagaimana yang dimaksud mendekatkan
diri kepada Allah ta'ala.
Kaum Zionis Yahudi sangat takut kepada umat Islam yang jika berdoa
kepada Allah ta'ala dan pasti dikabulkanNya. Inilah adalah hakikat dari
doa adalah senjata kaum mukmin.
Namun yang harus kita ingat bahwa kita tetap harus berlaku adil kepada
mereka atau kepada kaum non muslim atau kaum kafir. Pada hakikatnya
mereka menjadi seperti itu adalah kehendak Allah Azza wa Jalla juga.
Perlakukan dengan baik sebagaimana perlakuan kita kepada ciptaanNya yang
lain selama mereka berlaku baik kepada kita.
Islam mengajarkan damai dan berbuat baik bukan hanya terhadap manusia,
akan tetapi sampai terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bukankah dalam
hadist Nabi shallallahu alaihi wasallam telah diriwayatkan bahwa seorang
wanita masuk neraka karena telah menganiyaya seekor kucing. Begitu
pula seorang pelacur masuk sorga karena telah memberi minum seekor
anjing yang kehausan.
Rahmat Islam benar-benar lil `alamin (bagi semesta alam). Tidak hanya
manusia, tetapi hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup, semua
memperoleh rahmat Islam.
Ibnu Abbas ra. meriwayatkan, ada seorang lelaki yang merebahkan
kambingnya sementara dia masih menajamkan pisaunya. Lalu Rasulullah
bersabda, "Apakah engkau ingin membunuh kambing itu dua kali? Jangan
lakukan itu. Tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkan kambingmu."
Ibnu Sirin juga meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah
melihat seseorang sedang menyeret kaki kambing untuk disembelih. Beliau
marah dan menegur orang tsb., "Jangan lakukan itu! Giringlah hewan itu
menuju kematiannya dengan baik." (HR Imam Nasai)
Allah Azza wa Jalla akan memasukan muslim yang menjalankan amal ketaatan
atau muslim yang beriman (mukmin) dan beramal kebaikan / beramal sholeh
(muhsin/muhsinin/sholihin) kedalam jannah dan Allah Azza wa Jalla
mengibaratkan orang-orang kafir bagaikan binatang dan memasukkan mereka
kedalam jahannam.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, "Sesungguhnya Allah memasukkan
orang-orang mu'min dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di
dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah
tempat tinggal mereka." (QS Muhammad [47]:12 )
Masihkah kita menjadikan mereka yang diibaratkan oleh Allah Azza wa
Jalla bagaikan "binatang" sebagai "teman kepercayaan", sebagai
pelindung, sebagai penasehat atau bahkan sebagai pemimpin dunia ?
Perlakuan kita kepada kaum non muslim memang harus adil dan baik namun
terkadang memperlakukan mereka dengan baik namun melupakan Ukhuwah
Islamiyah
Dahulu kita "terikat" pada kesatuan dalam aqidah (aqidah state) atau
jama'atul muslimin (jama'ah kaum muslim) dan berakhir pada masa
kekhalifahan Turki Ustmani. Keberakhiran kekhalifahan pada dasarnya
karena terpengaruh paham individualisme yang dilancarkan oleh kaum
Zionis Yahudi
Paham individualisme untuk memecah belah umat Islam atau upaya
meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah. Kita telah terpecah belah ke dalam
beberapa wilayah atau negara atau kesatuan dalam negara (nation state)
yang dikenal dengan propaganda nasionalisme. Salah satu hasutan kaum
Zionis Yahudi adalah menumbuhkan nasionalisme Arab
Secara perlahan namun pasti, "lembaga-lembaga pengkajian" yang dipimpin
para orientalis Barat ini meracuni pemikiran umat Islam Turki. Para
orientalis menjelek-jelekkan sistem Islam dan membangga-banggakan sistem
nasionalisme. Dari sinilah lahir gerakan nasionalisme Arab. Jenderal
Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence
Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini
diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan
mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini
kemudian membangkitkan nasionalisme Arab dan mengajak tokoh-tokoh
pesisir Barat Saudi untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki
Utsmaniyah, dan setelah itu mendirikan Kerajaan Islam Saudi Arabia.
Paham nasionalisme adalah paham individualisme dalam skala besar yakni skala negara.
Dengan terhasut paham nasionalisme (individualisme skala besar)
mengakibatkan "keadaan perang" di negara atau wilayah saudara muslim
lainnya seperti di Palestina, Afghanistan, dll, tidak dianggap atau
dirasakan sebagai keadaan perang di negara kaum muslim lainnya.
Sedangkan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan
melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan
menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh
yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut
merasakan sakitnya)." (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Sehingga sebagian penguasa negeri yang beragama Islam , tidak merasa
bersalah menjadikan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi
sebagai "teman kepercayaan", penasehat, pelindung
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa
yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh
telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya" ,
(QS Ali Imran, 118)
"Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai
kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka
menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka
menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci
terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati". (QS
Ali Imran, 119)
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (Qs. Al
Mujadilah : 22)
"Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dan meninggalkan orang-orang mu'min. Barang siapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…" (Qs. Ali-Imran : 28)
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang
dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu
dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk
menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui". (QS Al Mujaadilah
[58]:14 )
Ironis yang terjadi di wilayah kerajaan dinasti Saudi, mereka menjadikan
Amerika (dibelakangnya kaum Zionis Yahudi) sebagai teman kepercayaan,
pelindung, penasehat. Contoh paling mudah untuk diketahui bahwa mereka
menyusun kurikulum pendidikan agama bekerjasama dengan Amerika yang
dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi , sebagaimana yang terurai dalam
tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/
Inilah salah satu "pintu masuk" ghazwul fikri (perang pemahaman) yang
dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi dan kesalahpahaman-kesalahpahaman
tersebut menyebar luas ke negeri-negeri kaum muslim melalui perantaraan
contohnya beasiswa pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saudi.
Begitupula dengan penguasa negeri lainnya yang mengaku muslim namun
mereka menjadi "boneka" Amerika atau menjadikan Amerika atau kaum Zionis
Yahudi sebagai teman kepercayaan, pelindung, penasehat. Tindakan para
penguasa negeri inilah yang menimbulkan kemudharatan bagi kaum muslim
sebagaimana yang telah difirmankan Allah Azza wa Jalla dalam (QS Ali
Imran, 118).
Hasbunallah wani'mal wakil
"Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar" (QS Ali `Imran [3]: 173)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Jumat, 30 Desember 2011
Inilah Para Penguasa Indonesia Sesungguhnya
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Sebuah film dokumenter yang menggambarkan para penguasa Indonesia
sebenarnya. Wajib ditonton setiap orang.
Indonesia telah 'merdeka' selama 66 tahun. Tapi, negeri yang kaya raya ini,
kini tak lebih dari negeri budak-bayaran dan pengemis. Kemiskinan semakin
merajalela. Kekayaan alam semakin terkuras. Kemanakah gerangan kakayaan
alam kita ini?
Di balik slogan 'pembangunan' yang selalu didengungkan, dan globalisasi
yang dipuja-puji, kenyataannya adalah proses pemiskinan secara global.
Rakyat Indonesia, sebagaimana rakyat negeri meskin lainnya, dicengkeram
debtorship. Kekayaan alam terus dijarah, sementara rakyat dimiskinkan dalam
jeratan utang. Dan utang ini dijadikan alat untuk lebih jauh lagi mendikte
dan menjajah bangsa 'merdeka' ini.
Siapa saja para penguasa Indonesia yang sebenarnya? Di mana peran IMF dan
Bank Dunia? Bagaimana mereka menjarah kekayaan kita? Apa posisi politik
Jenderal Soeharto, Presiden RI ke-2? Adakah keterlibatan CIA? Bagaimana
dengan pemerintahan Inggris? Dan bagaimana kait mengaitnya dengan situasi
sosial politik dan ekonomi kita saat ini? Semuanya terpaparkan dengan cukup
jelas di sini.
Inilah film dokumentasi yang wajib ditonton oleh setiap warga Indonesia.
Dibuat pada tahun 2002, film ini bukan saja masih sangat penting ditonton,
tetapi semakin relevan. Film ini dibuat oleh John Pilger, wartawan
investigatif Australia yang kini mukim di London, judulnya adalah Penguasa
Baru Dunia. Selain melalui penyajian gambar yang pengambilannya dilakukan
secara tersembunyi, karya John Pilger ini juga dilengkapi dengan wawancara
sejumlah nara sumber yang sangat dapat dipercaya. Termasuk para pejabat
tinggi IMF dan Bank Dunia, selain akademisi seperti Jeffrey Winter, dan
aktivis buruh Dita Indah Sari.
Film dokumentasi ini bisa dilihat lewat youtube, dengan *sub-title* dalam
bahasa Indonesia, dan dibagi dalam enam bagian. Durasi total film ini
adalah sekitar 53 menit. Lengkapnya link film ini, secara berurutan dari
bagian 1- bagian 6, adalah sebagai berikut:
http://www.youtube.com/watch?v=5Gd8TFEmgSs&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=BDgYTWxyeNQ&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=X-60-j66AtI&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=TKUwOV1ua9A&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=LBCEGFCOBSg&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=KTAC2cSR43c&feature=related
Sebuah film dokumenter yang menggambarkan para penguasa Indonesia
sebenarnya. Wajib ditonton setiap orang.
Indonesia telah 'merdeka' selama 66 tahun. Tapi, negeri yang kaya raya ini,
kini tak lebih dari negeri budak-bayaran dan pengemis. Kemiskinan semakin
merajalela. Kekayaan alam semakin terkuras. Kemanakah gerangan kakayaan
alam kita ini?
Di balik slogan 'pembangunan' yang selalu didengungkan, dan globalisasi
yang dipuja-puji, kenyataannya adalah proses pemiskinan secara global.
Rakyat Indonesia, sebagaimana rakyat negeri meskin lainnya, dicengkeram
debtorship. Kekayaan alam terus dijarah, sementara rakyat dimiskinkan dalam
jeratan utang. Dan utang ini dijadikan alat untuk lebih jauh lagi mendikte
dan menjajah bangsa 'merdeka' ini.
Siapa saja para penguasa Indonesia yang sebenarnya? Di mana peran IMF dan
Bank Dunia? Bagaimana mereka menjarah kekayaan kita? Apa posisi politik
Jenderal Soeharto, Presiden RI ke-2? Adakah keterlibatan CIA? Bagaimana
dengan pemerintahan Inggris? Dan bagaimana kait mengaitnya dengan situasi
sosial politik dan ekonomi kita saat ini? Semuanya terpaparkan dengan cukup
jelas di sini.
Inilah film dokumentasi yang wajib ditonton oleh setiap warga Indonesia.
Dibuat pada tahun 2002, film ini bukan saja masih sangat penting ditonton,
tetapi semakin relevan. Film ini dibuat oleh John Pilger, wartawan
investigatif Australia yang kini mukim di London, judulnya adalah Penguasa
Baru Dunia. Selain melalui penyajian gambar yang pengambilannya dilakukan
secara tersembunyi, karya John Pilger ini juga dilengkapi dengan wawancara
sejumlah nara sumber yang sangat dapat dipercaya. Termasuk para pejabat
tinggi IMF dan Bank Dunia, selain akademisi seperti Jeffrey Winter, dan
aktivis buruh Dita Indah Sari.
Film dokumentasi ini bisa dilihat lewat youtube, dengan *sub-title* dalam
bahasa Indonesia, dan dibagi dalam enam bagian. Durasi total film ini
adalah sekitar 53 menit. Lengkapnya link film ini, secara berurutan dari
bagian 1- bagian 6, adalah sebagai berikut:
http://www.youtube.com/watch?v=5Gd8TFEmgSs&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=BDgYTWxyeNQ&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=X-60-j66AtI&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=TKUwOV1ua9A&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=LBCEGFCOBSg&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=KTAC2cSR43c&feature=related
Empat Tahap Menuju Allah
Oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah
(Disampaikan pada Tabligh Akbar pada tanggal 15 November 2011 di
Sukarami, Padang yang dihadiri oleh Syaikh Jibril, salah satu mursyid
Tariqah Naqsyabandiyah Haqqani)
Materi "Dialog tentang Ketuhanan" di Masjid Baitul Ihsan, Bank
Indonesia,
23 Desember 2011 atas kerjasama Manajemen Masjid Baitul Ikhsan
dan Tasawuf Islamic Center Indonesia.
Pembicara: Dr. Ahmad Rahman, MAg (Ahli Peneliti Utama Balitbang Kemenag
RI & Pembimbing TICI)
Moderator: Dr. Nawiruddin Dg Tola, M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Asyhadu an laa ilaaha illa Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X
Segala puji bagi Allah, yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada kita, yang tak jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat
perangai kita. Namun, dengan kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di
masjid ini. Selawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Muhammad
Saw. Juga mari kita kirimkan surat al-Fatihah kepada orang tua kita dan
orang-orang yang telah mendahului kita, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku
dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada guru-guru yang kita
cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah).
Bapak-Ibu yang Allah rahmati…
Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang umumnya kita lewati.
Yang pertama adalah zikir atau ingat.
Yang kedua adalah rasa
Yang ketiga adalah penyaksian
Yang keempat adalah mahabbah atau cinta
Zikir
Zikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.
"Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara.
Jikalau ada perantara, perantara itulah Aku." (Ilham Sirriyah, pen.)
Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang
keluar dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari
hati kita. Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang
melahirkan rasa dekat kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.
Rasa
Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada
Allah. Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik,
pencari Tuhan, pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu
loncatan bagi kita untuk menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah
lebih dekat dariapda nurani kita sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu
loncatan. Jangan kita merasa sudah sampai sana (kepada Allah), (jangan
pula merasa inilah puncak segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam
rasa, tetapi Allah ada di balik rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana
tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang hamba kecuali yang ada
hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri,
pen.).
Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu
bukan saja bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang
berbintik-bintik. Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada
selain kepada Allah. Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini
berzikir, belajar tariqah, merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati
kita bergantung kepada selain Allah. Hati yang hanya bergantung kepada
Allah ialah hati yang nol, atau hati yang kosong. Yang kosong itu akan
diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat bulan di tengah hari di
saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat bulan yang sempurna
maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain selain cahaya
bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya kepada
Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.
Penyaksian
Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat yang dia miliki
akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu, lebih
nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri. Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan,
dan kita tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan
menjadi Tuhan. Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya
mustahil bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya
bersatu. Benda akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan
menjadi bayangan. Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan
menjadikan rasa dekat itu menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan
sebagai hewan tunggangan menuju Allah.
Bapak Ibu yang Allah rahmati.
Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri
kita masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah
hanya di dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit! Butuh Allah
setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para pecinta Allah,
kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung kakinya pun
ia butuh kepada Allah. Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan
Allah hanyalah orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat
Allah kepada dirinya. Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya
dirinya. Namun, orang-orang yang merasa dia yang kuat, dia yang
berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah. Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar
menganggap dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan
rasa butuh kepada Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki
Allah. Saya sering menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara
yang beragama, tapi belum bertuhan. Negara kita ini adalah negara
bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan. Inilah tariqah dan ajaran kita,
bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar beragama bertuhan, dan
memiliki Tuhan.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tambahan dari penulis:
Cinta
Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah
maka akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu
itu adalah tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa
cinta, maka seluruh hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah
sebagai pembuktian cinta pada-Nya.
Transkriptor: Zubair
Diambil dari www. youtube.com
DISKUSI TENTANG KETUHANAN (MUKHATHABAH ILAHIYAH) Tasawuf Islamic
Centre Indonesia (TICI) bekerja sama dengan Manajemen Masjid Baitul
Ihsan, Bank Indonesia (MMBI) rutin diselenggarakan setiap hari Jumat
mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan shalat Maghrib s/d Shalat Isya.
Bertempat di Basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi
Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat,
Informasi lebih lanjut : http://www.sufi-centre.net/
<http://www.sufi-centre.net/>
(Disampaikan pada Tabligh Akbar pada tanggal 15 November 2011 di
Sukarami, Padang yang dihadiri oleh Syaikh Jibril, salah satu mursyid
Tariqah Naqsyabandiyah Haqqani)
Materi "Dialog tentang Ketuhanan" di Masjid Baitul Ihsan, Bank
Indonesia,
23 Desember 2011 atas kerjasama Manajemen Masjid Baitul Ikhsan
dan Tasawuf Islamic Center Indonesia.
Pembicara: Dr. Ahmad Rahman, MAg (Ahli Peneliti Utama Balitbang Kemenag
RI & Pembimbing TICI)
Moderator: Dr. Nawiruddin Dg Tola, M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Asyhadu an laa ilaaha illa Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X
Segala puji bagi Allah, yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada kita, yang tak jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat
perangai kita. Namun, dengan kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di
masjid ini. Selawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Muhammad
Saw. Juga mari kita kirimkan surat al-Fatihah kepada orang tua kita dan
orang-orang yang telah mendahului kita, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku
dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada guru-guru yang kita
cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah).
Bapak-Ibu yang Allah rahmati…
Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang umumnya kita lewati.
Yang pertama adalah zikir atau ingat.
Yang kedua adalah rasa
Yang ketiga adalah penyaksian
Yang keempat adalah mahabbah atau cinta
Zikir
Zikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.
"Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara.
Jikalau ada perantara, perantara itulah Aku." (Ilham Sirriyah, pen.)
Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang
keluar dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari
hati kita. Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang
melahirkan rasa dekat kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.
Rasa
Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada
Allah. Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik,
pencari Tuhan, pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu
loncatan bagi kita untuk menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah
lebih dekat dariapda nurani kita sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu
loncatan. Jangan kita merasa sudah sampai sana (kepada Allah), (jangan
pula merasa inilah puncak segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam
rasa, tetapi Allah ada di balik rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana
tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang hamba kecuali yang ada
hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri,
pen.).
Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu
bukan saja bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang
berbintik-bintik. Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada
selain kepada Allah. Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini
berzikir, belajar tariqah, merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati
kita bergantung kepada selain Allah. Hati yang hanya bergantung kepada
Allah ialah hati yang nol, atau hati yang kosong. Yang kosong itu akan
diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat bulan di tengah hari di
saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat bulan yang sempurna
maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain selain cahaya
bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya kepada
Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.
Penyaksian
Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat yang dia miliki
akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu, lebih
nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri. Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan,
dan kita tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan
menjadi Tuhan. Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya
mustahil bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya
bersatu. Benda akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan
menjadi bayangan. Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan
menjadikan rasa dekat itu menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan
sebagai hewan tunggangan menuju Allah.
Bapak Ibu yang Allah rahmati.
Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri
kita masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah
hanya di dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit! Butuh Allah
setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para pecinta Allah,
kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung kakinya pun
ia butuh kepada Allah. Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan
Allah hanyalah orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat
Allah kepada dirinya. Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya
dirinya. Namun, orang-orang yang merasa dia yang kuat, dia yang
berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah. Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar
menganggap dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan
rasa butuh kepada Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki
Allah. Saya sering menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara
yang beragama, tapi belum bertuhan. Negara kita ini adalah negara
bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan. Inilah tariqah dan ajaran kita,
bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar beragama bertuhan, dan
memiliki Tuhan.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tambahan dari penulis:
Cinta
Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah
maka akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu
itu adalah tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa
cinta, maka seluruh hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah
sebagai pembuktian cinta pada-Nya.
Transkriptor: Zubair
Diambil dari www. youtube.com
DISKUSI TENTANG KETUHANAN (MUKHATHABAH ILAHIYAH) Tasawuf Islamic
Centre Indonesia (TICI) bekerja sama dengan Manajemen Masjid Baitul
Ihsan, Bank Indonesia (MMBI) rutin diselenggarakan setiap hari Jumat
mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan shalat Maghrib s/d Shalat Isya.
Bertempat di Basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi
Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat,
Informasi lebih lanjut : http://www.sufi-centre.net/
<http://www.sufi-centre.net/>
Meredam kesalahan
Assalaamu‘alaikum Wr. Wb.
Sahabat seiman..,
Lihatlah, Allah menghadirkan kembali nikmatnya pagi, meski tak semua mensyukurinya namun semua dapat merasakan kesegarannya, walau banyak yang meninggalkan perintah-Nya namun Pemberian-Nya tetap menyapa setiap kita.. semoga kita mampu membalas kebaikan pagi ini dengan yang lebih baik lagi..
Sahabat seiman..,
Jangan pernah berhenti untuk memotivasi diri, cari terus inspirasi, ayat Al Quran sebaik-baik referensi, simaklah ayat berikut ini, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)..” (Q.S. Al Baqoroh: 178)
Sahabat seiman..,
Diri tak pernah luput dari kesalahan, namun syaitan bisa mencuri kesempatan, kesalahan membunuh bisa berujung pertikaian yang lebih besar. Namun tataplah indahnya Islam, dendam disalurkan tepat sasaran, api permusuhan diredam dengan benih persaudaraan, saling membalas dalam kebaikan..
Sahabat seiman..,
Hati-hatilah..!, di sekeliling kita bertaburan kebaikan, janganlah disia-siakan, apalagi disalahgunakan menjadi kejahatan. Di sekitar kita bertebaran kesalahan, jangan sertai syaitan menjadi kawan. sikapilah semua dengan kedewasaan pemahaman Islam, Semoga semua sisi kehidupan dipenuhi kebaikan. Selamat beraktifitas! (SaiBah)
*Ditulis utk Masyarakat Muslim Perkantoran oleh Bid. Pembinaan dan Dakwah Forsimpta*
Sahabat seiman..,
Lihatlah, Allah menghadirkan kembali nikmatnya pagi, meski tak semua mensyukurinya namun semua dapat merasakan kesegarannya, walau banyak yang meninggalkan perintah-Nya namun Pemberian-Nya tetap menyapa setiap kita.. semoga kita mampu membalas kebaikan pagi ini dengan yang lebih baik lagi..
Sahabat seiman..,
Jangan pernah berhenti untuk memotivasi diri, cari terus inspirasi, ayat Al Quran sebaik-baik referensi, simaklah ayat berikut ini, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)..” (Q.S. Al Baqoroh: 178)
Sahabat seiman..,
Diri tak pernah luput dari kesalahan, namun syaitan bisa mencuri kesempatan, kesalahan membunuh bisa berujung pertikaian yang lebih besar. Namun tataplah indahnya Islam, dendam disalurkan tepat sasaran, api permusuhan diredam dengan benih persaudaraan, saling membalas dalam kebaikan..
Sahabat seiman..,
Hati-hatilah..!, di sekeliling kita bertaburan kebaikan, janganlah disia-siakan, apalagi disalahgunakan menjadi kejahatan. Di sekitar kita bertebaran kesalahan, jangan sertai syaitan menjadi kawan. sikapilah semua dengan kedewasaan pemahaman Islam, Semoga semua sisi kehidupan dipenuhi kebaikan. Selamat beraktifitas! (SaiBah)
*Ditulis utk Masyarakat Muslim Perkantoran oleh Bid. Pembinaan dan Dakwah Forsimpta*
10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru
Alhamdulillah.
Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan
orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Manusia di berbagai negeri
sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga
walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian
tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan
tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Semoga artikel yang
singkat ini bisa menjawabnya.
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru
pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak
lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk
mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad
ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh
Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar
penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana
yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu
dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun
45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan
agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang
secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak
lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis
dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti
dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini
kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan
dari Islam. Perayaan tahun baru ini
terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.
Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.
Kerusakan Pertama: Merayakan
Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram.
Perlu diketahui bahwa perayaan
(’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik
mengatakan,
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang
ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau
mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua
hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi
kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari
Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]
Namun setelah
itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk
ibadah atau sekedar meniru-niru orang
kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan
semacam ini berarti di luar perayaan
yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan
sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum
muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum
muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
Perhatikan
penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa
di Saudi Arabia berikut ini: Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut
‘ied atau hari perayaan secara istilah
adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi
tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:
1.
Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
2.
Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
3.
Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik
berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.
Hukum ied
(perayaan) terbagi menjadi dua:
1.
Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri
kepada Allah dan mengagungkan hari
tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
2.
Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang
jahiliah atau golongan-golongan orang
kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barang siapa yang mengada-adakan
amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut
tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Misalnya
adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu
terlarang karena hal itu termasuk
mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan
golongan orang kafir yang lain.
Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian
penjelasan Lajnah-
Begitu pula
perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan
orang kafir.
Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun
Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan
tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan
mengikuti jejak orang Persia, Romawi,
Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau
pun berhari raya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku
mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa
sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau
menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]
Dari Abu
Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan
orang-orang sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke
lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen),
pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai
Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab,
“Lantas siapa lagi?” [5]
An Nawawi
-rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan
dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku),
adalah permisalan bahwa tingkah laku
kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu
kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran.
Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau
katakan telah
terjadi saat-saat ini.”[6]
terjadi saat-saat ini.”[6]
Lihatlah apa
yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan
memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai
model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun
yang setengah telanjang. Begitu pula
berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula
perayaan tahun baru ini. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]
Menyerupai
orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian,
penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As-Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]
penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As-Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]
Kerusakan Ketiga:Merekayasa
Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah
ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun
sayangnya di antara orang-orang jahil
ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin
sia-sia, mending malam tahun baru kita
isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu
tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada
manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh.
manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh.
Pensyariatan
semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah
bukan perayaan atau ritual kaum
muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun
akan mengakibatkan meninggalkan berbagai
kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan. Jika ada yang mengatakan, “Daripada
menunggu tahun baru diisi dengan hal
yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami
sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat
orang orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini
mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu
Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
“Betapa banyak orang yang menginginkan
kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]
Jadi dalam
melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga
mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut
bisa diterima di sisi Allah.
Kerusakan Keempat: Terjerumus
dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Kita telah
ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak
pantas seorang muslim memberi selamat
dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para
ulama (ijma’).
Ibnul Qoyyim
dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran
yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen)
adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti
mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar
mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini
bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang
diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan
kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan
perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam
ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada
orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat
pada maksiat lainnya.
Banyak orang
yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini
tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh
karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat
maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka
Allah Ta’ala.”[10]
Kerusakan Kelima: Meninggalkan
Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu
Betapa banyak
kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik
pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam
2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti
ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di
antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah
kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan
berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min
dzalik.
Ketahuilah
bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele.
Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar. Ibnul
Qoyyim -rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat
(sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja
termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh,
merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang
meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan
kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]
Adz Dzahabi
–rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga
keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu
satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan
shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang
meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia
bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang
merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang
sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy
berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Perjanjian antara kami dan mereka (orang
kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13]
Oleh karenanya,
seorang muslim tidaksepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya
terjerumus dalam dosa besar. Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula
terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah
shalat malam.”[14]
Shalat malam
adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang
sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu
yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh
sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya.
Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah
kerugian yang sangat besar.
Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa
Ada Hajat
Begadang
tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak
ada manfaatnya sama sekali.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya
dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]
Ibnu Baththol
menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan
shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah.
‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah
shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam,
nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16]
Apalagi
dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu
shalat Shubuh)?!
Kerusakan Ketujuh: Terjerumus
dalam Zina
Jika kita
lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka
tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat
(berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus
dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan
menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang
terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah
berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah
ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa
tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba
(menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau
mengingkari yang demikian.”[17]
mengingkari yang demikian.”[17]
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu
Kaum Muslimin
Merayakan
tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara
bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu
muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat
seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah
terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak
mengganggu orang lain.”[18]
Ibnu Baththol
mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim
tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti
lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang
tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19]
Perhatikanlah
perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil
saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan
disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!
Kerusakan Kesembilan: Meniru
Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan
Perayaan
malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam.
Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar
Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut,
lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka
hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu
baru perkiraan setiap
orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
“Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)
Ibnu Katsir
mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena
orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud
dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir
(pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.”
Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang
menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan).
Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada
jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah
mengatakan, “Yang namanya tabdzir
(pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada
jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]
Kerusakan Kesepuluh:
Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan
tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan
untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam
seseorang,
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat baginya.” [21]
Ingatlah
bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama
memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih
jelek dari kematian.
Semoga kita
merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu
lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu
lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu
dari dunia dan penghuninya.”[22]
Seharusnya
seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan.
Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri
nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah
hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu
seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk
berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu
pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37).
Qotadah mengatakan,
“Beramallah karena umur yang panjang itu
akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada
Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]
Inilah di
antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak
kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini
karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum
melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru.
Jika ingin
menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi
baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan.
Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan
dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu
yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari
kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah
semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali
bergulirnya waktu.Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini.
Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk
pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku
melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan
hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam. Disempurnakan atas nikmat Allah di Pangukan-Sleman,
12 Muharram 1431 H Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id,
dipublish ulang oleh Rumaysho.com
[2] HR. An Nasa-i no. 1556.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3]Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah
lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta‘, 3/88-89, Fatwa no. 9403, Mawqi’ Al Ifta’.
[4] HR. Bukhari no. 7319, dari
Abu Hurairah.
[5] HR. Muslim no. 2669, dari
Abu Sa’id Al Khudri.
[6]Al Minhaj Syarh Shohih
Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya’ At Turots Al
‘Arobiy, cetakan kedua, 1392.
[7] HR. Ahmad dan Abu Daud.
Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini
jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana
dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
[8] Lihat penukilan ijma’
(kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah,
cetakan ketujuh, tahun 1417 H.
[9] HR. Ad Darimi. Dikatakan
oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid (bagus).
[10]Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu
Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.
[11] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha,
hal. 7, Dar Al Imam Ahmad
[12] Al Kaba’ir, hal. 26-27,
Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
[13] HR. Ahmad, Tirmidzi, An
Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul
Mashobih no. 574
[14] HR. Muslim no. 1163
[15] HR. Bukhari no. 568
[16] Syarh Al Bukhari, Ibnu
Baththol, 3/278, Asy Syamilah.
[17] HR. Muslim no. 6925
[18] HR. Bukhari no. 10 dan
Muslim no. 41
[19] Syarh Al Bukhari, Ibnu
Baththol, 1/38, Asy Syamilah
[20] Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 5/69, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27
[21] HR. Tirmidzi. Syaikh Al
Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini
shohih.
[22] Al Fawa’id, hal. 33
[23] Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 6/553, pada tafsir surat Fathir ayat 37.
Cinta-Dua-Bidadari_Bab 6
BAB VI
KEPINGAN PERJALANAN MASA LALU
Sudah waktunya shalat Isya, Raden
bergegas mengenakan sarungnya dan langsung pergi ke masjid yang berada di samping
rumah. Sebenarnya
ia masih cukup lelah setelah latihan sepak bola tadi sore, dan yang menjadi
latihan yang terakhir kalinya. Sebagai kapten tim, ia mencoba untuk memberikan yang terbaik
serta menunjukkan bahwa dirinyalah sosok yang mampu membuat irama permainan di lapangan
menjadi lebih hidup.
”Raden... kalo sudah selesai shalat langsung
pulang ya!!!” sahut ibunya dari dalam.
”Bu...ada ceramah malam dari ustadz Harun,
paling agak sedikit lama pulangnya...!” balas Raden sambil mengenakan sandalnya.
”Ya udah... asalkan nggak main-main!!!” kata ibunya kembali.
Raden langsung berlari menuju
masjid, lantas segera melangkah untuk mengambil air wudlu. Disana teman-temannya
sudah duduk tenangsambil membaca Al-Qur’an,
”Den, maneh nggak wudlu di rumah...?!”
tanya Wawan, teman sekelasnya dan juga rekan satu tim sepak bola.
”Oh iya... udah telat euy, dah nyampe sini!!!” jawab Raden sambil sedikit bercanda.
Selesai wudlu ia pun langsung duduk dibarisan
paling depan, tepat di samping kanan dan kirinya adalah Wawan, Ujang dan juga
Yayan. Mereka berempat sudah biasa mengambil shaf terdepan, mungkin kali ini
adalah untuk yang terakhir kalinya mereka shalat berjamaah ditempat yang sama.
Besok Raden dan seluruh keluarganya akan pindah,
”Isukan
pindahan jam sabaraha...?” tanya Yayan pelan.
”Jam
sapuluan...,”
”Wah anggota kita pasti berkurang, berarti... rencana
kita untuk tetap bersama dalam satu tim sampai SMA nggak jadi... padahal kita semua punya
mimpi untuk menjadi pemain Persib nantinya,” tutur Wawan yang kali ini
menghadapkan wajahnya ke arah Raden.
”Mmm...bener atuh, kapten kita sudah pergi... kita harus mencari kapten tim yang
baru,” imbuh Ujang kemudian.
Raden hanya tersenyum mendengar
perkataan ketiga temannya,
”Kan kamu atuh Jang
penggantinya... biasana oge maneh anu jadi kapten upami
urang teu aya...,”
”Oh iya... maneh atuh Jang sebagai
pengemban kapten tim...!!!” kata Yayan dengan nada semangat. Ujang sendiri akhirnya
terdiam sejenak,
”Urang
mah acan siap... di SMA nanti juga ada anggota tim sepak bola yang lain atuh...,”
Muadzin
mulai mengumandangkan iqamah, mereka
langsung menghentikan percakapannya. Jamaah yang lainnya mulai berdiri dan
merapihkan shafnya termasuk beberapa anak-anak seumuran dengan Raden
yang sejak tadi membaca Al-Qur’an. Sang imam ustadz Harun mengamati barisan sebelum
memulai shalat, kemudian ia pun melakukan Takbiratul
Ihram diikuti oleh semua makmumnya.
Pada
rakaat pertama beliau membaca surat Adh-Dhuha, kemudian rakaat keduanya membaca surat
Al-Alaq. Ustadz Harun
terkenal dengan suaranya yang indah ketika membaca ayat suci Al-Qur’an, dan beliau juga adalah guru mengaji Raden
dan kawan-kawannya sejak SD. Cara mengajar beliau yang teliti membuat banyak sekali anak-anak untuk berguru
padanya, beliau juga salah seorang pemimpin pondok pesantren As-Salam yang
letaknya sekitar 1 km dari rumah Raden atau lebih tepatnya bersebelahan dengan
SD tempat Raden dan ketiga temannya dulu belajar.
Raden bukanlah asli orang sini, kota
Banjar yang merupakan wilayah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dengan
Provinsi Jawa Tengah. Ayahnya adalah seorang TNI Angkatan Darat dan kebetulan
dinas disini, Batalyon Yonif 323 Buaya
Putih. Namun ia tidak tinggal bersama ayahnya, melainkan teman ayahnya yang
kini sudah pensiun, Kapten (Purn.) Asep Suganda yang biasa dipanggil pak Cecep
oleh warga sekitar. Semasa muda ayahnya, beliaulah yang menggembleng ayah Raden sampai kini berpangkat sebagai Kapten.
Sebelum dipindah tugas kesini, beliau dan ayah Raden ditugaskan untuk mengamankan
daerah Timor Timur yang akhirnya terpisah juga dari negara Republik Indonesia.
Beliau juga sering bercerita mengenai ayahnya ketika masa muda, hal ini yang
membuatnya lebih dekat dengan beliau ketimbang dengan ayahnya yang terkadang
jarang mengunjunginya karena tugas ataupun dinas. Hanya saja ayahnya yang
menyuruh Raden untuk belajar mengaji kepada ustadz Harun, dan hal inilah yang
membuatnya bahagia. Bahkan ayahnya sangat mendukung ketika ia memilih untuk
masuk menjadi anggota tim sepak bola di SMP. Ayah Raden begitu mengerti
perkembangan serta keinginannya untuk terus mengembangkan bakat yang dimiliki
olehnya.
Malam ini adalah
untuk yang terakhir kalinya ia berada disini setelah sembilan tahun lamanya, sang ayahakhirnya ditugaskanuntuk kembali ke
Indramayu kota kelahirannya. Untuk itulah ia tidak mau melewatkan ceramah yang akan disampaikan
oleh ustadz Harun. Seusai shalat beberapa anak yang sebaya dengannya mulai membereskan tempat
yang menjadi tempat ustadz Harun menyampaikan ceramah, Raden dan ketiga temannya masih
mengikuti dzikir yang dilakukan oleh beliau. Beberapa orang tua yang lain
tampak khusyu’ membaca kalimat tasbih, tahmid, takbir,
tahlil. Setelah membaca do’a ustadz Harun melakukan shalat sunnah 2 rakaat,
kemudian menghampiri anak-anak yang sudah duduk rapih untuk mendengarkan ceramah yang akan beliau sampaikan malam
ini.
Langganan:
Postingan (Atom)