Jumat, 14 Desember 2012

TEKO dan GELAS

Bismillahirrahmanirrahim...

Weekend yang selalu ceria dan Insya Allah berkah bagi siapa saja yang mengharap pahala serta ridha-Nya. Baiklah, sesuai judul yang coba saya ajukan, saya berharap kebaikan atas segala sesuatu yang tertuang dalam lintasa alam pikiran yang telah Allah berikan.

Teko dan Gelas hanyalah suatu istilah. Teko yang identik dengan sesuatu yang berisi, dan Gelas yang terkait atas segala sesuatu yang akan terisi. Dan kita, manusia, Insya Allah berada pada dua keadaan tersebut. Ada kalanya kita menyampaikan sesuatu, nasihat, kebenaran kepada seseorang dan adakalnya kita menerima input data yang bisa merubah kita ataupun tetap pada keadaan seperti semula. Dan menjadi teko tak semudah yang dibayangkan, terlebih saat kita menjadi gelas.

Saat menjadi teko, niat menjadi pembuka pintu kebaikan, segala yang kita berikan kelak akan mencerminkan siapa kita dan orang-orang yang mendengarkan kata-kata kita. Kebaikan yang diberikan, maka kebaikan pula yang nampak. Maka ada istilah, 'ketika yang kita berikan adalah sampah, maka sampah pula yang keluar pada akhirnya'. Ibarat menanam padi, maka benih terbaiklah yang akan tumbuh lebih subur dan berisi. Pupuk dan Pestisida yang diberikan pun akan mencerminkan bagaimana padi yang dihasilkan kelak. Menjadi teko tak sekedar wibawa ataupun kata-kata menggugah, kita perlu berhati-hati pada 'kesombongan' yang senantiasa merongrong. Kebaikan yang kita sampaikan adakalanya ditermia, dan itu karena Allah, begitu pula dengan keadaan sebaliknya. Menjadi teko memerlukan konsistensi serta literasi yang luas, menjauhi debat, memperbaiki i'tikad, menjelejahi berbagai samudera ilmu, dan juga memahami segala macam perbedaan yang kelak timbul ataupun yang telah ada.

Pun juga saat menjadi gelas, maka kita menjadi pribadi yang luar biasa. Kenapa tidak...??? Kita meneguk ilmu sekaligus menjadi pendengar yang baik. Inilah hikmah mengapa Allah mencipatakan satu mulut dan dua telinga. Pada posisi ini kita diajak untuk menyempurnakan dua nikmat telinga serta kesabaran. Menjadi gelas pun tak semudah yang dibayangkan, karena kita memerlukan teko terbaik untuk mengisi kekosongan yang ada pada diri kita. Pada saat penuh pun, kita diharapkan menjadi pribadi yang menyalurkan berbagai isi yang telah meluap. Pada saat itu pula kita akan yang mengisi, atau menjadi teko-teko kebaikan, dan saat itu pula kita diuji dengan proses serta hasil akhir memberikan isi yang kita punya.

Ibarat dua sisi mata uang, menjadi teko dan gelas tak ubahnya berada di antara dua jurang. Yang satu membawa kebaikan, yang satu membawa keburukan. Teko berisi kebaikan, maka gelaspun akan menampung kebaikan, begitu pula dengan yang sebaliknya. Namun terkadang kita bisa 'tertipu' oleh banyaknya kebaikan yang bertebaran, karena kita terkadang melupakan kehadiran Allah yang menciptakan kebaikan. Kata-kata yang baik terkadang tidak mampu diserap atau bahkan dimentahkan, sementara yang seolah-olah baik (padahal buruk) selalu mengisi kekosongan gelas-gelas manusia saat ini. Ada apa gerangan...???

Barangkali niat-niat kita saat menjadi teko belum sepenuhnya karena Allah, barangkali saat menjadi gelas kita berkeinginan untuk menjatuhkan yang lain. Dan barangkali-barangkali hal yang lainnya. Tak mudah menjadi teko, maka tak ubahnya saat menjadi gelas, sementara Allah memerintahkan kita untuk ikhtiar (Telaah Surat At-Taubah ayat 105). Kita diharapkan menjadi pribadi yang berusahan semaksimal mungkin, hingga hasil akhir sepenuhnya milik Allah. Niat menjadi pembuka barakah, ikhtirar menjadi jalan terhadap ridha-Nya, maka tawakkal merupakan penutup setelah do'a2 itu terpanjatkan.

Barangkali tulisan sederhana ini mengingatkan kita semua, dan semoga Allah ridha atas tulisan ini. Saya mencintai kalian karena Allah... Wassalam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar