Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam terlimpah kepada Rasulullah -*Shallallahu 'Alaihi Wasallam*-*, *keluarga
dan para sahabatnya.
Waktu adalah kehidupan. Umur manusia terdiri dari kumpulan hari. Jika
berlalu satu hari berarti telah berlalu pula bagian dari umurnya. Al-Hasan
al-Bashri *rahimahullah* berkata*,*
"*Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah (kumpulan) hari-hari, apabila
berlalu satu hari maka berlalu pula bagian darimu.*" (Al Hilyah: 2/148 dan
dalam Siyar A'lam Nubala: 4/585).
Al-Hasan juga pernah berkata, "Tidaklah ada satu hari dari hari-hari dunia
kecuali ia berbicara dan berkata: Wahai manusia, sesungguhnya aku ini hari
baru. Aku menjadi saksi atas apa yang engkau kerjakann padaku. Sesungguhnya
jika matahariku telah terbenam, maka aku tidak akan kembali lagi kepadamu
sampai hari kiamat." (dikeluarkan Imam Ahmad)
Ibnu Mas'ud *radliyallah 'anhu* berkata, "Sesuatu yang aku sesali adalah
jika dari pagi hari sampai matahari tenggelam amalku tidak bertambah
sedikitpun padahal aku tahu saat itu umurku berkurang."
Hari terdiri dari jam dan menit. Setiap orang haruslah memikirkan, untuk
apa waktunya dihabiskan?
Islam sangat memperhatikan perputaran waktu dan pergantian hari, khususnya
untuk* *beramal shalih. Islam sangat menganjurkan untuk memanfaatkan waktu
dan tidak menyia-nyiakannya. Di akhirat manusia akan ditanya tentangnya.
Dari Abu Barzah al-Aslami* Radhiyallahu 'Anhu* berkata, Rasulullah *Shallallahu
'Alaihi Wasallam* bersabda, "*Tidak akan bergeser telapak kaki seorang
hamba pada hari kiamat sehingga ditanya empat perkara: tentang umurnya
dihabiskan untuk apa, usia mudanya digunakan untuk apa, hartanya darimana
didapatkan dan kemana ia peruntukkan, dan tentang ilmunya apa yang sudah ia
amalkan.*" (HR. Al-Tirmidzi)
Islam telah mengatur waktu seorang muslim. Kapan ia tidur dan bangun,
mengerjakan syi'ar-syi'ar Islam, pergi ke tempat kerja, dan sebagainya.
Terlebih dari itu, Islam mengarahkan agar ia menjadikan semua itu sebagai
ibadah kepada Allah *'Azza wa Jalla*. Ia tidak melanggar batasan-batasan
Allah dan menerjang larangan-Nya. Ia senantiasa mengisinya dengan
kebaikan-kebaikan dan mengirinya dengan dzikrullah (mengingat Allah) *Subhanahu
wa Ta'ala*.
Memperhatikan waktu berarti tidak menyia-nyiakan kesempatan beramal, saat
ia datang. Karena menunda-nunda kebaikan yang sudah ada di depan mata akan
menyebabkan penyesalan di kemudian hari.
Allah *Subhanahu wa Ta'ala* berfirman,
"*Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai
waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh?"*." (QS. Al-Munafikun: 10)
Imam Ibnu Katsir *rahimahullah* berkata, "Setiap yang menyia-nyiakan
kesempatan beramal shalih akan menyesal ketika datang kematian. Ia meminta
dipanjangkan waktu walau sebentar untuk bertaubat dan mendapatkan kembali
apa yang telah luput darinya. Tidak mungkin bisa, yang lalu telah berlalu,
telah datang apa yang harus datang. Dan setiap orang menyesal sesuai dengan
penyia-nyiannya."
Diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, dari Ibnu Abbas rahimahullah,
"barangsiapa yang memiliki harta yang sudah bisa menyampaikannya untuk
berhaji ke Baitullah atau mewajibkannya zakat, tapi tidak melaksanakannya,
ia akan minta raj'ah (dikembalikan lagi ke dunia) ketika sudah mati." Ada
seorang berkata, "wahai Ibnu Abbas bertakwalah kepada Allah! sesungguhnya
yang minta dikembalikan lagi ke dunia adalah orang kafir." Ibnu Abbas
berkata, "aku akan bacakan kepadamu ayat Al Qur'an tentang hal itu."
Kemudian beliau membaca ayat di atas.
. . . Hari terdiri dari jam dan menit. Setiap orang haruslah memikirkan,
untuk apa waktunya dihabiskan? . . .
*Penutup*
Baru saja kita berpisah dengan Tahun 1433 Hijriyah. Bahkan sekarang sudah
berlalu beberapa hari dari tahun yang baru, 1434 Hijriyah. Semua hari-hari
pada tahun yang telah lalu sudah ada catatannya dan kelak kita akan ditanya
tentangnya. Sedangkan hari-hari yang akan datang -dari tahun yang baru-
kita tidak tahu apakah bisa melampuinya. Maka manfaatkan hari yang kita ada
padanya. Jangan disia-siakan. Karena kepergiannya tidak akan pernah
kembali. Sementara catatan amal pada hari tersebut tersimpan baik dalam
catatan yang tak akan lapuk.
Rabi'ah pernah berkata kepada Sufyan, "Sesungguhnya kamu adalah kumpulan
dari beberapa hari. Maka jika berlalu satu harimu berarti telah berlalu
sebagian dari dirimu. Aku merasa, jika berlalu sabagiannya maka akan pergi
pula keseluruhannya. Maka kapan saja engkau mengetahui (hakikat) ini maka
beramalah."
Sekali lagi, jangan sia-siakan waktu dengan berleha-leha karena kaki kita
belumlah menapak di surga. Setiap detik yang berlalu dari kehidupan kita
akan dilakukan perhitungan terhadapnya di sisi Allah.
"*Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka
Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arasy yang mulia.*" (QS. Al
Mukminun: 115-116) [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar