Saudara-saudariku, Allah SWT berfirman, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah [2] : 195)
Jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani semata-mata untuk mengabdi kepadaNYA, salah satunya terwujud dalam bentuk melakukan segala amalan kebaikan. Dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bekal timbangan di yaumil hisab. Namun menjaga “rewards” dari Allah SWT ini ada dua syarat:
Kesatu, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu, dalam hadits arbain yang terkenal, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.”
Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT, misalnya mencampuradukkan harta halal dengan korupsi (yang haram).
Tidak ada seorang pun yang berhak menilai “pantas atau tidak pantasnya” pemberian seseorang, malah prilaku ini dapat berbuah buruk sangka, dengki dan berdampak buruk lainnya, antara lain :
1. Dengki menggusur hati yang bersih, “Di dalam hati mereka ada penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).” (QS. Al-Baqarah [2] : 10)
2. Buruk sangka menyebabkan renggangnya tali persaudaraan, salah satu sifat terbaik dalam ukhuwah islamiyah adalah husnuzhon (berbaik sangka). Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi lahir bathin, perkara ini disabdakan oleh Rasulullah SAW, "Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta." (HR. Muttafaqun alaihi)
Bahkan Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. Al-Hujurat [49] : 12)
3. Memancing amarah dan menyebut-nyebut pemberian, misalkan terjadi pada salah seorang ibu yang juga disindir oleh ibu Sishy dalam wacana tsb. Sang ibu menjadi emosi dengan pembanding-bandingan donasi, “eh, bu Sishy... gue bukan cuma infak di RT ini, anak yatim asuhan gue banyak, ngurusin persatuan ibu-ibu RT sebelah juga, sedekah gue kemana-mana, sampe’ ikutan dana bantuan Palestine...” uppps...! Kita yang mendengarnya pasti miris.
Padahal Allah SWT berfirman, “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu membatalkan (pahala) sedekahmu itu dengan mengungkit-ungkit dan menyakitkan hati (penerimanya).” (QS Al-Baqarah [2] : 264)
Serta peringatanNya dalam surah An-Najm agar tidak meremehkan orang lain, ayat 32 : “(Oleh karena itu), janganlah kamu memuji dirimu sendiri. Dia (Allah) Maha Mengetahui siapa yang sebenarnya takut.” (QS. An-Najm [53] : 32)
4. Membuat saudara bersedih hati atau malah menyakiti hatinya. Padahal saling memberi hadiah dan kegiatan tolong-menolong adalah suatu kebiasaan yang bertujuan untuk saling berbagi kebahagiaan,dll. Semoga kita makin pandai meresapi makna ayatNya, berlomba-lomba dalam kebaikan dengan tetap mengutamakan keikhlasan hati, senantiasa istighfar, Astaghfirullahal 'adzim... kala “mulai men-judge” amalan orang lain
Cukup hanya Allah yang paling berhak menilai dan menghitung amal kita!
Allah SWT mengingatkan, "Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar." (QS. An-Nisa [4] : 146)
Wallohu'alam bisshowab.
Rabu, 27 April 2011
Ketika Cinta Menyapa...
Waktu itu memang begitu cepat berlalu serta melenakan tentunya, tapi bagaimana dengan cinta...??? Ia seakan menembus batas waktu tak kenal perbedaan yang ada hanya kebersamaan. Dan itulah cinta... ketika mahadayanya menembus relung hati yang terdalam. Cinta yang tertinggi kepada Allah SWT semakin memberikan kekuatan batin bahwasanya kita memiliki cinta dan cinta itu... kita curahkan pada tempat yang halal.
Tak ada manusia atau seorang pun di dunia ini yang tak mengenal kata cinta, dan ketika cinta itu datang... maka keindahan lah yang dirasakan oleh kita semua. Cinta itu sungguh melenakan sehingga membuat siapa saja yang tidak mampu menjaganya akan hilang ditelan kebutaan karena cinta yang tak semestinya. Aku pun selalu merasakan cinta dan itulah memoar perjalanan seorang aktivis yang kini dirundung duka karena sulitnya mencapai berbagai visi dan misi untuk cinta... dan cinta itu ia curahkan segalanya hanya untuk Allah semata...
Dan aku cinta dia... dan hanya Allah yang tahu dan mengerti pilihanku... yakni seorang bidadari yang mengisi hari-hari dengan penuh keimanan ketika gejolak cinta itu ditempatkan pada tempat yang halal. Aku pun menanti masa 2013 itu untuk hidup bersamanya dan hanya karena Allah... sekali lagi aku mencintainya karena Allah semata yang memberikanku pemahaman tentang arti cinta yang sesungguhnya... Dan aku memilih... DIA...!!!
Selasa, 26 April 2011
Hati-hati Skenario Adu Domba Terorisme
Pasca teror bom di masjid Mapolresta Cirebon, muncul isu susulan yang sangat tak terkendali di kalangan umat Islam. Ketidakbecusan pihak keamanan menangani teror pun membuat akar masalah dari maraknya teror bom di negeri ini menjadi bias tak tentu arah. Saling curiga antar sesama umat dan ormas Islam pun mulai muncul.
Kita prihatin dengan reaksi berlebihan dari tokoh Islam, apalagi ditujukan untuk sesama ormas Islam. Mungkin, ada hal yang melatarbelakangi munculnya pernyataan Ketua PBNU, Said Aqil Siradj di beberapa media massa yang meminta umat Islam mewaspadai yayasan-yayasan yang mendapat dana dari Arab. Karena menurutnya ada penyebaran teologi kekerasan dari kelompok-kelompok di Arab melalui yayasan tersebut.
Sayangnya, Said Aqil tidak menyebut contoh yayasan yang biasa didanai Arab dan memang terbukti melakukan transformasi teologi kekerasan di Indonesia. Di sinilah akhirnya, tafsiran liar yang boleh jadi mengarah pada saling curiga antar sesama ormas Islam menjadi sulit dielakkan. Karena ucapan tersebut bersumber dari seorang ketua umum ormas besar di negeri ini dan mempunyai jaringan kepengurusan di seluruh Indonesia.
Mestinya yang menjadi perhatian dan kajian tokoh Islam dan ormas Islam saat ini adalah pada akar masalah: kenapa terorisme tumbuh subur di Indonesia dan tidak demikian di negeri lain seperti Malaysia, Brunei, dan Arab serta Mesir sekalipun. Terorisme yang terjadi di belahan negeri muslim lebih karena kondisi perang di negara tersebut, seperti Irak, Afghanistan, dan Palestina.
Di antara akar masalah tumbuh suburnya terorisme di negeri ini, antara lain, persoalan kemiskinan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim, mahalnya biaya pendidikan, kecenderungan tokoh Islam yang ingin menjadi politisi sehingga mengabaikan pendidikan umat, dan pendekatan keamanan negeri ini yang kacau balau.
Bantuan pendanaan Arab ke yayasan-yayasan Islam di negeri ini bukan hal baru dan sama sekali tidak menjurus hal yang negatif. Bahkan mungkin sebagian yayasan Islam yang berafiliasi ke NU di daerah juga pernah mendapat bantuan pendanaan dari Arab. Dan hal ini sebagai sebuah kewajaran karena Islam tidak mengenal sekat negara, saling bantu antara sesama umat Islam dunia sudah menjadi ciri khas positif.
Sekali lagi, terorisme adalah momok di negeri ini, dan akhirnya mencoreng wajah Islam. Menjadi tugas besar para tokoh dan ormas Islam untuk memperbaiki akar masalah yang kian rusak itu. Dan bukan menghembuskan hawa saling curiga.
Kita prihatin dengan reaksi berlebihan dari tokoh Islam, apalagi ditujukan untuk sesama ormas Islam. Mungkin, ada hal yang melatarbelakangi munculnya pernyataan Ketua PBNU, Said Aqil Siradj di beberapa media massa yang meminta umat Islam mewaspadai yayasan-yayasan yang mendapat dana dari Arab. Karena menurutnya ada penyebaran teologi kekerasan dari kelompok-kelompok di Arab melalui yayasan tersebut.
Sayangnya, Said Aqil tidak menyebut contoh yayasan yang biasa didanai Arab dan memang terbukti melakukan transformasi teologi kekerasan di Indonesia. Di sinilah akhirnya, tafsiran liar yang boleh jadi mengarah pada saling curiga antar sesama ormas Islam menjadi sulit dielakkan. Karena ucapan tersebut bersumber dari seorang ketua umum ormas besar di negeri ini dan mempunyai jaringan kepengurusan di seluruh Indonesia.
Mestinya yang menjadi perhatian dan kajian tokoh Islam dan ormas Islam saat ini adalah pada akar masalah: kenapa terorisme tumbuh subur di Indonesia dan tidak demikian di negeri lain seperti Malaysia, Brunei, dan Arab serta Mesir sekalipun. Terorisme yang terjadi di belahan negeri muslim lebih karena kondisi perang di negara tersebut, seperti Irak, Afghanistan, dan Palestina.
Di antara akar masalah tumbuh suburnya terorisme di negeri ini, antara lain, persoalan kemiskinan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim, mahalnya biaya pendidikan, kecenderungan tokoh Islam yang ingin menjadi politisi sehingga mengabaikan pendidikan umat, dan pendekatan keamanan negeri ini yang kacau balau.
Bantuan pendanaan Arab ke yayasan-yayasan Islam di negeri ini bukan hal baru dan sama sekali tidak menjurus hal yang negatif. Bahkan mungkin sebagian yayasan Islam yang berafiliasi ke NU di daerah juga pernah mendapat bantuan pendanaan dari Arab. Dan hal ini sebagai sebuah kewajaran karena Islam tidak mengenal sekat negara, saling bantu antara sesama umat Islam dunia sudah menjadi ciri khas positif.
Sekali lagi, terorisme adalah momok di negeri ini, dan akhirnya mencoreng wajah Islam. Menjadi tugas besar para tokoh dan ormas Islam untuk memperbaiki akar masalah yang kian rusak itu. Dan bukan menghembuskan hawa saling curiga.
Lagi-lagi, Islam Jadi Objek Pengalihan Isu
Setelah gelapnya kasus teror bom buku yang beberapa waktu lalu telah membuat heboh masyarakat Indonesia, kini muncul isu baru soal bahaya gerakan NII atau Negara Islam Indonesia. Baik bom buku maupun NII, dua-duanya mempunyai satu benang merah: Islam.
Isu teror bom buku menjadikan orang-orang yang dianggap anti Islam sebagai sasaran utama. Dan Ulil Absar Abdallah yang identik sebagai Jaringan Islam Liberal atau JIL di Indonesia diposisikan sebagai simbol utama. Judul buku yang dijadikan alat bom pun ikut-ikutan berwarna sama: Islam.
Saat itu, sempat ada kekhawatiran dari Tim Pembela Muslim bahwa orang-orang yang pernah terlibat dalam konflik Poso akan dijadikan ‘kambing hitam’. Walau konflik itu sudah berlalu sebelas tahun, kekhawatiran itu muncul karena beberapa pejabat keamanan mulai mensinyalir keterlibatan mereka.
Kini, setelah isu teror bom buku berlalu tanpa publik tahu siapa penjahat dan jagoannya, teror berikutnya sudah beredar. Pasca misteri penculikan Laila Febriani atau Lian, publik terus tergiring untuk menyorot sosok menakutkan yang bernama NII.
Padahal, sosok NII boleh jadi sudah menjadi barang usang yang sudah berganti ‘majikan’. Bukan rahasia lagi kalau sejak masa Orde Baru, NII kerap dijadikan alat oleh pihak intelijen yang ditokohi Ali Murtopo dan Beni Murdani untuk pengalihan isu atau sebagai anak tangga kenaikan jabatan.
Di sisi lain, kemunculan sosok menakutkan bernama NII setelah teror bom buku yang sudah membosankan, lebih efektif untuk meredam kalau tidak disebut menyetop laju Islamisasi generasi muda Islam. Kini, para orang tua dihantui sosok seram NII ketika anak-anak mereka mengikuti kajian keislaman di sekolah, kampus, atau tempat kerja mereka.
Sebagai pengalihan isu, kemunculan teror NII hampir bersamaan dengan beberapa isu nasional yang lumayan besar. Dan itu menyangkut pertaruhan kredibilitas pemerintahan saat ini.
Setidaknya, ada tiga isu nasional yang mestinya menjadi sorotan rakyat negeri ini. Pertama, kelambanan pemerintah dalam menyelamatkan dua puluhan warganya dalam penyanderaan perompak Somalia. Negara tidak berdaya menyelamatkan warganya dalam penyanderaan selama hampir satu bulan. Sekali lagi, satu bulan! Padahal di kasus yang sama, negara tetangga Malaysia mampu menyelamatkan warganya hanya dalam waktu hitungan jam saja.
Isu kedua adalah penolakan rakyat terhadap gedung baru DPR. Saat ini, isu tersebut akhirnya mempertanyakan kredibilitas pimpinan DPR yang dinakhodai Demokrat. Anehnya, Presiden Sby yang juga pembina Demokrat seperti tak berdaya menghadapi itu.
Dan isu ketiga adalah temuan Komisi Yudisial atau KY tentang kejanggalan putusan hakim dalam perkara mantan ketua KPK, Antasari Azhar. Di antara kejanggalan itu disebutkan bahwa majelis hakim mengabaikan kesaksian para ahli seputar kasus pembunuhan yang dituduhkan Antasari.
Tak lama lagi, tim kuasa hukum Antasari akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Dan peristiwa ini akan menjadi sorotan menarik tentang siapa sebenarnya di balik kasus Antasari Azhar. Karena publik sudah terlanjur curiga kalau Antasari dijerat kasus lantaran menangkap besan Presiden Sby, Aulia Pohan, dalam kasus tindak pidana korupsi di Bank Indonesia.
Isu teror bom buku menjadikan orang-orang yang dianggap anti Islam sebagai sasaran utama. Dan Ulil Absar Abdallah yang identik sebagai Jaringan Islam Liberal atau JIL di Indonesia diposisikan sebagai simbol utama. Judul buku yang dijadikan alat bom pun ikut-ikutan berwarna sama: Islam.
Saat itu, sempat ada kekhawatiran dari Tim Pembela Muslim bahwa orang-orang yang pernah terlibat dalam konflik Poso akan dijadikan ‘kambing hitam’. Walau konflik itu sudah berlalu sebelas tahun, kekhawatiran itu muncul karena beberapa pejabat keamanan mulai mensinyalir keterlibatan mereka.
Kini, setelah isu teror bom buku berlalu tanpa publik tahu siapa penjahat dan jagoannya, teror berikutnya sudah beredar. Pasca misteri penculikan Laila Febriani atau Lian, publik terus tergiring untuk menyorot sosok menakutkan yang bernama NII.
Padahal, sosok NII boleh jadi sudah menjadi barang usang yang sudah berganti ‘majikan’. Bukan rahasia lagi kalau sejak masa Orde Baru, NII kerap dijadikan alat oleh pihak intelijen yang ditokohi Ali Murtopo dan Beni Murdani untuk pengalihan isu atau sebagai anak tangga kenaikan jabatan.
Di sisi lain, kemunculan sosok menakutkan bernama NII setelah teror bom buku yang sudah membosankan, lebih efektif untuk meredam kalau tidak disebut menyetop laju Islamisasi generasi muda Islam. Kini, para orang tua dihantui sosok seram NII ketika anak-anak mereka mengikuti kajian keislaman di sekolah, kampus, atau tempat kerja mereka.
Sebagai pengalihan isu, kemunculan teror NII hampir bersamaan dengan beberapa isu nasional yang lumayan besar. Dan itu menyangkut pertaruhan kredibilitas pemerintahan saat ini.
Setidaknya, ada tiga isu nasional yang mestinya menjadi sorotan rakyat negeri ini. Pertama, kelambanan pemerintah dalam menyelamatkan dua puluhan warganya dalam penyanderaan perompak Somalia. Negara tidak berdaya menyelamatkan warganya dalam penyanderaan selama hampir satu bulan. Sekali lagi, satu bulan! Padahal di kasus yang sama, negara tetangga Malaysia mampu menyelamatkan warganya hanya dalam waktu hitungan jam saja.
Isu kedua adalah penolakan rakyat terhadap gedung baru DPR. Saat ini, isu tersebut akhirnya mempertanyakan kredibilitas pimpinan DPR yang dinakhodai Demokrat. Anehnya, Presiden Sby yang juga pembina Demokrat seperti tak berdaya menghadapi itu.
Dan isu ketiga adalah temuan Komisi Yudisial atau KY tentang kejanggalan putusan hakim dalam perkara mantan ketua KPK, Antasari Azhar. Di antara kejanggalan itu disebutkan bahwa majelis hakim mengabaikan kesaksian para ahli seputar kasus pembunuhan yang dituduhkan Antasari.
Tak lama lagi, tim kuasa hukum Antasari akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Dan peristiwa ini akan menjadi sorotan menarik tentang siapa sebenarnya di balik kasus Antasari Azhar. Karena publik sudah terlanjur curiga kalau Antasari dijerat kasus lantaran menangkap besan Presiden Sby, Aulia Pohan, dalam kasus tindak pidana korupsi di Bank Indonesia.
Senin, 25 April 2011
Langkah Mengerdilkan Lembaga KPK?
Tidak ada yang lebih ditakuti di negeri ini, kecuali lembaga KPK. Karena, lembaga KPK telah membuat orang-orang yang terhormati dan dihormati, di sanjung-sanjung, dipuja oleh rakyat, kemudian menjadi dina-hina. Mereka yang selalu menggunakan jas, dasi, sepatu mengkilat, dibantu dengan seorang sekretaris, dan mendapat segala fasilitas, tiba-tiba harus hidup dalam 'bui' bersama para maling, perampok, penipu, pembunuh, bandar narkoba, dan para penjahat lainnya.
Karena itu, sekarang orang-orang yang terhormat dan mulia, dan sudah menjadi pesakitan di 'bui', melalui kolega-kolega mereka ingin menjadi KPK seperti macan ompong. Tak lagi bergigi. Tidak lagi dapat memiliki kewenangan yang sifatnya "ekstra ordinary". Mereka akan berusaha bagaimana menjadi KPK ini, sebagai barang pajangan di etalese, yang indah dilihat, tetapi tak ada gunanya. Mungkin menjadi eksesoris yang menarik di era reformasi.
KPK dillahirkan di zaman reformasi, di tengah-tengah keputusaaan rakyat yang melihat makhluk yang lebih jahat dibandingkan dengan 'predator', yang melahap apa saja dan siapa saja. KPK merupakan produk tuntutan rakyat yang menginginkan terwujudnya sebuah 'good governance', yang sampai sekarang masih sebuah mimpi.
Cara Mengatasi Israaf : Selalu Mengingat Tabiat Jalan Dakwah
Selalu Memperhatikan Perjalanan Hidup Salaf :
Para salaf umat ini terdiri atas para sahabat yang telah berjihad da para ulama yang aktif. Mereka telah berqudwah kepada Rasulullah shallahu alaihi wa sallam. Kehidupan mereka sederhana dan tidak menginginkan dunia kecuali menjadikannya sebagai jembatan yang akan mengantarkan mereka ke akhirat. Diriwayatkan pada suatu hari ketika Umar bin Khattab ra mendatangi putranya, beliau melihat sepotong daging milik kputranya. Umar ra lalu bertanya, "Daging apakah ini?". Putranya menjawab, "Aku menginginkannya". Kemudian Umar bertanya lagi, "Apakah setiap yang engkau inginkan, engkau senantiasa memakannya?", tanya Umar. Cukuplah seseorang bersikap boros, seandainya ia memakan semua yang ia sukai". (Kitab Hayatu ash Shahabat).
Dalam kita yang lain disebutkan bahwa ketika Abu Bakar ra menderita sakit pada akhir hayatnya, Salman al-Farisi ra mendatanginya dan berkata, "Berwasiatlah kepadaku, wahai khalifah Rasulullah shallahu alaihi wa sallam". Maka Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya Allah telah membuka dunia untuk kalian mengambilnya kecuali secukupnya". (Hayatu ash Shahabah).
Sa'ad bin Abi Waqqas ra pernah mengirim sepucuk surat untuk Khalifah bin Khattab ra ketika ia menjad gubernurdi Kufah. Isinya, dia meminta izin mendirikan rumah bagi tempat tinggalnya. Umar ra membalas suratnya dengan mengatakan, "Bangunan lah apa yang dapat melindungimu dari sinar matahari dan memeliharamu dari hujan. Sesungguhnya dunia ini hanyalah sarana belaka". (Hayatus ash Shahabah).
Memutuskan Hubungan Dengan Orang-Orang Yang Boros.
Dengan memutuskan hubungan atau tidak menjalin persahabatan dengan orang-orang yang berperilaku israaf, maka kita akan terhindar dari pengaruh buruknya. Sedangkan menjalin hubungan dengan orang-orang yang berjiwa besar atau memiliki semangat tinggi, yang dapat menampik kemewahan dunia dan melandasi semua aspek hidupnya dengan prinsip kemuliaan dan kehormatan berdasarkan Ilahi, serta yang senantiasa berusaha melaksanakan hukum-hukum-Nya diatas bumi ini, maka akan mampu mengusir semua fenomena boros, sikap menuntut, dan berleha-leha. Bahkan akan mampu menjauhkan diri untuk tidak terperangkap pada jeratannya.
Meningkatkan Perhatian Terhadap Pembinaan Pribadi, Isteri, dan Anak.
Hal tersebut juga akan mampu menundukkan semua fenomena kemewahan serta kita terhindar dari jebakannya. Bahkan akan dapat menolong kita untuk menjalani sikap tegar tatkala harus menghadapi duri-duri dan kesulitan dalam perjalanan hidup, sampai kita dikembalikan kepada Allah dan menikmati ketenangan, kenikmatan, dan keabadian di sana (akhirat).
Senantiasa Mengikuti Keadaan Yang Tengah Dilewati Umat Manusia dan Kaum Muslimin.
Keadaan ini dapat membantu jiwa dalam membebaskan diri dari sikap israaf, bahkan akan mampu membatasi diri untuk tidak mengecap kenikmatan dan kelezatan dalam kehidupan ini, sehingga kita dapat tetap pada manhaj Allah dan kebesaran panji-panji Islam pun akan dapat terangkat kembali.
Selalu Bertafakur Tentang Kematian serta Kepedian dan Kengerian Yang Terjadinya Sesudahnya.
Hal ini dapat menolong kita untuk menolak gejala israaf dan kemewahan duniawi serta menghalanginya untuk tidak terperosok ke dalamnya. Selain itu juga, sebagai persiapan akan saat kematian dan kelak waktu bertemu dengan Sang Pencipta.
Mengingat Tabiat Jalan Dakwah.
Tabiat jalan dakwah berupa kelelahan, kesakitan, serta keperihan yang ada didalamnya. Kemudian jalan tersebut tidak dapat dilalui dengan sikap boros, santai, dan bermewah-mewah, tetapi harus dengan jalan kesulitan, kekurangan, dan kepayahan. Semua itu mempunyai peranan yang besar dalam memarangi sikap israaf, perjuangan melawan nafsu, dan kemampuan dalam menembus dan melangkahkan kaki pada kendala dan aral yang menghalangi perjalanan dakwah kita. Wallahu'alam.
Dalam kita yang lain disebutkan bahwa ketika Abu Bakar ra menderita sakit pada akhir hayatnya, Salman al-Farisi ra mendatanginya dan berkata, "Berwasiatlah kepadaku, wahai khalifah Rasulullah shallahu alaihi wa sallam". Maka Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya Allah telah membuka dunia untuk kalian mengambilnya kecuali secukupnya". (Hayatu ash Shahabah).
Sa'ad bin Abi Waqqas ra pernah mengirim sepucuk surat untuk Khalifah bin Khattab ra ketika ia menjad gubernurdi Kufah. Isinya, dia meminta izin mendirikan rumah bagi tempat tinggalnya. Umar ra membalas suratnya dengan mengatakan, "Bangunan lah apa yang dapat melindungimu dari sinar matahari dan memeliharamu dari hujan. Sesungguhnya dunia ini hanyalah sarana belaka". (Hayatus ash Shahabah).
Memutuskan Hubungan Dengan Orang-Orang Yang Boros.
Dengan memutuskan hubungan atau tidak menjalin persahabatan dengan orang-orang yang berperilaku israaf, maka kita akan terhindar dari pengaruh buruknya. Sedangkan menjalin hubungan dengan orang-orang yang berjiwa besar atau memiliki semangat tinggi, yang dapat menampik kemewahan dunia dan melandasi semua aspek hidupnya dengan prinsip kemuliaan dan kehormatan berdasarkan Ilahi, serta yang senantiasa berusaha melaksanakan hukum-hukum-Nya diatas bumi ini, maka akan mampu mengusir semua fenomena boros, sikap menuntut, dan berleha-leha. Bahkan akan mampu menjauhkan diri untuk tidak terperangkap pada jeratannya.
Meningkatkan Perhatian Terhadap Pembinaan Pribadi, Isteri, dan Anak.
Hal tersebut juga akan mampu menundukkan semua fenomena kemewahan serta kita terhindar dari jebakannya. Bahkan akan dapat menolong kita untuk menjalani sikap tegar tatkala harus menghadapi duri-duri dan kesulitan dalam perjalanan hidup, sampai kita dikembalikan kepada Allah dan menikmati ketenangan, kenikmatan, dan keabadian di sana (akhirat).
Senantiasa Mengikuti Keadaan Yang Tengah Dilewati Umat Manusia dan Kaum Muslimin.
Keadaan ini dapat membantu jiwa dalam membebaskan diri dari sikap israaf, bahkan akan mampu membatasi diri untuk tidak mengecap kenikmatan dan kelezatan dalam kehidupan ini, sehingga kita dapat tetap pada manhaj Allah dan kebesaran panji-panji Islam pun akan dapat terangkat kembali.
Selalu Bertafakur Tentang Kematian serta Kepedian dan Kengerian Yang Terjadinya Sesudahnya.
Hal ini dapat menolong kita untuk menolak gejala israaf dan kemewahan duniawi serta menghalanginya untuk tidak terperosok ke dalamnya. Selain itu juga, sebagai persiapan akan saat kematian dan kelak waktu bertemu dengan Sang Pencipta.
Mengingat Tabiat Jalan Dakwah.
Tabiat jalan dakwah berupa kelelahan, kesakitan, serta keperihan yang ada didalamnya. Kemudian jalan tersebut tidak dapat dilalui dengan sikap boros, santai, dan bermewah-mewah, tetapi harus dengan jalan kesulitan, kekurangan, dan kepayahan. Semua itu mempunyai peranan yang besar dalam memarangi sikap israaf, perjuangan melawan nafsu, dan kemampuan dalam menembus dan melangkahkan kaki pada kendala dan aral yang menghalangi perjalanan dakwah kita. Wallahu'alam.
Kamis, 14 April 2011
CEKUNGAN BANGGAI ( BANGGAI BASIN )
Oleh :
Freddie Wira A. (140710070038), Adrie Wiranata (140710070042), Rifki Asrul Sani (140710070075), Sandy Tirta S. (140710070091), Aji Wibowo (140710077003)
Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran
2010
Disusun guna memenuhi salah satu tugas matakuliah Stratigrafi Indonesia
PENDAHULUAN
Banggai Sula Mikrocontinent merupakan bagian dari lempeng benua Australia-New Guinea yang terlepas selama zaman Mesozoik akhir. Hal ini didukung dengan adanya kesamaan dalam stratigrafi Pra-Cretaceous berada diatas basement Paleozoic granitic dan metamorphic. Selama periode Miosen hingga Pliosen, Mikrocontinent bertubrukan dengan lempeng Asiatic menghasilkan obduction kearah timur dari ophiolite di Timurlaut Sulawesi.
GEOLOGI REGIONAL
1. Kerangka Tektonik
Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba diterapkan di Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila disebut : post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). Eksplorasi hidrokarbon di wilayah Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi escape tectonics di Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh jalur sesar-lipatan yang ketat, sementara hasil escape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar mendatar regional, sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.
Awang H. Satyana (2007) mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda (Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping), Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.
Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa sesar-sesar mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan. Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara (termasuk di dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan Akimeugah di selatan zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan untuk mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.
Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong, Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonics pascabenturan. Cekungan Bintuni yang terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai akibat post-collision extensional structure.
Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka cekungan-cekungan koyakan (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-danau Poso, Matano, Towuti juga Depresi Palu.
Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilaya Seram, jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini adalah manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan orientasi Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta pembukaan Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape tectonics pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapse yang mengikuti arc-continent collision. Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic escapes adalah gejala dan proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti Indonesia. Konsep escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk pemahaman bagaimana benua terbangun dan terpotong-potong.
Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Australia Utara – New Guinea. Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Banggai-Sula terpisah dan bergerak kearah barat Lempeng Asia. Periode extensional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi klastika jurasik dari daratan ke laut dangkal yang berada diatas anoxic shale laut dalam. Secara utama proses sedimentasi passive margin terjadi dalam Cretaceous hingga Tersier selama pergerakannya kearah barat.
Collision dari Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen Tengah hingga Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi ophiolite, sedang ditekan menuju timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula. Episode compressive merupakan hal yang mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan Taliabu. Mengikuti aktivitas pensesaran dan pengangkatan dari Sulawesi timus, kearah timur dihubungkan dengan pengendapan molasses yang dimulai pada Pliosen awal. Sedimen molasses pada periode Pliosen dan Pleistosen, mengalami progradasi kearah timur mengisi area cekungan hingga ke bagian barat pulau Peleng.
Paleogen dan Neogen
Paleogen dan Neogen merupakan bagian dari Zaman Tersier (70-2 juta tahun yang lalu), dengan Paleogen yang terdiri atas Paleosen, Eosen dan Oligosen dan Neogen yang terdiri atas Miosen dan Pliosen. Tiap zamannya memiliki karakteristik, baik dari unsur kehidupan, cekungan sedimen, pengisi cekungan sedimen hingga aktivitas tektonik yang berlangsung pada zamannya. Kondisi pada awal Paleogen merupakan kondisi dimana terbentuknya awal dari sebuah cekungan, mulai ada suplai sedimen yang mengisi cekungan yang umumnya disebut dengan cekungan pra-Tersier. Kondisi awal cekungan, untuk di daerah fore-arc atau sepanjang zona tumbukan kerak samudera (Samudera HIndia) dan kerak benua (Indo-Asia) berupa laut tengah hingga dalam (zona batial) hingga terendapkan batulempung hingga batupasir halus. Contohnya yang terjadi pada daerah Banjarnegara - Purbalingga, dimana pada Paleogen Akhir merupakan laut dalam yang dipengaruhi kegiatan tektonik aktif sehingga terjadi longsoran-longsoran bawah laut yang mengakibatkan terjadinya endapan turbidit Formasi Worawari. Pada akhir Paleogen Atas terjadi pula longsoran-longsoran yang mengakibatkan terbentuknya endapan olistostrom Formasi Worawari yang tersusun oleh matriks lempung dan bongkah-bongkah batugamping numulit, batupasir kasar - sangat kasar, serta konglomerat. Setelah itu pada umur N3 terjadi pengangkatan yang diikuti oleh pendangkalan dan akhirnya diikuti proses erosi. Sebagai akibatnya terjadi rumpang umur antara Formasi Worawari yang paling muda berumur N2 dengan Formasi Merawu yang berumur paling tua N4.
Selama fase peregangan (Eosen-Oligosen), arah peregangan berarah timur laut - barat daya, Kemudian pada permukaan Neogen (Oligo-Miosen), jalur penujaman baru terbentuk di selatan Jawa dan menerus hingga sekarang serta menghasilkan sistem sesar naik yang dimulai dari selatan (Cileuteuh) bergerak semakin muda ke utara, sesuai dengan yang dikenal dengan thrust fold belt system. Sistem sesar naik yang mempunyai pola barat timur ini ditemukan pada daerah jalur selatan dari cekungan Jawa Barat Utara.
Bukti pendukung interpretasi yang menyatakan bahwa cekungan tersebut pada awalnya bukan merupakan back-arc basin adalah adanya arah peregangan dari rifting di Jawa Barat Utara hampir tegak lurus dengan arah zona tumbukan (subduction zone) saat ini.
Gambar 1. Cekungan Jawa Barat Utara
Berdasarkan kondisi geologi dan geofisika, tektonik Neogen Indonesia terbagi menjadi 6 (enam) bagian orogen (Gambar 1), yakni: Sunda, Barisan, Talaut, Sulawesi, Banda, dan Melanesia.
Gambar 2. Pembagian Tektonika Neogen Wilayah Indonesia.
Orogen Sunda pada daerah ini mempengaruhi Jawa dan Nusa Tenggara Barat. Pada orogen ini Lempeng Samudra Lautan Hindia menunjam di bawah ujung selatan Lempeng Benua Asia Tenggara dengan kecepatan sekitar 7cm/tahun. Sistem subduksi ini menghasilkan busur gunung api sepanjang Jawa dan Nusa Tenggara. Di belakang busur gunung api ini (di Laut Jawa) terbentuk cekungan sedimen yang dikenal mempunyai kandungan minyak dan gas bumi. Orogen ini juga mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar regional yang memanjang barat-timur di bagian utara P. Jawa dan menerus sampai di utara P. Flores. Orogen Barisan Orogen Barisan, yang dimulai pada Akhir Neogen, menyebabkan sistem subduksi, dimana Lempeng Samodra Hindia menunjam di bawah Lempeng Benua Asia Tenggara dengan kecepatan 7cm/tahun. Subduksi mencong (oblique) 50o-65o ini membentuk busur gunung api Bukit Barisan sepanjang Pulau Sumatra. Sistem subduksi ini juga membentuk tiga cekungan besar Sumatra yang mempunyai cadangan minyak dan gas bumi besar; yakni Cekungan Sumatra Selatan, Cekungan Sumatra Tengah dan Cekungan Sumatra Utara. Di samping itu beberapa cekungan sedimen juga terbentuk di depan busur gunung api.
Rabu, 13 April 2011
Kamis, 14 April 2011
Bismillah,,,
Dengan menyebut nama Allah Yang Agung, Tuhan semesta alam yang tiada tandingannya. Hari ini kembali memunculkan titik tolak peradaban dalam kehidupan manusia, dan menjadi kekuatan tersendiri bagi pribadi seorang muslim untuk menjadi lebih tangguh dan tidak kalah oleh keadaan yang menimpanya. Dan pada hari ini pula dimulai setelah sekian lama terlarut dengan berbagai amanah yang membuat kesibukan berarti itu terasa sebuah beban,Ya Rabb... hamba-Mu memohon perlindungan dari kelemahan iman serta penyakit hati yang semakin merebak di kalangan umat islam saat ini.
Sudah cukup banyak buku yang dibaca, mulai dari mata kuliah, dakwah, masalah, motivasi, sejarah dan lain sebagainya. Hanya untuk satu alasan... Bersyukur atas segala nikmat yang Dia berikan untukku sebagai hamab-Nya yang senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Wahai umat islam bersatulah... hal ini sebenarnya merupakan refleksi dari nilai "Ukhuwah" yang menjamin terjadinya pesatuan umat islam semasa Rasulullah SAW hingga tergulingnya kekhalifahan Turki Utsmani. Dan begitu banyak perbedaan Fikrah hingga munculnya berbagai Harakah yang mengusung nilai-nilai islami namun pada akhirnya malah berbangga diri dengan golongannya masing-masing. Sungguh ironis sekali keadaan umat ini... dan saking banyaknya Harakah, pada akhirnya masyarakat awam yang tidak mengerti islam secara kaffah kebingungan untuk menentukan visi hidup seorang muslim karena mereka hanya mengenal islam melalui lingkungan atau secara turun-temurun tanpa mau mengkaji berbagai dalil yang mereka dengar dari para mubaligh.
"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat." (Q.S. Al-An'am ayat 159)
Dari Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu berkata, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan kalian membeli suatu barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Alloh yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, tidak layak untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan acuh kepadanya. Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Haram bagi seorang muslim dari muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan harga dirinya” (HR. Muslim)
Wahai saudara-saudaraku... renungkanlah makna sebuah ayat suci Al-Qur'an dan hadist diatas!!! Apakah benar kita sudah menanamkan ukhuwah diantara sesama muslim...?! Apakah benar kita masih menyimpan perasaan bangga dengan golongan masing-masing...??? Masihkah ada diantara kita yang begitu mudah menghina, mencaci-maki, hingga menggunjing Harakah diluar kita...?! Sungguh biadab rasanya apabila masih saja ada segelintir atau bahkan sekelompok orang atau bahkan sebuah Harakah menghujat Harakah lain karena perbedaan prinsip atau malah ketika suatu Harakah maupun kelompok terkena isu miring atau memang benar telah melakukan kesalahan...
Wahai pengusung dakwah dan penyeru perubahan...!!! Pernahkah kiranya dirimu bermuhasabah atas segala perbuatan yang pernah dilakukan, opini yang pernah terucap, sikap yang pernah dilakukan atau apapun yang menyatakan bahwa dirimu adalah orang yang benar dan yang lain salah..?! Sehingga ketika para pengemban dakwah lain sedang menyeru hatimu mulai memunculkan sikap dengki...?! Na'udzubillah...
Cukuplah kiranya tulisan kecil ini menggugah hati-hati kita untuk terhindar dari berbagai macam penyakit yang ada di dalamnya, mengutamakan persatuan diatas perbedaan, mementingkan budaya tabayyun ketimbang opini publik, serta segala hal yang membuat kaum-kaum penyembah Taghut menjadi gentar karena persatuan diantara umat islam... Wallahu'alam bisshawab...
Senin, 11 April 2011
Menggapai Hidayah
Nuri Saraswati, seorang gadis 16 tahun yang beranjak memasuki gerbang SMU disalah satu kota besar di Jawa Timur. Berperawakan sedang, berwajah manis, supel dan ceria menjadi karakternya, hingga tidak mengherankan jika banyak temannya. Sebut saja Septiawati atau biasa dipanggil Tia dan satu lagi temannya yang paling konyol dan selalu ngocol di manapun berada siapa lagi kalau bukan Cahyaningrum, lebih suka kalau dipanggil Chaca (katanya sih biar lebih kerenan dikit).
Mereka bertiga sahabat mulai SMP dulu dan tetap berlanjut sampai SMU kini, karena dulu ketiganya sepakat untuk mengambil pilihan sekolah yang sama, biar teus terjaga kekompakannya. Di antara mereka bertiga Nurilah yang paling disegani karena selain dari keluarga yang berada, pandai dan berwajah cantik di antara kedua sahabatnya itu.
Pelajaran sekolah saat itu masih belum berjalan karena masih dilaksanakannya masa orientasi untuk siswa baru. Orientasi siswa atau yang sering disebut OSPEK inilah yang paling ditunggu oleh kakak senior untuk menunjukkan ke’senior’annya di hadapan mereka-mereka yang masih yunior. Dengan segala tingkah polah yang dibuat-buat mereka selalu memanfaatkan momen ini untuk melakukan semua yang diinginkannya. Seperti yang dijumpai ketiga sahabat ketika waktu istirahat tiba.
“Aduh, kayaknya kita harus cari tanda tangan panitia OSPEK lagi deh. Kalau tidak pasti kita kena damprat lagi. Kemarin aja aku harus bernyanyi Bintang Kecil yang hurufnya diganti o karena gak dapet tanda tangan secara lengkap,” gerutu Tia pada kedua sahabatnya.
“Ya udah kita cari tanda tangan ke mereka yuk…! Itu di sana ada Kak Andra yang sedang dikerubungi teman-teman,” ajak Nuri pada keduanya. Kompak mereka menjawab “Ayuk …!” sambil berlari kecil menuju ke seseorang yang banyak dikerubungi siswa berseragam putih biru dengan rambut kepang 2 dan pita merah putih.
“Kak Andra boleh minta tanda tangannya, ya…” rajuk Chaca pada seseorang dihadapannya. “Sangat boleh adik-adikku, tapi ada syaratnya,” jawab Andra dengan gaya sok jaim (jaga image). “Kok pakai syarat-syarat segala sih padahal tadi banyak teman yang langsung dapat lho…” bela Tia tak mau kalah. “Ya sudah kalau gak mau siapa juga yang butuh, kan bukan aku,” katanya lagi membela diri. ”Iya-iya kita mau syaratnya apaan sih?” katanya Chaca dengan sedikit kesal.
”Kalian bertiga harus nyanyi lagunya Evie Tamala yang judulnya Selamat Malam itu sambil berjoget!” kata Andra dengan gaya pemimpin pada bawahannya. “Apa sambil berjoget, kalau itu kami gak mau,” bela Nuri yang sedari tadi bungkam. ”Lagian ngasih syarat gak ada manfaatnya sama sekali, kerenan dikit seperti baca puisi misalnya,” lanjut Nuri. “Kalian ini mempersulit diri sendiri ya, kalau gak mau jalanin syaratku pergi sana,” bentak Andra kasar pada ketiganya.
“Oke-oke kita mau kok jalanin syarat kakak itu,” kata Tia dan Chaca bebarengan karena takut dengan bentakan Andra barusan itu. “Kalian apa-apaan sih, pokoknya aku tetap gak mau ngejalanin, titik!” Nuri tetap keukeuh pada prinsipnya. Bisa ditebak adegan berikutnya Tia dan Chaca nyanyi lagu Selamat Malamnya Mbak Evie dengan suara ngepas banget dan joget ala kadarnya, kecuali Nuri yang tetap berdiri layaknya patung melihat kedua sahabatnya itu berlaku konyol. Akhirnya Andra memberikan tanda tangannya pada Chaca dan Tia, tiba giliran Nuri meminta Andra gak mau ngasih tanda tangan karena belum melaksanakan syarat yang telah diajukan. Nuri tentu saja kesal dengan sikap arogan dan senioritas panitia cowok satu ini, akhirnya Nuri memberi jalan tengah.
“Begini saja Kak Andra saya akan berdeklamasi puisi saja, karena saya memang tidak punya bakat seperti kedua teman saya tadi,” solusi Nuri. “Baiklah nona manis karena kau, aku akan menuruti permintaanmu kali ini,” jawab Andra. Belum satu bait puisi dibacakannya bel tanda masuk berbunyi, semua anak-anak berhamburan menuju ke kelasnya masing-masing. Akhirnya dengan berat hati Andra pun memberi tanda tangannya pada Nuri untuk merampungkan pekerjaannya yang tertunda. Nuri tak henti-hentinya bersyukur dan mengucap hamdalah karena hukumannya tidak bisa dijalankan secara optimal.
Hari-hari melelahkan OSPEK akhirnya telah dilalui oleh semua siswa baru, begitu juga dengan Nuri, Tia maupun Chaca. Mereka merasa senang dan lega sekali karena bisa mengenakan seragam baru SMUnya serta pertama kali menerima pelajaran SMU yang sudah lama ditunggunya. Hari-hari mereka selalu diwarnai dengan tawa, canda dan kegembiraan layaknya sebagai siswa baru yang menikmati indahnya masa SMU. Pada suatu hari ketika mereka bertiga di kantin berpapasan dengan Andra siswa kelas 2 yang dulu pernah menghukum mereka saat OSPEK.
“Hai adik-adik masih ingat aku khan!” sapa Andra sok akrab. Nuri dan Tia tidak terlalu menanggapinya, tetapi Chaca malah membalas “Tentu saja masih ingat dong Kak Andra”. Tentu saja kedua sahabatnya itu geram dan lekas menarik tangan Chaca untuk segera meninggalkan tempat itu. Sambil kebingungan Chaca menuruti saja ajakan kedua temannya itu. Tia menasehati “Cha, kamu jangan terlalu lugu dong, Kak Andra kan hanya berbasa-basi saja selain itu dengar-dengan Kak Andra itu suka mainin cewek lho…!”, “Masak sih…” sanggah Chaca dengan wajah tak mengerti. Nuri menengahi “Sudah-sudah jangan suudzon aja sama orang, masuk kelas yuk bel dah bunyi tuh!” Mereka akhirnya berpencar menuju kelasnya masing-masing.
Diam-diam Andra ternyata mengagumi kecantikan dan kepandaian Nuri, untuk itu mulailah tahap pe-de-ka-tenya dilancarkan. “Nuri, dapat salam tuh dari Kak Andra kelas 2 katanya kapan bsa main ke rumahmu,” kata Sissy teman sekelasnya. Mendengar itu Nuri tentu saja hanya bisa berbengong ria dan memerah wajahnya menahan malu karena teman-temannya banyak yang mendengar hal itu. Tetapi langsung dikendalikan hatinya dan dengan kalem menjawab “Walaikum salam warahmatullah,” katanya. Andra tidak berhenti diditu saja tetapi juga melancarkan pendekatannya langsung ketika pulang sekolah pada Nuri yang sedang diincarnya. Nuri yang berkomitmen tidak akan berpacaran dulu selagi masih sekolah tentu saja menolak dengan halus setiap kali Andra selalu mendekatinya.
Lambat laun Andra capek juga menghadapi Nuri yang sulit untuk didekati apalagi dijadikan pacar sekiannya. Dengar-dengar Andra akhirnya memilih Sissy yang memang sejak dulu kecentilan naksir Andra. Nuri sendiri beberapa hari ini disibukkan dengan kegiatan organisasi yang diikutinya, seperti OSIS, KIR dan PMR. Aisyah, muslimah berjilbab yang aktif di organisasi keIslaman mulai mendekati Nuri dan teman-temannya untuk diajak mengikuti segala kegiatan, seperti mentoring, kajian, atau belajar Al-Qur’an. Nuri dan teman-temannya tentu saja tak pernah menolak ajakan itu, karena mereka berprinsip segala kegiatan positif yang dilakukan pasti akan membawa manfaat. Nuri mulai rutin dan sering aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan BDM sekolahnya, tidak begitu dengan kedua temannya yang lebih mementingkan kegiatan di KIR atau PMR.
Seringnya mendengar kajian tentang batas pergaulan seorang laki-laki dan wanita dalam Islam dan kewajiban seorang wanita yang telah akil baligh untuk menutup auratnya, membuat Nuri merenung dan berpikir mendalam. Setelah berpikir matang-matang akhirnya Nuri mulai memantapkan keinginannya untuk mengenakan jilbab. Alhamdulillah Ayah dan Ibunya tidak berkeberatan tentang niat dan keinginannya kala itu untuk segera menutup auratnya.
Mulailah pada hari Senin berikutnya Nuri resmi memakai jilbab dan memperlihatkannya ke semua penghuni sekolah. Tentu saja yang paling kaget saat itu adalah Tia dan Chaca sahabat terdekatnya karena keduanya belum tahu mengenai keinginan untuk menutup aurat. Beda dengan teman-teman baru Nuri di BDM semuanya sibuk mencium dan mendoakan Nuri, seperti yang dilakukan Aisyah saat itu, “Selamat datang ukhti sayangku, semoga tetap istiqomah ya…” Nuri hanya tersenyum saja karena sebagian istilah yang tidak begitu dipahaminya.
Nuri telah menggapai hidayah yang diberikan dan dianugrahkan Allah kepadanya. Dan Nuripun berjanji senantiasa akan terus memupuk dan menyirami benih-benih hidayah di hatinya agar bersemi selalu.
By: Nabila Fatmawati Semoga benih-benih di hatiku juga senatiasa mekar selamanya…
Pelajaran sekolah saat itu masih belum berjalan karena masih dilaksanakannya masa orientasi untuk siswa baru. Orientasi siswa atau yang sering disebut OSPEK inilah yang paling ditunggu oleh kakak senior untuk menunjukkan ke’senior’annya di hadapan mereka-mereka yang masih yunior. Dengan segala tingkah polah yang dibuat-buat mereka selalu memanfaatkan momen ini untuk melakukan semua yang diinginkannya. Seperti yang dijumpai ketiga sahabat ketika waktu istirahat tiba.
“Aduh, kayaknya kita harus cari tanda tangan panitia OSPEK lagi deh. Kalau tidak pasti kita kena damprat lagi. Kemarin aja aku harus bernyanyi Bintang Kecil yang hurufnya diganti o karena gak dapet tanda tangan secara lengkap,” gerutu Tia pada kedua sahabatnya.
“Ya udah kita cari tanda tangan ke mereka yuk…! Itu di sana ada Kak Andra yang sedang dikerubungi teman-teman,” ajak Nuri pada keduanya. Kompak mereka menjawab “Ayuk …!” sambil berlari kecil menuju ke seseorang yang banyak dikerubungi siswa berseragam putih biru dengan rambut kepang 2 dan pita merah putih.
“Kak Andra boleh minta tanda tangannya, ya…” rajuk Chaca pada seseorang dihadapannya. “Sangat boleh adik-adikku, tapi ada syaratnya,” jawab Andra dengan gaya sok jaim (jaga image). “Kok pakai syarat-syarat segala sih padahal tadi banyak teman yang langsung dapat lho…” bela Tia tak mau kalah. “Ya sudah kalau gak mau siapa juga yang butuh, kan bukan aku,” katanya lagi membela diri. ”Iya-iya kita mau syaratnya apaan sih?” katanya Chaca dengan sedikit kesal.
”Kalian bertiga harus nyanyi lagunya Evie Tamala yang judulnya Selamat Malam itu sambil berjoget!” kata Andra dengan gaya pemimpin pada bawahannya. “Apa sambil berjoget, kalau itu kami gak mau,” bela Nuri yang sedari tadi bungkam. ”Lagian ngasih syarat gak ada manfaatnya sama sekali, kerenan dikit seperti baca puisi misalnya,” lanjut Nuri. “Kalian ini mempersulit diri sendiri ya, kalau gak mau jalanin syaratku pergi sana,” bentak Andra kasar pada ketiganya.
“Oke-oke kita mau kok jalanin syarat kakak itu,” kata Tia dan Chaca bebarengan karena takut dengan bentakan Andra barusan itu. “Kalian apa-apaan sih, pokoknya aku tetap gak mau ngejalanin, titik!” Nuri tetap keukeuh pada prinsipnya. Bisa ditebak adegan berikutnya Tia dan Chaca nyanyi lagu Selamat Malamnya Mbak Evie dengan suara ngepas banget dan joget ala kadarnya, kecuali Nuri yang tetap berdiri layaknya patung melihat kedua sahabatnya itu berlaku konyol. Akhirnya Andra memberikan tanda tangannya pada Chaca dan Tia, tiba giliran Nuri meminta Andra gak mau ngasih tanda tangan karena belum melaksanakan syarat yang telah diajukan. Nuri tentu saja kesal dengan sikap arogan dan senioritas panitia cowok satu ini, akhirnya Nuri memberi jalan tengah.
“Begini saja Kak Andra saya akan berdeklamasi puisi saja, karena saya memang tidak punya bakat seperti kedua teman saya tadi,” solusi Nuri. “Baiklah nona manis karena kau, aku akan menuruti permintaanmu kali ini,” jawab Andra. Belum satu bait puisi dibacakannya bel tanda masuk berbunyi, semua anak-anak berhamburan menuju ke kelasnya masing-masing. Akhirnya dengan berat hati Andra pun memberi tanda tangannya pada Nuri untuk merampungkan pekerjaannya yang tertunda. Nuri tak henti-hentinya bersyukur dan mengucap hamdalah karena hukumannya tidak bisa dijalankan secara optimal.
Hari-hari melelahkan OSPEK akhirnya telah dilalui oleh semua siswa baru, begitu juga dengan Nuri, Tia maupun Chaca. Mereka merasa senang dan lega sekali karena bisa mengenakan seragam baru SMUnya serta pertama kali menerima pelajaran SMU yang sudah lama ditunggunya. Hari-hari mereka selalu diwarnai dengan tawa, canda dan kegembiraan layaknya sebagai siswa baru yang menikmati indahnya masa SMU. Pada suatu hari ketika mereka bertiga di kantin berpapasan dengan Andra siswa kelas 2 yang dulu pernah menghukum mereka saat OSPEK.
“Hai adik-adik masih ingat aku khan!” sapa Andra sok akrab. Nuri dan Tia tidak terlalu menanggapinya, tetapi Chaca malah membalas “Tentu saja masih ingat dong Kak Andra”. Tentu saja kedua sahabatnya itu geram dan lekas menarik tangan Chaca untuk segera meninggalkan tempat itu. Sambil kebingungan Chaca menuruti saja ajakan kedua temannya itu. Tia menasehati “Cha, kamu jangan terlalu lugu dong, Kak Andra kan hanya berbasa-basi saja selain itu dengar-dengan Kak Andra itu suka mainin cewek lho…!”, “Masak sih…” sanggah Chaca dengan wajah tak mengerti. Nuri menengahi “Sudah-sudah jangan suudzon aja sama orang, masuk kelas yuk bel dah bunyi tuh!” Mereka akhirnya berpencar menuju kelasnya masing-masing.
Diam-diam Andra ternyata mengagumi kecantikan dan kepandaian Nuri, untuk itu mulailah tahap pe-de-ka-tenya dilancarkan. “Nuri, dapat salam tuh dari Kak Andra kelas 2 katanya kapan bsa main ke rumahmu,” kata Sissy teman sekelasnya. Mendengar itu Nuri tentu saja hanya bisa berbengong ria dan memerah wajahnya menahan malu karena teman-temannya banyak yang mendengar hal itu. Tetapi langsung dikendalikan hatinya dan dengan kalem menjawab “Walaikum salam warahmatullah,” katanya. Andra tidak berhenti diditu saja tetapi juga melancarkan pendekatannya langsung ketika pulang sekolah pada Nuri yang sedang diincarnya. Nuri yang berkomitmen tidak akan berpacaran dulu selagi masih sekolah tentu saja menolak dengan halus setiap kali Andra selalu mendekatinya.
Lambat laun Andra capek juga menghadapi Nuri yang sulit untuk didekati apalagi dijadikan pacar sekiannya. Dengar-dengar Andra akhirnya memilih Sissy yang memang sejak dulu kecentilan naksir Andra. Nuri sendiri beberapa hari ini disibukkan dengan kegiatan organisasi yang diikutinya, seperti OSIS, KIR dan PMR. Aisyah, muslimah berjilbab yang aktif di organisasi keIslaman mulai mendekati Nuri dan teman-temannya untuk diajak mengikuti segala kegiatan, seperti mentoring, kajian, atau belajar Al-Qur’an. Nuri dan teman-temannya tentu saja tak pernah menolak ajakan itu, karena mereka berprinsip segala kegiatan positif yang dilakukan pasti akan membawa manfaat. Nuri mulai rutin dan sering aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan BDM sekolahnya, tidak begitu dengan kedua temannya yang lebih mementingkan kegiatan di KIR atau PMR.
Seringnya mendengar kajian tentang batas pergaulan seorang laki-laki dan wanita dalam Islam dan kewajiban seorang wanita yang telah akil baligh untuk menutup auratnya, membuat Nuri merenung dan berpikir mendalam. Setelah berpikir matang-matang akhirnya Nuri mulai memantapkan keinginannya untuk mengenakan jilbab. Alhamdulillah Ayah dan Ibunya tidak berkeberatan tentang niat dan keinginannya kala itu untuk segera menutup auratnya.
Mulailah pada hari Senin berikutnya Nuri resmi memakai jilbab dan memperlihatkannya ke semua penghuni sekolah. Tentu saja yang paling kaget saat itu adalah Tia dan Chaca sahabat terdekatnya karena keduanya belum tahu mengenai keinginan untuk menutup aurat. Beda dengan teman-teman baru Nuri di BDM semuanya sibuk mencium dan mendoakan Nuri, seperti yang dilakukan Aisyah saat itu, “Selamat datang ukhti sayangku, semoga tetap istiqomah ya…” Nuri hanya tersenyum saja karena sebagian istilah yang tidak begitu dipahaminya.
Nuri telah menggapai hidayah yang diberikan dan dianugrahkan Allah kepadanya. Dan Nuripun berjanji senantiasa akan terus memupuk dan menyirami benih-benih hidayah di hatinya agar bersemi selalu.
By: Nabila Fatmawati Semoga benih-benih di hatiku juga senatiasa mekar selamanya…
Hubungan Jarak Jauh
Oleh bidadari_Azzam
Bukannya mengompori untuk bertambah khawatir, namun tulisan ini bermaksud mengingatkan pada diri sendiri untuk senantiasa menjaga tim yang kompak, yaitu keluarga kita nan sakinah. Mencegah adalah selalu lebih baik dari pada mengobati, menjaga izzah keluarga selalu lebih baik dari pada memperbaiki segaris noktah.Cerita tentang Pak Hasan, ikhwan yang sholeh, berkarir bagus namun tetap sederhana dan bersahaja, tapi harus nge-kos sendirian di Jakarta si kota macet. Istrinya punya karir lain di kota tetangga, sekitar 3 atau 4 jam dari Jakarta, sang istri bersama dua anak mereka selalu menjaga keceriaan keluarga, meskipun Pak Hasan hanya bisa berkumpul seminggu sekali atau kadang-kadang hanya tiga kali dalam sebulan.
Yang namanya hubungan jarak jauh, komunikasi yang terjalin pasti tak selengket saat berdekatan. Apalagi kalau masing-masing pihak teramat sibuk, yang kemudian frekuensi jadwal saling telpon atau ‘video-call-an’ juga berkurang. Itulah yang terjadi pada Pak Hasan dan sang istri. Yang selanjutnya dikarenakan meremehkan suasana mesra itulah, maka perlahan tapi berterusan, datanglah godaan demi godaan sebagai pengganggu keutuhan keluarga.
Godaan awal adalah dari anak kos si induk semang Pak Hasan, gadis yang rajin membantu membersihkan kamarnya itu sesekali melirik dan tersenyum kecil yang selanjutnya bersikap ‘menggoda iman’. Namun Pak Hasan berusaha terus menguatkan hatinya, ia pun makin berupaya memerangi godaan, setiap ada waktu cuti dan weekend, kalau dia tak bisa pulang ke kota keluarganya, maka sang istri dan anak-anak yang berlibur ke Jakarta.
Tapi namanya juga godaan, makin tinggi ranting berbunga, makin kencang angin menghembuskan sepoinya. Anak-anak kian berkembang, anak Pak Hasan makin sibuk, ada banyak kegiatan di akhir minggu. Juga istrinya, makin harus bijak mengatur pengeluaran rumah tangga, tidak bisa jor-joran mengeluarkan dana ke Jakarta melulu. Pak Hasan pun tak punya celah untuk pindah ke bagian lain di kantornya, misalnya jika pindah ke divisi lain, maka pindah ke kota keluarga. Begitu pun sang istri, dia merasa harus bertahan dengan kondisi sedemikian, istrinya tak dapat pindah kerja pula ke Jakarta, pun tak mau mengalah untuk resign sehingga berkumpul dengan suami.
Yah, setiap rumah tangga punya rahasia perusahaan masing-masing, punya prioritas tujuan masing-masing, maka punya jalan bahtera masing-masing, yang orang lain hanya dapat menjadi pengamat amatiran saja, melihat dari kejauhan tanpa perlu mencari detail urusan rahasia keluarga tersebut.
Suatu kali, Pak Hasan pindah kos-an, kemungkinan beliau menghindari godaan yang lebih dahsyat dari anak si empunya rumah tersebut.
Namun di lain waktu, tiba-tiba terdengar berita bahwa Pak Hasan dan istrinya akan bercerai. Waduh, what’s wrong? Berita seperti itu pasti menyedihkan. Semua orang dekat mereka sangat iba, dan merasa tak rela jika keluarga mereka tak utuh lagi. Sedikit demi sedikit terkuaklah cerita pengakuan Pak Hasan yang dulu sempat dimuat di surat kabar kota tersebut, bahwa akhirnya ada godaan lain yang menjerumuskannya pada perzinahan. Naudzubillahi minzaliik.
Dalam cerita beliau, suatu hari sepulang kerja, ia dan rekan-rekan kantornya yang semuanya pria, pulang bersama dalam satu mobil milik seorang teman. Mereka berenam, rencananya akan mencari warung makan, barulah pulang ke rumah masing-masing. Tapi, saat kemacetan parah sekali, mobil susah jalan, seusai hujan deras, banjir dimana-mana. Mereka sudah kelaparan, makanya segera mencari warung makan terdekat, dan warung makan tersebut ternyata jaraknya sangat dekat dengan ‘panti pijat langganan’ teman-temannya.
Seumur hidupnya, baru kali itu Pak Hasan memasuki panti pijat, mereka berenam menikmati teh hangat disana usai makan malam. Entahlah ada unsur kesengajaan atau tidak, yang jelas satu-satunya pria yang belum pernah kesana di antara enam orang tersebut, hanyalah Pak Hasan. Dan dengan kenyamanan suasana yang diciptakan di ruangan tersebut, satu-persatu temannya berpisah-pisah ruangan, diurusi oleh perempuan-perempuan ‘tukang pijat’, Pak Hasan ikut disiapkan dan ditraktir ‘pijatan’ oleh salah satu teman. Tak usahlah terlalu jauh membayangkannya, malam itu, benteng pertahanan diri Pak Hasan hancur lebur, ia ikut terseret ‘kenikmatan pijat plus-plus’ sebagaimana teman-temannya.
Dan peristiwa seperti itu pun akhirnya “jadi langganan”, yang tadinya seorang Hasan adalah sosok suami yang menjaga pandangan, menjaga mata, lisan, dan indera lainnya, ternyata dapat berbalik menjadi pelanggan setia di panti pijat tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR.Muslim).
Salah satu dosa besar yang mengerikan, Pak Hasan sudah memahami hal itu, maka ia pun terbuka diri mengakui perbuatannya tatkala memiliki waktu yang tepat untuk bercerita dengan sang istri. Hingga gelegar pengakuan itu membuat sang istri menginginkan perceraian, perih.
Kita tak perlu membahas rumah tangga mereka lebih jauh, tapi hikmah yang bisa kita petik adalah kekompakan suami istri memang harus selalu ada dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kekompakan itu tak hanya seminggu sekali, tak cuma menikmati weekend, tak hanya belanja bareng, namun harus ada di setiap suasana, terutama suasana menge-charge ruhiyah.
Adalah sosok Mas Angga, yang pernah beberapa kali harus dinas berbeda kota atau beda negara dengan kota tempat tinggal keluarga, sedari awal menikahi istrinya, ia ajak untuk ‘kompak bersama’, “Saya gak mau kita pisah-pisah, dinda… terpisah dua dapur, dua tempat, apalagi pisah dengan anak-anak…”, ujarnya, maka sang istri harus berpindah kuliah beberapa kali, Mas Angga lebih rela menghabiskan uang untuk ongkos pesawat ketika istrinya harus sibuk ujian atau menyelesaikan urusan kuliah. Mas Angga juga pernah harus berada tiga setengah bulan di Afrika, sementara sang anak dan istri di Bangkok, dan Mas Angga menelepon setiap hari, bahkan tiga kali sehari, bagaikan jadwal minum obat. Ada saja hal yang diobrolkan, serasa sulit menutup gagang telepon saking beratnya berjauhan dari keluarga.
Ketika ada perusahaan yang ‘memaksanya’ meninggalkan keluarga lebih lama hingga dua tahun dengan ‘hanya’ dijadwalkan pulang per-tiga bulan, maka Mas Angga rela resign dari perusahaan tersebut, meskipun diiming-imingi bonus nominal yang banyak. Rezeki Allah SWT Maha Luas, masih banyak perusahaan yang memiliki peraturan lebih manusiawi, masih ada pengusaha yang professional bekerja sama dengan karyawan-karyawan meskipun berbeda bangsa. Bahkan pernah suatu kali saat berjauhan, Mas Angga ngotot menelepon sang istri sampai ‘missed-call’ 79 kali, ia sangat khawatir kenapa hp itu tak diangkat. Padahal ternyata hp tersebut di-silent tak sengaja oleh sang balita. Perhatian yang kecil seperti itu sangatlah bermakna, setiap rumah tangga suatu waktu mengalami ujian hubungan jarak jauh ini. Dan lagi-lagi, tak masalah berapa kali kita diuji akan frekuensi waktu tak bersua, namun yang bermasalah adalah jika kekompakan berkomunikasi itu mulai luntur.
Tatkala lunturnya kekompakan berkomunikasi, pasti godaan-godaan datang, dan inilah pintu setan yang hadir dalam suatu rumah tangga. Kalaupun suami dan istri terbiasa meluruskan niat dan menata hati setiap saat, terbiasa sholat berjama’ah dan saling melayani di berbagai momen, namun ketika berjauhan dengan tahap datangnya godaan itu, ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan situasi, yang pada saat itu justru sinyal-sinyal cinta pasutri malah bisa makin memudar. Bagaikan perceraian yang telah terjadi pada Bik Inem yang TKW di negeri jiran, ex-suaminya bertani di kampung halaman, di tanah sunda. Tak menyangka alasannya sama dengan banyak kisah TKW lain, sang suami berselingkuh dengan tetangga sendiri tatkala sering bersama-sama di sawah, bahkan uang tabungan Bik Inem yang menurut laporan telah dibelikan bahan bangunan buat renovasi rumah mereka, ternyata raib dipergunakan untuk hal lain.
Acungan jempol buat ummahat senior-senior saya, ada yang rela menunda kuliah lanjutan bea-siswanya, ada yang resign dari perusahaan tempatnya meniti karir, demi prioritas keluarga, mendukung penuh sang suami ketika harus mengais nafkah di negeri lain, dalam tugas berat memimpin rumah tangga.
Satu nasehat penting yang selalu disematkan pada ceramah di acara resepsi pernikahan kita, Bahwa Allah ta’ala mengingatkan, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim [66]:6).
Suami adalah pakaian bagi sang istri, begitu pun sebaliknya, istri merupakan pakaian bagi suaminya. Penutup aurat, perhiasan diri serta sumber ketentraman dan kesenangan berumah tangga adalah makna fungsi pakaian tersebut. Maka, jagalah pakaianmu, teman…
Wallohu 'alam bisshowab.
Budaya Selametan
Suatu siang, khadimat di rumahku masuk ke rumah dengan membawa bungkusan.
“Apa itu, mba?” tanyaku.
“Nasi selametan bu.” Jawabnya.
“Oo, siapa yang selametan?”
“Mama B.”
“Selametan apa?”
“Selametan motor. Mama B, baru beli motor baru.”
“Selametan motor?” tanyaku heran. Kebetulan aku memang baru sekali ini dengar ada selametan motor.
“Iya bu, selametan motor. Harus itu. Kalau beli motor baru, memang harus selametan. Di kampung saya juga begitu.”
“Harus? Kalau enggak dosa dong.” Jawabku iseng.
“Ya, enggaklah bu, tapi, kalau nggak diselametin, nanti gampang celaka.”
Hmm…
***
Kalau ada yang selametan menempati rumah baru, saya pernah dengar. Bahwa sang penghuni baru mengadakan acara makan-makan dalam rangka mengenal tetangga kiri kanan. Tapi, selametan motor baru? Saya baru dengar. Jangan-jangan nanti kalau kita beli kompor baru harus selametan juga, supaya kompor nggak meledak. Atau, kalau kita beli hp baru, harus selametan juga supaya nggak salah sambung?
Acara makan-makan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah, tidaklah mengapa. Karena acara makan-makan tidak termasuk dalam kategori ibadah murni. Ketika ada hal-hal yang membahagiakan terjadi dalam kehidupan kita, kita melaksanakan “selametan” atau syukuran dengan niat berbagi rezeki, berbagi kebahagian, yang dengan kegiatan tersebut kita dapat memupuk ukhuwah dengan tetangga maupun dengan kerabat, maka hukum asalnya boleh.
Tapi, harus stop sampai di situ saja, tidak boleh ada embel-embel lainnya. Misalnya, mengadakan selametan motor baru supaya tidak celaka, itu tidak ada dalam tuntunan syariat. Karena yang namanya musibah telah ditetapkan olehNya. Jadi, kita mengadakan selametan atau syukuran “karena apa”, bukan mengadakan selametan “supaya apa”. Acara yang sama jika dilaksanakan dengan niat yang berbeda, jelas memberi dampak yang berbeda dalam syariat.
Ini penting, karena berkaitan erat dengan aqidah tauhid kita. Dan budaya selametan sering menjadi polemik. Di Indonesia, entah ada berapa ratus acara selametan. Salahkah? Ya, itu tadi, kembali kepada niat awal mengadakan selametan. Kemudian acaranya bercampur dengan ritual batil atau tidak. Contoh kasusnya, seperti yang di atas. Jika kita membeli sebuah barang, maka mengadakan selametan dengan tujuan mensyukuri nikmat Allah atas rejeki yang kita dapatkan, kemudian ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain tidak mengapa. Tapi, jika selametan diniatkan untuk menolak bala dsb, itu yang tidak ada dalam tuntunan syariat.
Melakukan acara makan-makan ketika menempati rumah baru, memiliki kendaraan baru, mendapat jabatan baru dsb dengan mengundang tetangga dan kerabat dalam rangka berbagi kebahagiaan tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika acara selamatan tersebut diadakan agar terhindar dari musibah dsb. Ini yang tidak dibolehkan. Ini adalah keyakinan yang syirik dan pemahaman yang rusak. Jika acara makan-makan ini hanya adat kebiasaan, maka hukum asalnya tidak mengapa, namun jika dicampuri niat-niat lain semisal penolak bala, ini yang harus dihindari.
***
Selain ritual selamatan yang saya sebutkan di atas, masih banyak lagi acara-acara selametan yang diadakan sebagian masyarakat kita. Mulai dari empat bulanan dan nujuh bulanan bagi wanita yang sedang hamil. Kemudian selametan 3 harian, 7 harian,100 harian atas wafatnya seseorang dan seterusnya.
Terkadang saya bingung, ada begitu banyak orang yang seolah-olah “mewajibkan” acara-acara selamaten semata-mata karena “adat”. Begitu takutnya mereka mendapat sanksi social dari masyarakat hingga tidak lagi berpikir apakah acara tersebut penting atau tidak? Dana untuk acara tersebut ada atau tidak?
Saya bisa memahami mereka yang bersikukuh mengadakan selametan dengan mengusung beberapa dalil sebagai landasan tindakan, tapi mereka punya uang. Yang jadi masalah, banyak orang yang melakukan ritual-ritual tersebut, tetapi kondisi ekonomi tidak mencukupi. Akhirnya, untuk mengadakan selametan tersebut, mereka harus menjual tanah, menjual rumah, bahkan sampai ada yang memiliki hutang belasan juta.
Saya menulis hal ini, sebagian karena tidak memahami cara berfikir orang-orang tersebut sebagian lagi karena rasa miris. Saya memiliki seorang teman, dia mengadakan acara 7 bulanan, padahal jangankan untuk acara selametan, untuk biaya melahirkan saja belum terpikirkan darimana uangnya. Tetapi, ia tetap kekeh melaksanakan acara tersebut karena ‘malu’ kalau tidak mengadakan, takut dianggap aneh, soalnya semua tetangganya biasa melaksanakan hal tersebut. Akhirnya, dicarinya pinjaman sana-sini. Kalau menurut saya, ini jauh lebih aneh. Terkadang kita menganggap yang nggak penting menjadi penting dan yang penting menjadi nggak penting. Kita tidak malu tidak melaksanakan shalat dan tidak berpuasa, tapi kita merasa malu nggak ngikutin adat?
Kemarin saya baru mendengar dari seorang teman, bahwa saudaranya sejak kematian ibunya, jadi memiliki hutang hingga belasan juta. Saya pikir hutang tersebut warisan dari mendiang ibunya. Artinya semasa hidup sang ibu memiliki hutang dan ia yang akhirnya harus melunasinya. Ternyata bukan. Hutang itu ada, karena dia harus membayar biaya kuburan, membayar biaya orang yang memandikan mayit, membayar ustadz yang mengimani shalat jenazah, memberi amplop kepada orang-orang yang ikut menshalatkan, membayar orang-orang yang membaca yasin 7 hari 7 malam, memasak makanan selametan 3 harian, 7 harian dsb. Masya Allah…
Betapa sulitnya hidup ini? Untuk membiaya kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah sulit, kenapa harus mempersulit diri untuk hal-hal seperti itu? Tidak wajib bukan? Kenapa harus memaksakan diri seperti itu?
Saya mohon maaf, yang saya tulis adalah apa-apa yang melintas dalam pikiran saya. Tidak bermaksud menyinggung siapapun. Saya hanya mengajak untuk berfikir realistis dan sesuai syariat.
Yang utama adalah melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah untuk dilaksanakan. Kemudian mencontoh dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutan. Apa yang beliau kerjakan kita lakukan sesuai kemampuan. Apa-apa yang beliau tinggalkan, jangan kita lakukan. Ibadah Haji yang wajib saja, masih ada embel-embelnya, yaitu dikerjakan jika mampu. Nah, kenapa hal-hal yang tidak wajib, dan kita tidak mampu, kita kerjakan?
Wallahu’alam.
Ummuali.wordpress.com
“Apa itu, mba?” tanyaku.
“Nasi selametan bu.” Jawabnya.
“Oo, siapa yang selametan?”
“Mama B.”
“Selametan apa?”
“Selametan motor. Mama B, baru beli motor baru.”
“Selametan motor?” tanyaku heran. Kebetulan aku memang baru sekali ini dengar ada selametan motor.
“Iya bu, selametan motor. Harus itu. Kalau beli motor baru, memang harus selametan. Di kampung saya juga begitu.”
“Harus? Kalau enggak dosa dong.” Jawabku iseng.
“Ya, enggaklah bu, tapi, kalau nggak diselametin, nanti gampang celaka.”
Hmm…
***
Kalau ada yang selametan menempati rumah baru, saya pernah dengar. Bahwa sang penghuni baru mengadakan acara makan-makan dalam rangka mengenal tetangga kiri kanan. Tapi, selametan motor baru? Saya baru dengar. Jangan-jangan nanti kalau kita beli kompor baru harus selametan juga, supaya kompor nggak meledak. Atau, kalau kita beli hp baru, harus selametan juga supaya nggak salah sambung?
Acara makan-makan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah, tidaklah mengapa. Karena acara makan-makan tidak termasuk dalam kategori ibadah murni. Ketika ada hal-hal yang membahagiakan terjadi dalam kehidupan kita, kita melaksanakan “selametan” atau syukuran dengan niat berbagi rezeki, berbagi kebahagian, yang dengan kegiatan tersebut kita dapat memupuk ukhuwah dengan tetangga maupun dengan kerabat, maka hukum asalnya boleh.
Tapi, harus stop sampai di situ saja, tidak boleh ada embel-embel lainnya. Misalnya, mengadakan selametan motor baru supaya tidak celaka, itu tidak ada dalam tuntunan syariat. Karena yang namanya musibah telah ditetapkan olehNya. Jadi, kita mengadakan selametan atau syukuran “karena apa”, bukan mengadakan selametan “supaya apa”. Acara yang sama jika dilaksanakan dengan niat yang berbeda, jelas memberi dampak yang berbeda dalam syariat.
Ini penting, karena berkaitan erat dengan aqidah tauhid kita. Dan budaya selametan sering menjadi polemik. Di Indonesia, entah ada berapa ratus acara selametan. Salahkah? Ya, itu tadi, kembali kepada niat awal mengadakan selametan. Kemudian acaranya bercampur dengan ritual batil atau tidak. Contoh kasusnya, seperti yang di atas. Jika kita membeli sebuah barang, maka mengadakan selametan dengan tujuan mensyukuri nikmat Allah atas rejeki yang kita dapatkan, kemudian ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain tidak mengapa. Tapi, jika selametan diniatkan untuk menolak bala dsb, itu yang tidak ada dalam tuntunan syariat.
Melakukan acara makan-makan ketika menempati rumah baru, memiliki kendaraan baru, mendapat jabatan baru dsb dengan mengundang tetangga dan kerabat dalam rangka berbagi kebahagiaan tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika acara selamatan tersebut diadakan agar terhindar dari musibah dsb. Ini yang tidak dibolehkan. Ini adalah keyakinan yang syirik dan pemahaman yang rusak. Jika acara makan-makan ini hanya adat kebiasaan, maka hukum asalnya tidak mengapa, namun jika dicampuri niat-niat lain semisal penolak bala, ini yang harus dihindari.
***
Selain ritual selamatan yang saya sebutkan di atas, masih banyak lagi acara-acara selametan yang diadakan sebagian masyarakat kita. Mulai dari empat bulanan dan nujuh bulanan bagi wanita yang sedang hamil. Kemudian selametan 3 harian, 7 harian,100 harian atas wafatnya seseorang dan seterusnya.
Terkadang saya bingung, ada begitu banyak orang yang seolah-olah “mewajibkan” acara-acara selamaten semata-mata karena “adat”. Begitu takutnya mereka mendapat sanksi social dari masyarakat hingga tidak lagi berpikir apakah acara tersebut penting atau tidak? Dana untuk acara tersebut ada atau tidak?
Saya bisa memahami mereka yang bersikukuh mengadakan selametan dengan mengusung beberapa dalil sebagai landasan tindakan, tapi mereka punya uang. Yang jadi masalah, banyak orang yang melakukan ritual-ritual tersebut, tetapi kondisi ekonomi tidak mencukupi. Akhirnya, untuk mengadakan selametan tersebut, mereka harus menjual tanah, menjual rumah, bahkan sampai ada yang memiliki hutang belasan juta.
Saya menulis hal ini, sebagian karena tidak memahami cara berfikir orang-orang tersebut sebagian lagi karena rasa miris. Saya memiliki seorang teman, dia mengadakan acara 7 bulanan, padahal jangankan untuk acara selametan, untuk biaya melahirkan saja belum terpikirkan darimana uangnya. Tetapi, ia tetap kekeh melaksanakan acara tersebut karena ‘malu’ kalau tidak mengadakan, takut dianggap aneh, soalnya semua tetangganya biasa melaksanakan hal tersebut. Akhirnya, dicarinya pinjaman sana-sini. Kalau menurut saya, ini jauh lebih aneh. Terkadang kita menganggap yang nggak penting menjadi penting dan yang penting menjadi nggak penting. Kita tidak malu tidak melaksanakan shalat dan tidak berpuasa, tapi kita merasa malu nggak ngikutin adat?
Kemarin saya baru mendengar dari seorang teman, bahwa saudaranya sejak kematian ibunya, jadi memiliki hutang hingga belasan juta. Saya pikir hutang tersebut warisan dari mendiang ibunya. Artinya semasa hidup sang ibu memiliki hutang dan ia yang akhirnya harus melunasinya. Ternyata bukan. Hutang itu ada, karena dia harus membayar biaya kuburan, membayar biaya orang yang memandikan mayit, membayar ustadz yang mengimani shalat jenazah, memberi amplop kepada orang-orang yang ikut menshalatkan, membayar orang-orang yang membaca yasin 7 hari 7 malam, memasak makanan selametan 3 harian, 7 harian dsb. Masya Allah…
Betapa sulitnya hidup ini? Untuk membiaya kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah sulit, kenapa harus mempersulit diri untuk hal-hal seperti itu? Tidak wajib bukan? Kenapa harus memaksakan diri seperti itu?
Saya mohon maaf, yang saya tulis adalah apa-apa yang melintas dalam pikiran saya. Tidak bermaksud menyinggung siapapun. Saya hanya mengajak untuk berfikir realistis dan sesuai syariat.
Yang utama adalah melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah untuk dilaksanakan. Kemudian mencontoh dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutan. Apa yang beliau kerjakan kita lakukan sesuai kemampuan. Apa-apa yang beliau tinggalkan, jangan kita lakukan. Ibadah Haji yang wajib saja, masih ada embel-embelnya, yaitu dikerjakan jika mampu. Nah, kenapa hal-hal yang tidak wajib, dan kita tidak mampu, kita kerjakan?
Wallahu’alam.
Ummuali.wordpress.com
Langganan:
Postingan (Atom)