Jumat, 19 November 2010

Kehilangan Kunci

Siang ini mentari bersinar cukup terik, dan ternyata masih belum mampu menyurutkan semangat kebanyakan mahasiswa yang melaksanakan ujian akhir semester kali ini. Beberapa ada yang asyik mengobrol, membaca buku dan sebagian besar adalah mengisi perut masing-masing agar tidak kelaparan selama mengisi soal ujian. Termasuk Iyan yang saat ini masih menyelesaikan makan siangnya dengan menu siomay dan segelas es teh manis bersama dua orang teman sejurusannya. Ketiganya tampak begitu ceria bersama dengan mahasiswa dari jurusan yang berbeda di kantin ini, saling berbincang-bincang mengenai soal yang keluar di mata kuliah sebelumnya. Sambil menyelesaikan makan siangnya, Iyan mencoba untuk mengirimkan beberapa pesan terkait dengan jadwal wawancara calon panitia inti penerimaan mahasiswa baru tahun yang sekarang. Dengan amanah atau tugas yang kini ia perankan, rasanya perlu sekali untuk membagi waktu terutama dengan organisasi kemahasiswaan yang kini ia pegang. Sudah dua tahun lamanya ia menjadi anggota BEM tingkat universitas, dan kini ia menjabat sebagai Dirjen Kesma atau Kesejahteraan Mahasiswa. Sebuah posisi yang berkaitan dengan dengan advokasi mahasiswa, beasiswa, pelayanan rektorat terhadap pihak mahasiswa, pokoknya all about mahasiswa banget dengan porsi kerja yang banyak diawasi bahkan mungkin dicecar ketika kongres mahasiswa berlangsung.
Banyak suka duka yang dialami selama dua bulan lebih menjabat sebagai orang yang dipercayakan oleh sang presiden BEM, dan tak mampu untuk dijelaskan satu per satu. Yang pasti segala sesuatunya diharuskan untuk dihadapi, hayati, nikmati dan syukuri. Dan semuanya akan kembali pada diri masing-masing, baik berupa kenikmatan atau rahmat maupun bencana atau musibah.
Iyan sudah selesai dengan makannya, kini ia mulai mengajak kedua temannya yang cukup tegang membaca buku bacaan dan juga ‘contekan’ yang akan dibawa ketika ujian berlangsung. Sungguh menjadi sebuah fenomena biasa yang terjadi di kalangan mahasiswa yang notabene menjadi penerus kemajuan bangsa, dan kini melakukan tindakan yang masuk dalam kategori ‘korupsi’. Dan entah kedepannya mau dibawa kemana bangsa ini.
“Bro kita cabut yuk…!”
“Bentar boy… masukin dulu buku kedalam tas,” kata Dika, teman satu kosan Iyan yang terkenal hobi bercanda dan memainkan gitar, mantan anak band SMA yang kini beralih profesi sebagai pemain teater. Satu orang lagi adalah Yudi, dia mungkin yang tidak memiliki keahlian berarti kecuali memainkan ‘game online’. Hampir setiap hari ia memainkan permainan tersebut, dengan kemudahan akses internet dikosan. Wah sepertinya ini menjadi pemandangan biasa di kalangan anak kosan, santai sambil bermain gitar, online sambil mencariri informasi atau berita dan bahkan mungkin gambar-gambar atau video yang senonok.
Satu hal sangat jauh berbeda dari kedua temannya, itulah Iyan, seorang mahasiswa tipe organisatoris. Hampir setiap kegiatan atau kepanitian ia ikuti untuk semakin menambah pengalaman yang nantinya berguna di dunia kerja ketika setelah lulus. Dengan kemampuan yang cukup setara dengan teman yang pintar di kelasnya, Iyan dikenal sebagai orang terdepan, yakni yang selalu duduk paling depan, baik ketika kuliah maupun ujian. Dan itulah yang paling membedakan antara ia dengan teman yang lainnya, dan juga datang paling awal dengan kegiatan membaca buku sambil menunggu dosen datang.
Iyan berjalan perlahan, diikuti kedua temannya yang asyik merokok, ia terus berjalan dengan pandangan ke depan sambil sesekali memperhatikan beberapa mahasiswa jurusan lain yang melintas di samping jalan. Hari ini adalah ujian yang terakhir, waktu yang semakin membuat pikirannya menjadi cukup tenang setelah dipenuhi oleh materi mata kuliah yang berbeda selama dua minggu.
Ujian pun dimulai, dan seperti biasa Iyan menuliskan lafadz basmallah pada lembar jawaban sebelum memulai mengisi jawaban satu per satu. Di samping kanannya adalah yang memegang IPK tertinggi, 3,86, Danu dengan kacamatanya yang konon membuat beberapa mahasiswi menaruh perhatian padanya. Namun tetap saja, cewek tercantik di jurusan pun tak mampu menaklukkan hatinya, maklum ia berasal dari lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islami. Baik Iyan maupun Danu merupakan beberapa contoh dari mahasiswa yang tak pernah menyentuh satu orang cewek pun di jurusannya, bahkan untuk tingkat fakultas hinggan universitas. Dua orang yang patut ditiru dari segi ketaatannya kepada Yang Maha Esa. Keduanya mengerjakan soal ujian cukup teliti,
“Yan minjem pensilnya dong…,” pinta Danu.
“Ambil aja di tempat pensil,” kata Iyan sambil menunjuk ke arah tempat pensil berwarna ungunya.
Ujian mata kuliah kali ini biasanya diawasi oleh sang dosen ‘killer’, hanya saja sekarang beliau berhalangan mengawas karena harus menghadiri rapat dengan rektorat. Spontan waktu kali ini dimanfaatkan mahasiswa untuk saling bekerjasama karena pengawas ujian tidak terlalu peduli dengan ujian yang dikerjakan oleh mahasiswa kali ini.
Iyan beberapa kali menggelengkan kepalanya karena merasa terganggu dengan kegaduhan selama ujian, terlebih Danu yang akhirnya menutup telinganya dengan headset sambil mendengarkan lagu-lagu sendu.
“Alhamdulillah…,” Iyan pun selesai mengerjakan ujiannya, lebih lambat lima menit dari Danu yang kini sudah langsung menuju tempat parkir untuk segera pulang ke kosannya. Iyan berjalan menuruni tangga dan menuju halaman depan gedung jurusannya, ia melihat awan mendung mulai menyelimuti langit siang ini. Ia langsung menuju sekretariat BEM yang letaknya dekat dengan danau kecil dan juga taman yang biasa digunakan sebagai tempat rapat pengurus BEM maupun UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Perlahan ia mulai menyalakan mesin sepeda motornya yang akhirnya melaju perlahan.
“Assalamu’alaikum…!” sapa Iyan kepada lima orang teman BEM yang sedang rapat departemen dan kelimanya langsung menjawab salamnya dengan semangat. Ihsan langsung menjabat tangan Iyan, dialah yang kini menjadi presiden BEM untuk satu periode hingga bulan Desember nanti. Kuliah di Fakultas MIPA, orang yang pandai berorasi ketika aksi sehingga disebut ‘Bung Karno’ muda, berparas cukup tampan untuk seukuran artis, pandai dan juga menguasai olahraga bulu tangkis serta menjadi juara antar universitas untuk tunggal putra lima bulan yang lalu.
Iyan langsung masuk kedalam untuk mengambil beberapa berkas yang akan dibahas ketika rapat sore ini, termasuk data-data calon penerima beasiswa bagi mahasiswa angkatan muda. Di dalam ada seseorang yang biasa dipanggil ‘ibu menteri keuangan’, Ressa, mahasiswi keperawatan yang selama ikut kepanitiaan selalu menjadi bendahara kegiatan. Tak ayal, Ihsan pun mengangkatnya sebagai ‘penjaga uang’ cabinet yang ia susun bersama sang wakil Firman, mahasiswa FISIP yang cukup pandai mengarang lagu.
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Iyan dan tujuh orang rekannya yang tergabung dalam tim SC (Steering Commite) mulai menyusun beberapa langkah maupun persiapan ketika wawancara berlangsung. Tujuh orang ini berasal dari fakultas yang berbeda dan berasal dari perwakilan UKM, ada dari perwakilan Farmasi, FISIP, Keperawatan, UKM Judo, UKM KSR PMI (Korps Sukarela), Departemen PSDMO BEM sendiri (Pemberdayaan Sumber Daya dan Manajemen Organisasi) dan Teknik Geologi. Delapan orang ini sudah siap untuk mewawancarai sekitar dua puluh lima calon panitia inti yang nantinya menjadi empat belas orang saja yang dipilih sesuai kebutuan bidang.
“Oke… semuanya sudah siap kan? Yang penting kita mampu untuk melaksanakan tugas sore ini, dan untuk penjabaran dari pertanyaan yang temen-temen pegang diserahkan kepada masing-masing…,” papar Iyan sambil memegang kertas berisi pertanyaan yang akan diberikan kepada calon panitia inti.
“Yan, misalnya waktu untuk wawancara ditambah gimana…? Agar kita lebih mendetail dalam menilai calon panitia inti…,” usul Nuni.
“Hmm, boleh juga… asalkan tidak lebih dari lima menit. Karena ini menyangkut waktu dan jumlah orang yang akan diwawancarai sore ini,”
Yang lainnya mengangguk perlahan, dan hujan pun turun untuk mengiringi jalannya wawancara sore ini. Iyan bersama presiden, wakil presiden BEM mewawancarai yang akan menjadi ketua panitia. Firman pun mulai mencecar dengan pertanyaan yang menjerumuskan dan juga menguji mental sang calon ketua, karena ini menyangkut keseluruhan kegiatan.
“Anda yakin dengan tipe kepribadian, karakter memimpin dan juga pengalaman yang Anda punya untuk memimpin jalannya kegiatan yang cukup besar…? Penerimaan mahasiswa baru… coba Anda pikirkan lebih matang lagi…?!”
Ihsan hanya tersenyum kecil, ia yakin pertanyaan yang dilontarkan Firman untuk menguji sejauh mana kemantapan atau keyakinan orang yang kini mencalonkan diri sebagai ketua pelaksana. Sebagai orang yang memegang peranan sebagai konseptor, sepertinya seorang Iyan mencoba untuk mengikuti alur pertanyaan yang dilontarkan oleh orang nomor satu dan dua di kalangan mahasiswa, sang presiden dan wakil presiden BEM. Dengan komposisi pewawancara yang demikian akan terlihat seorang atau sosok yang tepat untuk memimpin sebuah kegiatan yang sangat besar serta menguras tenaga dan berhubungan dengan mahasiswa baru.
Waktu sore pun mulai berganti menuju petang, dan waktu untuk wawancara kali ini telah mendekati ujungnya. Semua tim pewawancara, baik dari SC maupun petinggi BEM pun sudah siap dengan penilaian yang tertera pada kertas yang masing-masing tulis. Semuanya sudah melakukan yang terbaik sore ini, tinggal melanjutkan kegiatan untuk esok harinya sekaligus menentukan panitia inti dari hasil wawancara kali ini.
“Lho… kunci kamar kosan saya mana ya…?!” Iyan mulai mencari-cari kunci kamar kosan yang entah ia simpan dimana. Beberapa orang mulai membantunya untuk mencari, terlebih adzan sudah berkumandang dan diikuti rintik hujan yang membasahi rumput dan dedaunan.
“Emang ente naro dimana?” tanya Ihsan.
“Nah justru itu saya lupa… waduh…!” Iyan terus memeriksa satu per satu tempat duduk dimana ia melakukan wawancara dan juga tasnya. Dari wajahnya tampak kebingungan mulai melanda dengan perasaan khawatir karena kunci itu hanya satu-satunya yang ia miliki untuk membuka kamar kosannya.
Iyan yang kini sudah mengenakan jas hujan pun mulai memegang kepalanya, bersamaan dengan itu hujan pun turun cukup deras. Beberapa orang pengurus BEM yang belum sempat pulang terpaksa berteduh agar tidak kebasahan. Iyan mulai melangkah cepat menuju sepeda motornya untuk mengambil berkas yang akhirnya terbasahi oleh air hujan yang turun.
Beberapa saat kemudian Iyan mulai tercengang, ternyata kunci kamar kosannya tersimpan di dalam saku jas hujannya. Sepertinya ia sudah mulai tua untuk mengingat kembali hal kecil,
“Wah ente…!” kata Firman sambil menunjuk ke arah Iyan yang cengengesan.
“Heheh lupa…,”
Semuanya tertawa melihat sikap Iyan yang demikian, sambil menikmati hujan yang turun petang ini. Sepertinya Iyan orang yang mudah melupakan hal kecil, tapi tetap saja ia punya peran yang penting dari setiap tugas atau amanah yang diberikan kepadanya. Akhirnya ia pun lega dengan ditemukannya kembali kunci kamar kosannya, tempat belajar sekaligus bersantai dan juga mencari inspirasi dari segala macam kejadian yang ia alami selama seharian penuh beraktivitas. Termasuk kejadian kali ini yang membuatnya harus menuliskan sebuah catatan cukup konyol, ‘Kehilangan kunci di jas hujan sendiri…’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar