"Ringkasan Hasil Pembacaan Tafsir Badiuzzaman Said Nursi Tentang ash-Shiraath al-Mustaqiim"
Di antara karakteristik agama Islam adalah sikap pertengahan. Pertengahan dalam aspek manapun. Ia tidak condong ke kanan atau ke kiri. Tetapi tengah-tengah. Ia tengah-tengah antara asketik Nasrani dan pragmatisme Yahudi. Tengah-tengah antara ifrâth (sikap berlebihan/excess) dan tafrîth (sikap melalaikan/deficiency). Sikap tengah-tengah yang tidak ke kiri dan ke kanan ini juga selalu lurus seperti jalan yang lurus. Oleh karenanya Islam juga identik dengan ungkapan "Jalan Lurus".
Mengenai "Jalan Lurus" atau ash-Shirâth al-Mustaqîm, Syaikh Said Nursi pernah menerangkannya dalam Isyârâtul-I'jâz karyanya.
Beliau berkata:
Perlu Anda ketahui, jalan lurus adalah keadian yang merupakan rangkuman hikmah (kebijaksanaan), 'iffah (menjaga harga diri), dan syajâ'ah (keberanian). Tiga hal ini adalah sikap tengah-tengah pada masing-masing dari tiga daya dalam diri manusia.
Jelasnya, Allah swt. ketika meniupkan ruh ke dalam tubuh manusia yang selalu berubah, membutuhkan dan berpotensi binasa, Dia meletakkan tiga daya ke dalamnya demi kelanggengannya.
1. Daya nafsu kebinatangan, untuk memperoleh manfaat;
2. Daya emosional kebuasan, untuk menolak bahaya;
3. Daya intelektual kemalaikatan, untuk membedakan baik dan buruk.
Tetapi Allah dengan kebijaksanaan-Nya yang memberi kesempurnaan manusia melalui rahasia kompetisi (dalam beramal), tidak memberikan batasan bagi daya-daya tersebut saat pertama kali menciptakan manusia, seperti pembatasan daya pada makhluk hidup lain. Batasan-batasan tersebut disebutkan dalam Syariat untuk mencegah ifrâth dan tafrîth, dan memerintahkan bersikap pertengahan.
Prinsip ini besumber pada firman-Nya, 'Maka bersikap luruslah seperti yang diperintahkan kepadamu' (QS. Hûd: 112)
Ketiadaan pembatasan daya-daya tersebut saat penciptaan manusia, menghasilkan tiga level. Yaitu level pengurangan atau tafrîth, level penambahan atau ifrâth, dan level pertengahan atau keadilan.
Pengurangan pada daya intelektual akan melahirkan kebodohan dan kedunguan. Sedangkan penambahannya melahirkan kelicikan yang menipu dan bertele-tele dalam hal-hal remeh. Adapun pertengahannya adalah kebijaksanaan. Allah berfirman, 'Siapa yang diberikan kebijaksanaan, dia telah diberikan kebaikan yang banyak....'"
Beliau lalu menjelaskan daya nafsu kebinatangan:
"Pengurangan daya nafsu kebinatangan melahirkan hilangnya semangat dan hilangnya hasrat mendapatkan sesuatu. Penambahannya menyebabkan kejahatan, yakni rakus terhadap apapun yang ditemui, entah halal atau haram. Pertengahannya menumbuhkan sikap menjaga diri ('iffah), yakni mengambil yang halal dan menghindari yang haram. Selanjutnya silahkan dengan kaidah pokok ini takar setiap cabangnya, seperti dalam hal makan, minum, berpakaian dan lain-lain."
Tentang daya emosional, beliau berkata:
"Pengurangan daya emosional melahirkan sifat pengecut, yakni ketakutan terhadap hal yang tidak patut ditakuti, dan prasangka. Penambahannya memunculkan sikap nekat yang menyebabkan kecerobohan, kesewenang-wenangan, dan kelaliman. Sedangkan pertengahannya menumbuhkan keberanian, yakni mencurahkan jiwa dengan penuh cinta dan rindu (kepada Allah) untuk melindungi harga diri Islam dan meninggikan kalimat tauhid. Selanjutnya dengan kaidah pokok ini silahkan Anda mengukur cabang-cabangnya."
Kemudian beliau menutup pembahasan tiga daya ini dengan menjelaskan bahwa enam sisi yang disebutkan tadi (3 tafrîth: kebodohan, hilangnya semangat dan sifat pengecut; 3 ifrâth: kelicikan, kerakusan dan kenekatan) adalah kezaliman. Sedangkan 3 sikap tengah (kebijaksanaan, 'iffah dan keberanian) adalah keadilan yang merupakan jalan lurus dan merupakan pengamalan firman Allah, "Maka bersikap luruslah seperti yang diperintahkan kepadamu" (QS. Hûd: 112).
Syaikh Said berkata, "Siapa yang meniti jalan ini, dia berjalan di atas jalan yang terbentang di atas jurang neraka."
Bisa jadi maksudnya, berjalan di atas jalan tersebut akan membutuhkan perjuangan dan kehati-hatian. Jika melenceng ke kanan atau ke kiri, bisa-bisa akan terjatuh ke jurang tersebut.
Wallâhu a'lam.
Note : catatan dari seorang ikhwan dengan sedikit perubahan dan penyesuaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar