Sabtu, 25 Juni 2011

Gol ‘Kentut’ Kabayan


            Bukan namanya ‘Si Kabayan’ kalau tidak membuat ulah atau cerita seru setiap kali orang lain bercengkaram dengannya. Dan minggu lalu akhirnya Kabayan sukses menikah dengan sang kekasih, Nyi Iteung, lewat perjuangan luar biasa melunakkan hati abah yang galaknya minta ampun. Tapi Kabayan pantang menyerah, dan itulah hebatnya Kabayan yang kini menjadi primadona lewat tingkah lucu, lelucon sampai kepolosannya di depan orang.
            Pagi ini Kabayan sedang ngobrol asyik dengan si Bedul, Kerbau kesayangannya, yang menjadi awal perjalanan cinta di pematang sawah bersama Nyi Iteung. Ya, memang setiap pagi hal ini selalu dilakukannya sambil berharap ilham dari Tuhan itu datang padanya.
             “Eh... Dul... engke peuting aya pertandingan sepak bola yeuh...,”
            Tanpa memperdulikan perkataan Kabayan, Si Bedul terus saja mengunyah rumput yang terhampar di depannya.
             Kumaha maneh wae Kabayan... da urang mah teu bisa nonton bola, eta TV na oge aya di jero bumi,’ mungkin itu yang dikatakan si Bedul yang asyik menguyah rumput untuk sarapan pagi sebelum pergi ke sawah.
            Kabayan terus saja mengajak ngobrol si Bedul,  mulai dari susunan pemain, strategi sampai penonton, dan tak kalah menariknya adalah perbincangan konyol mengenai timnas Indonesia yang akan bertarung melawan timnas Uruguay. Beberapa kali Bedul mengeluarkan bunyi,’Moo...’, sebagai tanda bahwa dia sedang ngobrol asyik dengan si polos Kabayan yang lupa memakai kopyah.
             “Aya Irfan Bachdim... kang BP, teras eta tah... si cebol Firman Utina... hehe...,” kata Kabayan sambil mengusap-usap tubuh Bedul.
             Maneh oge sarua Kabayan... cebol...!’ balas Bedul.
            Ya, memang postur tubuh Kabayan cukup pendek, jadi wajar kalau si Bedul mengatakan bahwa Kabayan juga ‘cebol’ alias pendek. Dan teruslah Kabayan ngobrol kesana-kemari hingga istrinya tercinta, Nyi Iteung, menghampirinya sambil membawa sarapan pagi lengkap dengan teh manis hangat.
             “Wah si eneng bawa sarapan euy... eh Bedul... urang ge laper, ngke atos sarapan kita ke sawah, hehehe...,”
             “Ah si akang, meuni ngobrol jeung kebo deui sapopoena... naha?!” celetuk nyi Iteung.
             “Ai si eneng... si Bedul teh rerencangan akang,”
             “Ya rerencangan mah rerencangan kang... da kebo mah teu tiasa nyarios atuh...?!”
             “Da anu ngarti si Bedul nyarios mah akang hungkul atuh neng... sarapan heula nya neng geulis. Eh engke heula... siga aya bidadari anu turun ti langit yeuh...?!” kata Kabayan sambil merayu istrinya.
             “Ah si akang mah gombal...!” ketus nyi Iteung.
             “Eh ai si eneng... da akang mah jujur da... sumpah!” kata Kabayan kemudian.
             “Syukur da ai kitu mah.. berarti si akang teh normal keneh,” kata nyi Iteung sambil cengengesan.
             “Lamun teu normal mah moal bakal akang kawin jeung eneng atuh...,” timpal Kabayan kemudian.
             “Ya upami normal mah naha tadi teh nyarios jeung kebo...?!”
            Nyi Iteung tampak puas menertawakan tingkah lucu suaminya yang terus ia dapatkan setiap harinya. Mulai dari salah memakai baju, sendal yang beda sebelah, salah membeli buah di pasar, dan lain sebagainya. Tapi itulah sosok Kabayan yang dicintainya dengan penuh kepolosan yang dimiliki oleh sosok Kabayan.
            Kabayan pun selesai dengan sarapannya, ia mulai bersiap mengajak si Bedul untuk pergi ke sawah seperti biasanya. Beberapa anak-anak berjalan sambil membawa sebuah bola, mereka menyapa Kabayan yang sedang asyik mengobrol dengan si Bedul.
             “Rek maen bola dimana jang...?”
             “Di lapangan bola atuh kang, masa di lapangan tenis...?!” jawab salah satu diantara mereka. Semuanya tertawa sambil melihat-lihat kerbau yang dibawa oleh Kabayan.
             “Wah akang ngilu maen atuh... oh iya kenalan heula atuh, akang namina Kabayan...,” kata Kabayan sambil menjulurkan tangannya.
            Anak-anak yang berjumlah sembilan orang ini pun langsung mencium tangan Kabayan sambil memperkenalkan diri. Dan tampaknya nama Kabayan sudah cukup populer di telinga mereka. Setelah memutuskan untuk memperbolehkan Kabayan ikut bersama mereka akhirnya acara yang seharusnya ada di sawah berganti ke lapangan bola yang cukup jauh dari sawah yang digarap oleh Kabayan. Dan supaya si Bedul tampak ada di sawah, akhirnya Kabayan mengantarkannya menuju sawah sambil mengikat tali kekang di sebuah pohon rindang yang dikelilingi hamparan rumput. Jadi si Bedul tidak perlu khawatir tidak dapat jatah makan tambahan selama Kabayan bermain bola.
             “Tah Dul... maneh di dieu heula nya, urang rek maen bola heula... engke kadieu deui...,”
             Parah maneh Kabayan... ninggalkeun abdi sorangan di dieu... engke si abah gogorowokan tah..!’ kata si Bedul.
            Setelah memastikan si Bedul terikat dengan baik, Kabayan pun segera menyusul sekelompok anak-anak yang tadi ditemuinya. Dengan muka yang penuh semangat ia yakin kalau bisa bermain bola dengan baik, meskipun pada kenyataannya ia selalu jadi bulan-bulanan atau bahan ledekan karena ketidakmampuannya memainkan si kulit bundar. Pernah suatu ketika ia menjadi penjaga gawang dan harus menelan 15 gol, sungguh rekor kebobolan yang fantastis untuk ukuran permainan santai atau bukan sebuah pertandingan.
            Tanpa memperdulikan berkoar-koarnya si abah kemudian, Kabayan mulai menikmati permainan sepak bola yang dimainkannya bersama anak-anak. Dan kembali ia pun akhirnya menjadi bahan lelucon atau guyonan karena tidak mampu melakukan dribling dengan baik, kepleset ketika menendang, terjatuh karena lapangan yang licin dan lain sebagainya. Dan memang seperti itulah sosok Kabayan yang disukai anak-anak dengan kekocakan tingkahnya. Kabayan pun terus berusaha untuk bermain bola.
             “Hayu atuh dibagi 2 tim...,” usul Deni.
             “Hayu... hayu...,” kata yang lainnya, sementara Kabayan masih berusaha membersihkan celananya yang tampak lebih kotor dibandingkan anak-anak yang lainnya. Dan Kabayan pun akhirnya satu tim bersama Deni, Jajang, Yayan dan Hadi. Sementara satu tim lainnya terdiri atas Yogi, Atang, Rudi, Pras dan Dul. Dan untuk kali ini Kabayan tidak menjadi kiper, melainkan seorang striker yang bertugas menceploskan bola ke gawang. Meskipun dengan kemampuan minim yang lucu, ia berusaha menjadi sosok Lionell Messi atau Cristiano Ronaldo, atau tidak usah jauh-jauh seperti Bambang Pamungkas yang jadi idolanya di timnas. Pertandingan tanpa wasit dan waktu ini pun dimulai dengan bola dikuasai oleh tim Yogi yang dikenal jago dalam mengolah si kulit bundar.
            Sebuah umpan matang diberikan oleh Pras kepada Dul yang berdiri bebas di depan gawang tanpa kawalan, tapi Kabayan dengan tubuh yang lebih besar dari mereka mencoba untuk merebut bola dari belakang. Namun sudah terlambat dan bola berhasil ditendang oleh Dul, dan ternyata masih mampu ditepis oleh Yayan yang dikenal sigap dalam menghalau bola.
             “Huh... eta hampir gol,” papar Kabayan sambil terengah meladeni permainan tim Yogi.
            Kali ini giliran tim Kabayan menyerang sisi pertahanan tim Yogi, bola pun berhasil diterima Kabayan baik yang langsung berlari untuk melewati Rudi dan Atang meskipun akhirnya gagal karena keburu terpeleset karena kondisi lapangan yang licin.
             “Aduh...!”
            Semua anak-anak pun tertawa, sementara Kabayan kembali bangkit dan berusaha merebut bola dari kaki Rudi. Dan kembali kepolosan Kabayan membuat Rudi begitu mudah menyodorkan bola melalui sela-sela kaki Kabayan, ia pun segera berlari menyongsong bola untuk memberikan umpan manis kepada Yogi yang dengan cerdik melewati Deni sehingga terciptalah gol pertama yang membuat tim Yogi unggul sementara.
            Kabayan tidak tinggal diam, ia pun bertekad untuk menjebol gawang yang dijaga Pras dan kembali gagal sebelum berhasil melewati hadangan Rudi maupun Atang. Tampaknya ia harus bekerja lebih ekstra agar mampu melewati pemain belakang lawan.
             “Hayu atuh kang...,” ledek Rudi sambil menahan bola sejenak dan melihat Kabayan yang kepayahan.
            Sepertinya perut Kabayan mulai berbicara, terasa sakit dan membuatnya berusaha untuk menahan rasa sakitnya.
             Aduh ieu kunaon... ai si Iteung teh kumaha masakana...,
            Tanpa memperdulikan rasa sakit di perutnya, Kabayan terus berlari untuk mencari posisi agar Deni bisa memberikan umpan terbaik untuknya. Dan kembali ia terpeleset, dan sepertinya menjadi hobi barunya ketika sedang bermain sepak bola. Sambil menahan rasa sakit, Kabayan perlahan berdiri dengan posisi pantat mengarah ke mulut gawang yang dijaga Pras. Sebuah tendangan dilesakkan oleh Deni melewati hadangan Rudi dan Atang, dan lebih indah lagi adalah mengenai pantat Kabayan sehingga bola meluncur tepat ke arah gawang yang tak mampu dihalau Pras.
             Duk... pret...!!!’ itulah bunyi yang dihasilkan antara perpaduan sentuhan boal dan pantat Kabayan.
            “Gol...!!!” teriak Deni.
            Akhirnya gol penyeimbang itu datang melalui pantat seorang Kabayan, spontan ia pun ikut merayakan selebrasi gol bersama yang lainnya.
             “Ih... si akang Kabayan hitut nya...?” tanya Pras yang kali ini menutup hidung. Tampaknya sentuhan bola tadi diiringi dengan kentut Kabayan yang memang sedang menahan rasa sakit perut.
             “Nu penting mah gol... hehehe,” kata Kabayan sambil cengegesan.
            Semuanya pun tertawa melihat tingkah Kabayan yang selanjutnya ditambah dengan menutup hidung karena bau kentut Kabayan yang begitu menyengat. Tapi cukuplah bagi seorang Kabayan yang akhirnya mampu mencetak gol yang kontroversial.
*****
            Dan seperti itulah dunia sepak bola yang penuh dengan nuansa ‘kontroversial’, terutama mengenai gol yang menurut sebagian orang dianggap tidak sah. Mulai dari gol ‘Tangan Tuhan’ ala Maradona ke gawang Inggris pada Piala Dunia tahun 1990, disusul tendangan bebas Ronaldinho ke gawang David Seaman yang mengatakan bahwa ia dalam posisi belum siap pada piala dunia tahun 2002, hingga lesakkan tendangan bebas Andress D’Alessandro ke gawang ‘kosong’ yang dijaga kiper Abondanzieri di pentas La Liga. Gol-gol bunuh diri pun kerap dianggap kontroversi karena disamping merugikan tim, pun terkadang membuat pemain tak mampu menahan rasa malu hingga akhirnya terjadi pembunuhan yang dialami oleh pemain belakang Kolombia, Esteban, usai gelaran Piala Dunia tahun 1990.
            Itulah yang mungkin kini yang dialami oleh sosok Kabayan, yang menurut timnya adalah pahlawan namun menurut tim lawannya adalah kecurangan. Dan itulah unsur relatif yang ada dalam permainan sepak bola, yang mungkin pernah dialami oleh kita yang punya hobi memainkan si kulit bundar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar