Islam mengajarkan kita agar hidup sederhana. Dengan hidup sederhana,
kita selalu akan merasa cukup, bahagia, dan bersyukur kepada Allah.
Sebaliknya Allah melarang kita untuk hidup mewah dan boros.
”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Allah menyebut orang-orang yang mewah sebagai lalai dan masuk neraka.
Allah menyebut orang-orang yang boros dan menghamburkan harta untuk
kepentingan pribadi secara berlebihan sebagai “SAUDARA SETAN”. Mengapa?
Ini karena orang yang boros biasanya akan berlaku zalim. Meski
pendapatan besar, karena boros, dia akan selalu merasa kurang. Dia akan
mencuri, merampok, korupsi dan sebagainya untuk membiayai gaya hidupnya
yang boros itu.
Tak heran jika ada satu pejabat yang lembaganya dikenal sebagai satu
lembaga terkorup berkata: “Siapa sih yang gajinya cukup untuk hidup?”
Begitu katanya. Padahal selain punya rumah dan mobil mewah, pejabat itu
juga punya sepeda motor Harley Davidson yang amat mahal.
Sebaliknya, seorang poisi yang jujur, pak Bibit berkata: “Besar kecil
gaji itu relatif. Kalau kita makan di restoran hotel, seminggu juga
sudah habis. Tapi kalau sekedar makan nasi kecap dengan lauk tempe, 2
bulan juga masih cukup”. Jadi hiduplah sederhana. Belajar bersikap Zuhud
(tidak tamak pada dunia) dan Qana’ah (merasa cukup atas apa yang ada).
Inilah kesederhanaan Nabi. Jika mau, beliau bisa hidup mewah seperti
Kaisar Romawi dan Kisra Persia. Tapi beliau tidak mau melakukan itu.
Sebagian besar hartanya diberikan untuk ummatnya. Ulama sbg Pewaris Nabi
harusnya mewarisi sikap Nabi seperti ini:
Dari Abu Musaal-Asy’ari r.a., katanya: “Aisyah ra mengeluarkan untuk
kita -maksudnya agar kita dapat melihatnya- sebuah baju dan sarung
kasar, lalu ia berkata: “Rasulullah s.a.w. dicabut ruhnya sewaktu
mengenakan kedua pakaian ini.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ya Allah,
jadikanlah rezeki keluarga Muhammad ini makanan sekadar menutup
kelaparan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Anas r.a., katanya: “Nabi s.a.w. itu tidak pernah makan di atas
meja sehingga beliau wafat, juga tidak pernah makan roti yang
diperhaluskan buatannya sehingga beliau wafat.” (Riwayat Bukhari)
Dari Aisyah ra, katanya: “Tidak pernah kenyang keluarga Muhammad s.a.w.
itu dari roti gandum selama dua hari terus menerus, keadaan sedemikian
ini sampai beliau s.a.w. dicabut ruhnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Selama 2 bulan dapur keluarga Nabi Muhammad tidak “ngebul”. Cuma makan kurma dan air belaka…
Dari Urwah dari Aisyah ra, bahwasanya Aisyah pernah berkata: “Demi
Allah, hai anak saudaraku, sesungguhnya kita melihat ke bulan sabit,
kemudian timbul pula bulan sabit, kemudian timbul pula bulan sabit. Jadi
tiga bulan sabit yang berarti dalam dua bulan lamanya, sedang di
rumah-rumah keluarga Rasulullah s.a.w. tidak pernah ada nyala api.” Saya
-yakni Urwah- berkata: “Hai bibi, maka apakah yang dapat menghidupkan
Anda sekalian?” Aisyah ra menjawab: “Dua benda hitam, yaitu kurma dan
air belaka, hanya saja Rasulullah s.a.w. mempunyai beberapa tetangga
dari kaum Anshar, mereka itu mempunyai beberapa ekor unta manihah, lalu
mereka kirimkanlah air susunya itu kepada Rasulullah s.a.w. kemudian
memberikan minuman itu kepada kita.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Said al-Maqburi dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia berjalan
melalui kaum yang di hadapan mereka itu ada seekor kambing yang sedang
dipanggang. Mereka memanggilnya, tetapi ia enggan untuk ikut memakannya
dan ia berkata: “Rasulullah s.a.w. keluar dari dunia -yakni wafat- dan
tidak pernah kenyang dari roti gandum.” (Riwayat Bukhari)
Dari an-Nu’man bin Basyir ra, katanya: “Sungguh-sungguh saya pernah
melihat Nabimu s.a.w. dan beliau tidak mendapatkan kurma bermutu
rendahpun yang dapat digunakan untuk mengisi perutnya.” (Riwayat Muslim)
Daqal adalah kurma yang bermutu rendah.
Dari Sahal bin Sa’ad r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. tidak pernah
melihat roti putih sama sekali sejak beliau di utus oleh Allah Ta’ala
sehingga dicabut ruhnya oleh Allah Ta’ala. Kepada Sahal ini ditanyakan:
“Apakah di zaman Rasulullah s.a.w. itu engkau semua tidak mempunyai alat
pengayak?” Ia menjawab: “Rasulullah s.a.w. tidak pernah melihat alat
pengayak itu sejak beliau diutus oleh Allah Ta’ala sehingga dicabut
ruhnya oleh Allah Ta’ala.” Kepadanya ditanyakan lagi: “Bagaimana caranya
engkau semua makan gandum kalau tidak diayak?” Ia menjawab: “Kita semua
menumbuknya dan meniupkannya, kemudian beterbanganlah benda-benda yang
dapat terbang daripadanya itu lalu mana yang tertinggal, maka itulah
yang kami basahi untuk dijadikan adukan tepung -untuk membuat roti.”
(Riwayat Bukhari) Ucapannya Annaqi dengan fathahnya nun dan kasrahnya
qaf serta syaddahnya ya’ yaitu roti yang berwarna putih dan itulah yang
disebut darmak.
Tsarrainahu dengan tsa’ mutsallatsah kemudian ra’ musyaddadah lalu ya’
mutsannat di bawahnya, lalu nun, artinya kita basahi dan kita jadikan
adukan tepung -guna membuat roti.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. pada suatu hari atau
suatu malam keluar, kemudian tiba-tiba bertemu dengan Abu Bakar dan
Umar ra, lalu beliau bertanya: “Apakah yang menyebabkan engkau berdua
keluar ini?” Keduanya menjawab: “Karena lapar ya Rasulullah.” Beliau
lalu bersabda: “Adapun saya, demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman
kekuasaanNya, sesungguhnya yang menyebabkan saya keluar ini adalah
sesuatu yang juga menyebabkan engkau berdua keluar itu -yakni sama-sama
lapar-, Ayolah pergi.” Keduanya pergi bersama beliau s.a.w., lalu
mendatangi seorang lelaki dari kaum Anshar, tiba-tiba lelaki itu tidak
sedang di rumahnya. Ketika istrinya melihat Nabi s.a.w., lalu berkata:
Marhaban wa ahlan. Selamat datang di rumah ini dan harap mendapatkan
keluarga yang baik. Rasulullah s.a.w. lalu bertanya: “Di mana Fulan
-suamimu?” Istrinya menjawab: “Ia pergi mencari air tawar untuk kita.”
Tiba-tiba di saat itu orang Anshar
-suaminya itu- datang. Ia melihat kepada Rasulullah s.a.w. dan kedua
orang sahabatnya, kemudian berkata: “Alhamdulillah. Tiada seorangpun
yang pada hari ini mempunyai tamu-tamu yang lebih mulia daripada saya
sendiri. Orang itu lalu pergi kemudian datang lagi menemui tamu-tamunya
itu dengan membawa sebuah batang kurma -berlobang- berisikan kurma
berwarna, kurma kering dan kurma basah. Iapun berkata: “Silahkanlah
makan.” Selanjutnya ia mengambil pisau, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Jangan menyembelih yang mengandung air susu.” Orang Anshar itu lalu
menyembelih untuk tamu-tamunya itu, kemudian mereka makan kambing itu,
juga kurma dari batang kurma tadi serta minum pulalah mereka. Setelah
semuanya itu kenyang dan segar -tidak kehausan- lalu Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya,
sesungguhnya engkau semua akan ditanya dari kenikmatan yang engkau semua
rasakan ini pada hari kiamat. Engkau semua
dikeluarkan dari rumahmu oleh kelaparan. Kemudian engkau semua tidak
kembali sehingga engkau semua memperoleh kenikmatan ini.” (Riwayat
Muslim) Ucapannya yasta’dzibu artinya mencari air tawar dan itulah air
yang bagus. Al-’izdqu dengan kasrahnya ‘ain dan sukunnya dzal mu’jamah,
yaitu batang atau dahan -kurma dan lain-lain. Almudyatu dengan
dhammahnya mim atau boleh pula dikasrahkan, yaitu pisau. Alhalub ialah
binatang yang berisikan susu dalam teteknya. Pertanyaan mengenai
kenikmatan ini adalah pertanyaan tentang banyak jumlahnya kenikmatan,
bukan pertanyaan sebagai olok-olok dan penyiksaan. Wallahu a’lam. Adapun
orang Anshar yang didatangi oleh Rasulullah s.a.w. serta kedua orang
sahabatnya itu ialah Abul Haitsam bin at-Taihan. Demikianlah dalam
sebuah Hadis yang dijelaskan menurut riwayat Tirmidzi dan lain-lain.
Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: “Sesungguhnya saya itu
pertama-tama orang Arab yang melempar dengan panahnya -untuk-
fisabilillah. Kita semua waktu itu berperang beserta Rasulullah s.a.w.
dan kita tidak mempunyai makanan sedikitpun melainkan daun pohon hublah
dan daun pohon samurini, sehingga seorang dari kita itu sesungguhnya
mengeluarkan kotoran besar sebagaimana keadaan kambing kalau
mengeluarkan kotoran besarnya dan tidak dapat bercampur dengan lainnya
-yakni bulat-bulat serta kering, karena tidak ada yang dimakan.”
(Muttafaq ‘alaih) Alhublah dengan dhammahnya ha’ dan sukunnya ba’
muwah-hadah, juga samur adalah dua macam pohon-pohonan yang terkenal di
daerah badiah yakni tanah Arab bagian pedalaman.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Demi Zat yang tiada Tuhan melainkan
Dia, sesungguhnya bahwa saya menyandarkan hatiku ke bumi karena
kelaparan dan sesungguhnya pula bahwa saya mengikatkan batu pada perut
saya karena kelaparan. Sebenarnya saya pernah duduk-duduk pada suatu
hari di jalanan orang-orang yang sama keluar melalui jalanan itu -untuk
mencari nafkahnya masing-masing. Kemudian Nabi s.a.w. berjalan melalui
tempat saya dan beliau tersenyum ketika melihat saya, karena mengetahui
keadaan dan hal ihwal yang ada dalam wajahku dan diriku, kemudian beliau
bersabda: “Abu Hir.” Saya menjawab: “Labbaik ya Rasulullah.” Beliau
bersabda lagi: “Mari ikut,” dan beliau terus berlalu dan saya
mengikutinya. Selanjutnya beliau masuklah di rumah keluarganya, saya
mohon izin lalu beliau mengizinkan masuk untukku. Sayapun masuklah, di
situ beliau menemukan susu dalam gelas. Beliau bertanya: “Dari manakah
susu ini?” Keluarganya berkata: “Fulan atau
Fulanah itu menghadiahkan untuk Tuan.” Beliau bersabda: “Abu Hir.” Saya
menjawab: “Labbaik ya Rasulullah.” Beliau bersabda pula: “Susullah para
ahlush shuffah, lalu panggillah mereka untuk datang padaku.” Abu
Hurairah berkata: “Ahlush shuffah itu adalah merupakan tamu-tamu Islam,
karena tidak bertempat pada sesuatu keluarga, tidak pula berharta dan
tidak berkerabat pada seorangpun. Jikalau ada sedekah -zakat- yang
datang pada Nabi s.a.w. lalu sedekah -atau zakat- itu dikirimkan
semuanya oleh beliau kepada mereka itu dan beliau sendiri tidak
mengambil sedikitpun daripadanya, tetapi kalau beliau menerima hadiah,
maka dikirimkanlah kepada orang-orang itu dan beliau sendiri mengambil
sebagian daripadanya. Jadi beliau bersama-sama dengan para ahlush
shuffah itu untuk menggunakannya.” Perintah Nabi s.a.w. memanggil ahlush
shuffah itu tidak mengenakkan hati saya dan oleh sebab itu saya
berkata: “Apa hubungannya susu ini untuk diberikan
-kepada- ahlush shuffah. Saya adalah lebih berhak untuk memperoleh susu
ini dengan sekali minuman saja, agar saya dapat merasa kuat tubuhku.”
Kemudian, jikalau orang-orang itu datang, Nabi s.a.w. tentu menyuruh
saya agar saya memberikan itu kepada mereka. Barangkali tidak akan dapat
sampai padaku -yakni bahwa saya tidak memperoleh bagian- susu itu,
tetapi juga tidak ada jalan lain kecuali mentaati Allah dan mentaati
RasulNya s.a.w. Oleh karena itu mereka saya datangi dan saya panggillah
semuanya. Mereka menghadap dan meminta izin, lalu Nabi s.a.w.
mengizinkan mereka masuk, juga sama mengambil tempat duduk
sendiri-sendiri dalam rumah. Beliau lalu bersabda: “Abu Hir.” Saya
menjawab: “Labbaik ya Rasulullah.” Beliau bersabda lagi: “Ambillah susu
itu dan berikanlah kepada mereka.” Abu Hurairah berkata: “Saya lalu
mengambil gelas, kemudian saya berikan pada seorang dulu. Ia minum
sampai kenyang minumnya lalu gelas dikembalikan. Seterusnya saya
berikan kepada yang lain, ia pun minumlah sampai kenyang pula minumnya,
lalu dikembalikanlah gelasnya, sehingga akhirnya sampai giliran saya
memberikan itu kepada Nabi s.a.w., sedang orang-orang ahlush shuffah itu
sudah puas minum semuanya. Beliau s.a.w. mengambil gelas lalu
diletakkan di tangannya, kemudian beliau melihat saya dan tersenyum,
kemudian bersabda: “Abu Hir.” Saya menjawab: “Labbaik ya Rasulullah.”
Beliau bersabda pula: “Sekarang tinggallah saya dan engkau -yang belum
minum.” Saya menjawab: “Benar Tuan, ya Rasulullah.” Beliau bersabda:
“Duduklah dan minumlah.” Saya pun duduklah lalu saya minum. Beliau
bersabda lagi: “Minumlah lagi.” Sayapun minumlah. Beliau tidak
henti-hentinya bersabda: “Minumlah lagi,” sehingga saya berkata: “Tidak,
demi Allah yang mengutus Tuan dengan benar, saya sudah tidak
mendapatkan jalan lagi untuk minum itu -artinya sudah amat kenyang
minumnya itu. Setelah itu beliau bersabda: “Kalau
begitu, berikanlah saya gelas itu.” Gelaspun saya berikan, kemudian
beliau memuji kepada Allah Ta’ala dan membaca bismillah di permulaan
minumnya lalu beliau minumlah sisanya itu.” (Riwayat Bukhari)
Dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Sesungguhnya
saya pernah mengalami diriku bahwa saya jatuh tersungkur antara
mimbarnya Rasulullah s.a.w. dengan biliknya Aisyah ra sampai tidak
sadarkan diri. Kemudian datanglah padaku seorang yang datang, lalu ia
meletakkan kakinya di atas leher saya dan ia menyangka bahwa
sesungguhnya saya adalah orang gila, padahal saya tidaklah kejangkitan
penyakit gila, tetapi jatuh saya tadi hanyalah karena kelaparan.”
(Riwayat Bukhari)
Dari Aisyah ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. wafat sedang baju besinya
sedang digadaikan pada seorang Yahudi dengan nilai tiga puluh sha’
-gantang- dari gandum.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Anas r.a., katanya: “Nabi s.a.w. menggadaikan baju besinya dengan
gandum dan saya berjalan ke tempat Nabi s.a.w. dengan membawa roti
gandum dan lemak cair yang sudah berubah keadaannya. Sungguh-sungguh
saya mendengar beliau s.a.w. bersabda: “Tiada sesuatupun pada pagi-pagi
ini melainkan hanya segantang untuk para keluarga Muhammad dan tidak ada
untuk sore harinya nanti kecuali segantang pula.” Padahal seluruh
keluarganya itu adalah sembilan rumah.” (Riwayat Bukhari)
Dari Aisyah ra, katanya: “Hamparan Rasulullah s.a.w. itu terbuat dari kulit dan isinya adalah sabut.” (Riwayat Bukhari)
Dari Imran bin al-Hushain ra dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sebaik-baik
engkau sekalian adalah orang-orang yang sekurun -semasa- denganku,
kemudian yang mengikutinya -yang datang sesudahnya- kemudian orang-orang
yang mengikutnya.” Imran berkata: “Saya tidak tahu, adakah Nabi s.a.w.
mengucapkannya itu dua atau tiga kali.” Nabi s.a.w. selanjutnya
menyabdakan: “Kemudian akan datanglah sesudah mereka itu sesuatu kaum
yang menjadi saksi, tetapi tidak dapat dipercaya kesaksiannya. Mereka
juga berkhianat dan tidak dapat dipercaya amanatnya, demikian pula
mereka bernazar, tetapi tidak suka memenuhi nazarnya dan tampaklah
kegemukan dalam tubuh mereka. -yakni gemuk yang disebabkan karena
terlampau banyak makan, minum dan bersenang-senang dan bukan gemuk
karena kejadiannya memang gemuk.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Umamah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hai anak
Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan
padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau
tahan -tidak engkau berikan kepada siapapun, maka hal itu adalah
menjadikan keburukan untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya
kecukupan -maksudnya menurut syariat engkau tidak akan dianggap salah,
jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak
berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan nafkah- kepada
orang yang wajib engkau nafkahi.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan
ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
Dari Ubaidullah bin Mihshan al-Anshari al-Khathmi r.a., katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa diantara engkau semua telah
merasa aman -dari musuhnya- dalam dirinya, sehat dalam tubuhnya,
memiliki keperluan hidup -makan, minum, obat dan apa-apa yang dibutuhkan
dalam kehidupannya- pada hari itu, maka ia telah dikaruniai dunia
dengan keseluruhan isinya.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash ra bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam serta
diberi rezeki cukup dan diberi sifat qana’ah -suka menerima- dengan
apa-apa yang telah dikaruniakan oleh Allah.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Muhammad yaitu Fadhalah bin Ubaid al-Anshari r.a. bahwasanya ia
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Untung besarlah kehidupan
seorang yang telah dikarunia petunjuk untuk memasuki Agama Islam, sedang
hidupnya itu adalah dalam keadaan cukup dan pula ia bersifat qana’ah
-suka menerima.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa
ini adalah hadits hasan shahih.
Dari Ibnu Abbas ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. dalam beberapa malam
yang berturut-turut itu bermalam dalam keadaan terlipat -maksudnya
terlipat perutnya karena lapar, sedang para keluarganya tidak
mendapatkan sesuatu untuk makan malam, juga sebagian banyak roti yang
dimakan itu adalah roti terbuat dari gandum.” Diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
Dari Abu Karimah, yaitu al-Miqdad bin Ma’dikariba r.a., katanya: “Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidaklah seorang memenuhi sesuatu
wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah sebenarnya seorang
itu makan beberapa suapan yang dapat mendirikan -menguatkan- tulang
rusuknya. Maka jikalau makanan itu harus diisikannya, maka sepertiga
hendaklah untuk makanannya dan sepertiga untuk minumannya dan sepertiga
lagi untuk pernafasannya.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.