Kamis, 15 September 2016

Warna Kehidupan

Melengganglah
Seumpama gumpalan awan yang tak terusik laju angin
Setenang aliran sungai yang mendekati muara
Dalam keteduhan wangi bunga perjalanan menuju takdir kehidupan
Berlarilah
Seirama arah mata angin
Mengantarkan jiwa-jiwa kedalam titik pusat pertemuan
Penghentian laju
Terpatri dalam pahatan tak terhapus lagi lapuk

Semua tertata dalam bayang
Mengiringi ribuan bahkan jutaan langkah ke belakang
Teruskanlah
Mengiringi setiap masa tanpa perasaan senja
Pagi terus menyingsing
Tak henti meski selalu ada jeda
Perjuangkanlah
Seumpama hari esok bukanlah milikmu kembali

Lalu
Sekilat lintasan pikiran
Melaju bagai badai pasir
Kembalilah
Meniti setiap goresan tinta bernama waktu
Mempelajari aliran darah dalam irama seragam desah nafas
Memastikan kekuatan hati
Menjaga kekuatan hati
Membersihkan kekuatan hati
Memantapkan kekuatan hati

Cinta yang tumbuh itu
Kemaslah dengan baik
Menjaganya dengan ruang lingkup kebaikan
Cinta yang bermekaran itu biarlah abadi dalam rasa keindahan
Merengkuh dengan jiwa yang tak terlalaikan
Melapisinya dengan jalinan iman agar tak berkarat lagi merapuh

**********

"Ketika ada orang bicara mengenai Anda di belakang, itu adalah tanda bahwa Anda sudah ada di depan mereka.

Saat orang bicara merendahkan diri Anda, itu adalah tanda bahwa Anda sudah berada di tempat yang lebih tinggi dari mereka.

Saat orang bicara dengan nada iri mengenai Anda, itu adalah tanda bahwa Anda sudah jauh lebih baik dari mereka.

Saat orang bicara buruk mengenai Anda, padahal Anda tidak pernah mengusik kehidupan mereka, itu adalah tanda bahwa kehidupan Anda sebenarnya lebih indah dari mereka.

"Payung tidak dapat menghentikan hujan tapi membuat Anda bisa berjalan menembus hujan untuk mencapai Tujuan".

Orang pintar bisa gagal, orang hebat bisa jatuh, tapi orang yang rendah hati dalam segala hal akan selalu mendapat jalann untuk menempatkan diri dengan seimbang karena kokohnya pijakannya.

Semoga bermanfaat & selamat beraktivitas yg berguna bagi orang banyak!!!"

Senin, 05 September 2016

Titik Persimpangan

"Waktu yang kau taklukkan, atau kau yang dikalahkan oleh waktu?!"

Kalimat yang selalu relevan, terus terjaga sepanjang zaman, tak lekang oleh waktu. Selalu beri ruang untuk tekad terus membuncah, harapan terjaga dan mimpi terus diperjuangkan. Jangan biarkan sedikitpun celah bernama keraguan itu membisikkan kelemahan diri serta ketidak-mampuan hati dan raga dalam bait keselarasan. Teruslah berjuang!

Ya, setiap apapun yang kita kerjakan akan selalu ada lidah tak terjaga. Abaikan... abaikan... abaikan...!!! Selama tidak ada aturan yang dilanggar, selama kebaikan dan kebajikan adalah tujuan... selama akhlak yang baik adalah sarana untuk digunakan... teruskanlah. Boleh jadi, itu menjadi sebab hadirnya cahaya hidayah dari-Nya, semangat menjaga kebaikan serta mengikuti kebaikan. Karena dakwah adalah juga keteladanan.

Seruan kebaikan adalah juga yang mengutamakan akhlak, tak melulu soal dalil yang menjadi pijakan (dalil yang bisa dipertanggung-jawabkan keshahihan serta kebenaran tafsir tentunya). Ya, semua itu bisa tetap memunculkan celah untuk lisan tak terjaga. Bersabarlah... iringi dengan do'a, mudah-mudahan Dia Yang Maha Membolak-balikkan Hati memberi jalan dan menjaga keistiqomahan kita dalam jalan kebaikan.

Lalu, soal mimpi, harapan... biarkan mereka berceloteh tentang apapun. Baik kau tahu ataupun sengaja Dia hijab agar hatimu terjaga. Teruslah memperjuangkan, karena kita tidak pernah tahu akhir dari perjuangan akan seperti apa. Optimislah... terjaga kedekatan hati dengan-Nya... berdo'alah di waktu-waktu mustajab... yakinlah akan takdir terbaik dari-Nya.

"Qad aflahaa manzakkaaha waqad khaabaman dastsaaha..." (As-Syams : 6-7)

"Wa 'ashr... innal insaanalafii khusr..." (Al-'Ashr : 1-2)

Jumat, 02 September 2016

Jangan Sakiti Hatimu

Ustadz Isham Athar dalam kitab 'Azmah Ruhiyah (Krisis Ruhani) menasihatkan, "Apabila hati seorang muslim kosong dari iman akan sirna pula pengaruhnya. Islam lenyap dari kehidupannya. Pada akhirnya tiada lagi amal yang dipersembahkan untuk-Nya. Laksana sebatang pohon yang kering akarnya, habis sumber kehidupan dan pertumbuhannya, serta rapuh dasar pijaknya. Akhirnya ia layu dan mati. Berubahlah menjadi kayu bakar yang kering dan tidak bisa dimanfaatkan kecuali untuk kayu bakar.

Apabila cahaya iman telah redup di hati, hubungan dengan Rabbnya mulai lemah, dan tali ikatannya mulai kendur, mulailah jiwanya cenderung pada harta dunia dengan wujud cinta dan kesungguhan untuk meraihnya. Ketika itu, layulah pohon Islam pada kehidupannya dan jadilah sebuah patung tak bergerak. Tiada kehangatan didalamnya, dan tiada pula ruh dan semangat. Ia kembali dengan derajat terendah yang tidak mampu bangkit kembali serta tidak lagi punya barometer nilai yang layak untuk mengukurnya...,"

Jangan kau sakiti hatimu dengan keburukan. Jangan pula kau sakiti hatimu dengan pesona duniawi yang menipumu. Bila tak hati-hati menahan kuatnya tarikan dunia, akan membawa wanita kita menjerumuskan diri.

Jangan sakiti hatimu. Kita mesti mendidik diri agar hati harmoni karena selalu dilandasi cinta dan tsiqah, rasa saling percaya, bukan rasa saling curiga. Cinta yang memunculkan ketaatan asli. Ketaatan murni mengharap ridha Allah. Jika cinta dan ketaatan menyatu lahirlah percaya (tsiqah). Tenang dalam keimanan. Senang dalam kepercayaan.

Berjamaah di jalan dakwah seperti berkeluarga. Kita tidak saling mengharap kesempurnaan dari pasangan kita, namun saling melengkapi dan menyempurnakan meski masing-masing dalam keterbatasan.

Alhamdulillah. Sesungguhnya ketaatan itu bisa mendatangkan kekuatan badan, ketampanan di wajah dan kecintaan pada diri makhluk.

Belajar menginspirasi tanpa menggurui. Memberi keteladanan bukan memaksakan. Mengajak bukan mengejek. Mendidik diri, menata potensi, meniti hari agar selalu happy full prestasi. Orang lain bisa mencaci kita, memaki kita, memfitnah kita, membenci kita, mendengki kita, namun mereka tidak akan mampu melawan do'a-do'a kita.

Sumber : Back To Tarbiyah, Solikhin Abu Izzudin.

Kelalaian adalah petaka
Seumpama jarum yang menusuk seluruh telapak kaki saat menapaki perjalanan
Dunia bisa menjadi kesenangan yang melenakan
Namun juga sarana pengabdian agar kekal bahagia di alam kehidupan sana
Hati adalah kunci
Hati adalah penjagaan
Hati adalah kekuatan
Maka dengan melalaikan kekuatannya ia akan melemahkan seluruh badan
Maka dengan menyakitinya, pupus sudah kesempatan semakin melejitkan daya juang

Lalu...
Mau sampai kapan...?
Jika dunia mampu mengarahkanmu pada akhirat, maka jagalah hatimu.
Namun, ia bisa menghancurkan.

Bandung, 2 September 2016.

Kamis, 01 September 2016

Jalan Lurus

"Ringkasan Hasil Pembacaan Tafsir Badiuzzaman Said Nursi Tentang ash-Shiraath al-Mustaqiim"

Di antara karakteristik agama Islam adalah sikap pertengahan. Pertengahan dalam aspek manapun. Ia tidak condong ke kanan atau ke kiri. Tetapi tengah-tengah. Ia tengah-tengah antara asketik Nasrani dan pragmatisme Yahudi. Tengah-tengah antara ifrâth (sikap berlebihan/excess) dan tafrîth (sikap melalaikan/deficiency). Sikap tengah-tengah yang tidak ke kiri dan ke kanan ini juga selalu lurus seperti jalan yang lurus. Oleh karenanya Islam juga identik dengan ungkapan "Jalan Lurus".

Mengenai "Jalan Lurus" atau ash-Shirâth al-Mustaqîm, Syaikh Said Nursi pernah menerangkannya dalam Isyârâtul-I'jâz karyanya.

Beliau berkata:

Perlu Anda ketahui, jalan lurus adalah keadian yang merupakan rangkuman hikmah (kebijaksanaan), 'iffah (menjaga harga diri), dan syajâ'ah (keberanian). Tiga hal ini adalah sikap tengah-tengah pada masing-masing dari tiga daya dalam diri manusia.

Jelasnya, Allah swt. ketika meniupkan ruh ke dalam tubuh manusia yang selalu berubah, membutuhkan dan berpotensi binasa, Dia meletakkan tiga daya ke dalamnya demi kelanggengannya.

1. Daya nafsu kebinatangan, untuk memperoleh manfaat;

2. Daya emosional kebuasan, untuk menolak bahaya;

3. Daya intelektual kemalaikatan, untuk membedakan baik dan buruk.

Tetapi Allah dengan kebijaksanaan-Nya yang memberi kesempurnaan manusia melalui rahasia kompetisi (dalam beramal), tidak memberikan batasan bagi daya-daya tersebut saat pertama kali menciptakan manusia, seperti pembatasan daya pada makhluk hidup lain. Batasan-batasan tersebut disebutkan dalam Syariat untuk mencegah ifrâth dan tafrîth, dan memerintahkan bersikap pertengahan.

Prinsip ini besumber pada firman-Nya, 'Maka bersikap luruslah seperti yang diperintahkan kepadamu' (QS. Hûd: 112)

Ketiadaan pembatasan daya-daya tersebut saat penciptaan manusia, menghasilkan tiga level. Yaitu level pengurangan atau tafrîth, level penambahan atau ifrâth, dan level pertengahan atau keadilan.

Pengurangan pada daya intelektual akan melahirkan kebodohan dan kedunguan. Sedangkan penambahannya melahirkan kelicikan yang menipu dan bertele-tele dalam hal-hal remeh. Adapun pertengahannya adalah kebijaksanaan. Allah berfirman, 'Siapa yang diberikan kebijaksanaan, dia telah diberikan kebaikan yang banyak....'"

Beliau lalu menjelaskan daya nafsu kebinatangan:

"Pengurangan daya nafsu kebinatangan melahirkan hilangnya semangat dan hilangnya hasrat mendapatkan sesuatu. Penambahannya menyebabkan kejahatan, yakni rakus terhadap apapun yang ditemui, entah halal atau haram. Pertengahannya menumbuhkan sikap menjaga diri ('iffah), yakni mengambil yang halal dan menghindari yang haram. Selanjutnya silahkan dengan kaidah pokok ini takar setiap cabangnya, seperti dalam hal makan, minum, berpakaian dan lain-lain."

Tentang daya emosional, beliau berkata:

"Pengurangan daya emosional melahirkan sifat pengecut, yakni ketakutan terhadap hal yang tidak patut ditakuti, dan prasangka. Penambahannya memunculkan sikap nekat yang menyebabkan kecerobohan, kesewenang-wenangan, dan kelaliman. Sedangkan pertengahannya menumbuhkan keberanian, yakni mencurahkan jiwa dengan penuh cinta dan rindu (kepada Allah) untuk melindungi harga diri Islam dan meninggikan kalimat tauhid. Selanjutnya dengan kaidah pokok ini silahkan Anda mengukur cabang-cabangnya."

Kemudian beliau menutup pembahasan tiga daya ini dengan menjelaskan bahwa enam sisi yang disebutkan tadi (3 tafrîth: kebodohan, hilangnya semangat dan sifat pengecut; 3 ifrâth: kelicikan, kerakusan dan kenekatan) adalah kezaliman. Sedangkan 3 sikap tengah (kebijaksanaan, 'iffah dan keberanian) adalah keadilan yang merupakan jalan lurus dan merupakan pengamalan firman Allah, "Maka bersikap luruslah seperti yang diperintahkan kepadamu" (QS. Hûd: 112).

Syaikh Said berkata, "Siapa yang meniti jalan ini, dia berjalan di atas jalan yang terbentang di atas jurang neraka."

Bisa jadi maksudnya, berjalan di atas jalan tersebut akan membutuhkan perjuangan dan kehati-hatian. Jika melenceng ke kanan atau ke kiri, bisa-bisa akan terjatuh ke jurang tersebut.

Wallâhu a'lam.

Note : catatan dari seorang ikhwan dengan sedikit perubahan dan penyesuaian.