Jumat, 30 Desember 2011

Seluruh sikap dan perbuatan muslim adalah ibadah

Ibadah sendiri berarti mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya

Orang Islam yang bersujud (sholat) menghadap Ka'bah, tidak berarti dia menyembah Ka'bah, akan tetapi dia sebenarnya sedang bersujud dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan menghadap ke Ka'bah perwujudan menjalankan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Begitupula mereka yang mencium Hajar Aswad, tidak berarti menyembah Hajar Aswad akan tetapi mereka menyembah Allah Subhanahu wa ta'ala dengan mencium Hajar Aswad perwujudan menjalankan perintahNya atau mereka mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Mereka yang tidak mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla adalah yang dimaksud dengan orang kafir atau menyekutukan Allah, selengkapnya telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/12/hakikat-tauhid/

Seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta'ala karena itulah tujuan kita diciptakanNya.

Firman Allah ta'ala yang artinya "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)

"Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu" (QS al Hijr [15] : 99)

Dalam tulisan-tulisan kami sebelumnya terkait dengan ibadah , kami pergunakan kategorisasi ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah namun kategorisasi ini dapat menimbulkan kerancuan sehingga dapat terjerumus kedalam paham sekulerisme. Sekulerisme, paham yang menghindarkan manusia dalam kehidupannya me"referensi" kepada Allah / Agama. Dengan berpemahaman ini menjerumuskan kita bahwa seolah ada perbuatan manusia yang merupakan "urusan dunia" atau urusan antar manusia dan tidak terkait dengan Allah Azza wa Jalla. Seluruh sikap dan perbuatan kita selalu berhubungan atau terkait dengan Allah Azza wa Jalla. Setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan harus mengingat apakah sikap atau perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah. Kita harus ingat selalu bahwa kita hanya melakukan sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah. Kegiatan mengingat inilah termasuk kedalam dzikrullah (mengingat Allah).

Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan

Amal ketaatan atau perkara syariat adalah ibadah yang menjadi syarat sebagai hamba Allah yakni menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi larangaNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).

Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatkan akibat/ganjaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau "bukti cinta" kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal ketaatan harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah

Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits.

Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala (kebaikan) dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah "ungkapan cinta" kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan tidak harus selalu sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah, landasannya hanyalah jika tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah amal kebaikan , sebaliknya jika bertentangan dengan Al Qur'an dan AS Sunnah adalah keburukan (sayyiah)

Hukum asal amal ketaatan adalah haram/terlarang selama tidak ada dalil yang menetapkannya

Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya

Definisi bid'ah yang berlaku sejak Nabi Adam a.s sampai sekarang dan sampai akhir zaman adalah perkara baru diluar apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya

Perkara yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya adalah perkara yang wajib dijalani dan wajib dijauhi atau perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) atau disebut sebagai "urusan kami" atau disebut dengan agama atau disebut amal ketaatan yakni menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi laranganNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)

Orang yang menjalankan amal ketaatan atau "bukti cinta" adalah disebut orang beriman (mukmin)

Firman Allah ta'ala yang artinya
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imron [3]:31 )

"Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir" (QS Ali Imron [3]:32 )

"dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (QS Al Anfaal [8]:1 )

Amal ketaatan adalah apa yang ditetapkanNya yakni perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), batas/larangan dan pengharaman (dikerjakan berdosa)

Dari Ibnu `Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman." Seorang Sahabat bertanya: "Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: `Kami telah beriman'." Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Ya, karena mengada-adakan di dalam agama (mengada-ada dalam perkara yang merupakan hak Allah ta'ala menetapkannya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman) , apabila mereka mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya." (Hadits riwayat Ath-Thabarani)

Bagian akhir hadits di atas menyampaikan bahwa "sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya" serta telah sempurna atau telah selesai segala perkara yang ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau telah selesai segala perkara yang wajib dijalankan manusia dan wajib dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam di utus.

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" ( QS Al Maaidah [5]:3 )

Perkara baru (bid'ah) dalam amal ketaatan (perkara syariat/syarat sebagai hamba Allah) adalah bid'ah dholalah dan pelakunya disebut Ahli bid'ah.

Ahli bid'ah pun termasuk orang kafir , mereka yang melakukan perbuatan syirik, mereka yang tidak mau mengakui ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa Jalla karena mereka mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya)

Ahli bid'ah adalah mereka yang mengada-ada atau membuat perkara baru (bid'ah) sehingga mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya)

Ahli bid'ah adalah mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya.

Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa). Rasulullah meninggalkan sholat tarawih berjama'ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholawat tarawih adalah kewajiban (ditinggalkan berdosa) selama bulan Ramadhan.

Rasulullah bersabda, "Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian." (HR Bukhari 687). Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=10&ayatno=120&action=display&option=com_bukhari

Bid'ah hasanah , jika yang melakukan sholat tarawih berjamaah sebulan penuh berkeyakinan bahwa itu adalah amal kebaikan selama bulan ramadhan walaupun Rasulullah tidak mencontohkan/melakukannya sebulan penuh.

Bid'ah dholalah, jika mereka berkeyakinan bahwa sholat tarawih berjamaah sebulan penuh adalah kewajibanNya atau perintahNya (ditinggalkan berdosa) karena sholat tarawih sebulan penuh tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa). Yang ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa) yang harus dikerjakan sebulan penuh pada bulan Ramadhan adalah berpuasa.

Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani

`Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, "Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu". Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: "Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka." (Riwayat Tarmizi)

Bid'ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah, penyembahan diantara pembuat bid'ah (perkara baru) dengan pengikutnya.
Bid'ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
"Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid'ah". [Ash-Shahihah No. 1620]

Firman Allah ta'ala yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas." (Qs. al-Mâ'idah [5]: 87).

Oleh karenanya para hakim agama, para mufti atau mereka yang akan berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), larangan (dikerjakan berdosa) atau pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berdasarkan atau turunan dari apa yang telah ditetapkanNya. Sebaiknyalah berpegang pada pendapat atau pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat sebagaimana yang dicontohkan oleh mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaimana contoh yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/

Sedangkan bid'ah (perkara baru) diluar apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya) atau perkara baru diluar amal ketaatan (perkara syariat/syarat sebagai hamba Allah) ada dua kategori yakni bid'ah dlolalah dan bid'ah hasanah (mahmudah)

Bid'ah dlolalah adalah perkara baru yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya
Bid'ah hasanah adalah perkara baru yang tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya.

Imam Asy Syafi'i ~rahimahullah berkata "Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma' atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid'ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid'ah mahmudah (terpuji)"

Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.
"Sesungguhnya bid'ah terbagi menjadi 5 macam ; bid'ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid'ah yang haram), makruhah (bid'ah yang makruh), dan mubahah (mubah)" [Syarh An-Nawawi `alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]

Contoh sederhana bid'ah hasanah (mahmudah) adalah peringatan Maulid Nabi.

Peringatan Maulid Nabi adalah bukan perkara syariat atau perbuatan yang tidak diwajibkanNya namun tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya/diwajibkanNya (tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah) maka termasuk amal kebaikan

Amal kebaikan adalah segala perkara diluar apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya) atau segala perkara diluar amal ketaatan (perkara syariat/syarat sebagai hamba Allah) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya / diwajibkanNya (tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah)

Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan Bid'ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta'ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam

Imamul Qurra' Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya `Urif bitta'rif Maulidissyariif : Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : "di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam dan karena Tsuwaibah menyusuinya " (shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur'an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang gembira atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah berkata "tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat Islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar".

Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : "ketahuilah salah satu bid'ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi shallallahu alaihi wasallam"

Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan maulidnya yang terkenal "al aruus" juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, "Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya".

Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: "Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar".

Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalankan amal kebaikan atau mereka yang mengungkapkan cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.

Firman Allah ta'ala yang artinya, "Inilah ayat-ayat Al Qura'an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-orang yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS Lukman [31]:2-5)

Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Firman Allah ta'ala yang artinya,
"Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS An Nuur [24]:35)

"Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun". (QS An Nuur [24]:40 )

"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (QS Az Zumar [39]:22)

Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan berbuat amal kebaikan (muhsin/muhsinin) atau sholihin adalah mereka yang termasuk manusia disisiNya. Mereka yang telah dikarunia ni'mat oleh Allah Azza wa Jalla. Mereka yang terbukti tetap istiqomah pada jalan yang lurus

Firman Allah ta'ala yang artinya
"Tunjukilah kami jalan yang lurus" (QS Al Fatihah [1]:6 )

" (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka…." (QS Al Fatihah [1]:7 )

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya ." (QS An Nisaa [4]: 69 )

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa amal kebaikan (amal sholeh) sangat luas sekali.

Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya." Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?" Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, "Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala." (HR. Muslim 1674) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=13&ayatno=50&action=display&option=com_muslim Selengkapnya tentang amal sholeh telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/2010/10/27/amal-sholeh/

Al-Qur'an dan Hadits pada hakikatnya memuat amal ketaatan atau ketetapan yang menjadi hak Allah Azza wa Jalla yakni ketetapan berupa kewajiban dan larangan (batas/larangan dan pengharaman). Dalam Al-Qur'an dan Hadits memang disebutkan beberapa contoh amal kebaikan (amal sholeh) namun tidak seluruh amal kebaikan (amal sholeh) yang akan dikerjakan manusia sejak Nabi Adam a.s sampai kiamat nanti diuraikan dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Kalau diuraikan seluruhnya akan membutuhkan lembaran Al-Qur'an maupun Hadits yang luar biasa banyaknya.

Amal kebaikan tidak harus atau tidak selalu terkait dengan apakah telah dicontohkan/dilakukan atau tidak dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah atau Salafush Sholeh. Amal kebaikan sejak Nabi Adam a.s sampai akhir zaman tetap perkara baik selama tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau tidak bertentangan dengan amal ketaatan.

Kaidah "LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI" (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya) tidak berlandaskan Al Qur'an dan Hadits. Kesalahpahaman kaidah ini telah kami uraikan dalam tulisan pada

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/08/lau-kaana-khoiron/

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/04/apa-kaitannya/

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/20/jika-itu-baik/

Segala amal kebaikan atau amal sholeh atau amalan sunnah adalah yang dimaksud dengan dzikrullah.

Dalam suatu riwayat. "Qoola a'liyy bin Abi Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola Rasullulohi: dzikrullahi". artinya; "Ali Bin Abi Thalib berkata; "aku bertanya kepada Rasullulah, jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah? "Rasullulah menjawab; "dzikrulah."

Amal kebaikan adalah segala sikap dan perbuatan yang dilakukan bukan di wajibkanNya namun atas kesadaran sendiri karena Allah ta'ala semata atau karena mengingat Allah atau wujud dari kecintaan hamba kepada Allah ta'ala dan Allah ta'ala pun mencintai hambaNya maka jadilah kekasih Allah atau wali Allah dengan berbagai tingkat kedekatan atau tingkat kewalian sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/28/maqom-wali-allah/

Tujuan amal kebaikan adalah untuk mendekatkan diri kita atau memperjalankan diri kita agar sampai (wushul) kepada Allah ta'ala. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/05/perjalankanlah-diri-kita/

Dalam sebuah haditas Qudsi, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya. (HR Muslim 6021) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=61&ayatno=89&action=display&option=com_bukhari

Boleh jadi mereka yang membenci peringatan Maulid Nabi atau mereka yang men-syirik-kan sholawat nariyah, sholawat badar, qashidah burdah, maulid barzanji adalah mereka yang terkena ghazwul fikri atau terkena upaya adu domba yang dilakukan oleh orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/11/puritan-radikalisme/

Firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik" (Al Maaidah: 82)

Untuk itulah kaum Yahudi dan orang-orang musyrik yakni kaum Zionis Yahudi terus melakukan upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) agar umat muslim pada umumnya tidak memperjalankan dirinya untuk sampai (wushul) kepada Allah ta'ala atau tidak tahu bagaimana yang dimaksud mendekatkan diri kepada Allah ta'ala.

Kaum Zionis Yahudi sangat takut kepada umat Islam yang jika berdoa kepada Allah ta'ala dan pasti dikabulkanNya. Inilah adalah hakikat dari doa adalah senjata kaum mukmin.

Namun yang harus kita ingat bahwa kita tetap harus berlaku adil kepada mereka atau kepada kaum non muslim atau kaum kafir. Pada hakikatnya mereka menjadi seperti itu adalah kehendak Allah Azza wa Jalla juga. Perlakukan dengan baik sebagaimana perlakuan kita kepada ciptaanNya yang lain selama mereka berlaku baik kepada kita.

Islam mengajarkan damai dan berbuat baik bukan hanya terhadap manusia, akan tetapi sampai terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bukankah dalam hadist Nabi shallallahu alaihi wasallam telah diriwayatkan bahwa seorang wanita masuk neraka karena telah menganiyaya seekor kucing. Begitu pula seorang pelacur masuk sorga karena telah memberi minum seekor anjing yang kehausan.

Rahmat Islam benar-benar lil `alamin (bagi semesta alam). Tidak hanya manusia, tetapi hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup, semua memperoleh rahmat Islam.

Ibnu Abbas ra. meriwayatkan, ada seorang lelaki yang merebahkan kambingnya sementara dia masih menajamkan pisaunya. Lalu Rasulullah bersabda, "Apakah engkau ingin membunuh kambing itu dua kali? Jangan lakukan itu. Tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkan kambingmu."

Ibnu Sirin juga meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah melihat seseorang sedang menyeret kaki kambing untuk disembelih. Beliau marah dan menegur orang tsb., "Jangan lakukan itu! Giringlah hewan itu menuju kematiannya dengan baik." (HR Imam Nasai)

Allah Azza wa Jalla akan memasukan muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan beramal kebaikan / beramal sholeh (muhsin/muhsinin/sholihin) kedalam jannah dan Allah Azza wa Jalla mengibaratkan orang-orang kafir bagaikan binatang dan memasukkan mereka kedalam jahannam.

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, "Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mu'min dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka." (QS Muhammad [47]:12 )

Masihkah kita menjadikan mereka yang diibaratkan oleh Allah Azza wa Jalla bagaikan "binatang" sebagai "teman kepercayaan", sebagai pelindung, sebagai penasehat atau bahkan sebagai pemimpin dunia ?

Perlakuan kita kepada kaum non muslim memang harus adil dan baik namun terkadang memperlakukan mereka dengan baik namun melupakan Ukhuwah Islamiyah

Dahulu kita "terikat" pada kesatuan dalam aqidah (aqidah state) atau jama'atul muslimin (jama'ah kaum muslim) dan berakhir pada masa kekhalifahan Turki Ustmani. Keberakhiran kekhalifahan pada dasarnya karena terpengaruh paham individualisme yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi

Paham individualisme untuk memecah belah umat Islam atau upaya meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah. Kita telah terpecah belah ke dalam beberapa wilayah atau negara atau kesatuan dalam negara (nation state) yang dikenal dengan propaganda nasionalisme. Salah satu hasutan kaum Zionis Yahudi adalah menumbuhkan nasionalisme Arab

Secara perlahan namun pasti, "lembaga-lembaga pengkajian" yang dipimpin para orientalis Barat ini meracuni pemikiran umat Islam Turki. Para orientalis menjelek-jelekkan sistem Islam dan membangga-banggakan sistem nasionalisme. Dari sinilah lahir gerakan nasionalisme Arab. Jenderal Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini kemudian membangkitkan nasionalisme Arab dan mengajak tokoh-tokoh pesisir Barat Saudi untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmaniyah, dan setelah itu mendirikan Kerajaan Islam Saudi Arabia.

Paham nasionalisme adalah paham individualisme dalam skala besar yakni skala negara.

Dengan terhasut paham nasionalisme (individualisme skala besar) mengakibatkan "keadaan perang" di negara atau wilayah saudara muslim lainnya seperti di Palestina, Afghanistan, dll, tidak dianggap atau dirasakan sebagai keadaan perang di negara kaum muslim lainnya. Sedangkan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)

Sehingga sebagian penguasa negeri yang beragama Islam , tidak merasa bersalah menjadikan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi sebagai "teman kepercayaan", penasehat, pelindung

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya" , (QS Ali Imran, 118)

"Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati". (QS Ali Imran, 119)

"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (Qs. Al Mujadilah : 22)

"Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dan meninggalkan orang-orang mu'min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…" (Qs. Ali-Imran : 28)

"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui". (QS Al Mujaadilah [58]:14 )

Ironis yang terjadi di wilayah kerajaan dinasti Saudi, mereka menjadikan Amerika (dibelakangnya kaum Zionis Yahudi) sebagai teman kepercayaan, pelindung, penasehat. Contoh paling mudah untuk diketahui bahwa mereka menyusun kurikulum pendidikan agama bekerjasama dengan Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi , sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/ Inilah salah satu "pintu masuk" ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi dan kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut menyebar luas ke negeri-negeri kaum muslim melalui perantaraan contohnya beasiswa pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saudi. Begitupula dengan penguasa negeri lainnya yang mengaku muslim namun mereka menjadi "boneka" Amerika atau menjadikan Amerika atau kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, pelindung, penasehat. Tindakan para penguasa negeri inilah yang menimbulkan kemudharatan bagi kaum muslim sebagaimana yang telah difirmankan Allah Azza wa Jalla dalam (QS Ali Imran, 118).

Hasbunallah wani'mal wakil
"Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar" (QS Ali `Imran [3]: 173)

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Inilah Para Penguasa Indonesia Sesungguhnya

Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Sebuah film dokumenter yang menggambarkan para penguasa Indonesia
sebenarnya. Wajib ditonton setiap orang.

Indonesia telah 'merdeka' selama 66 tahun. Tapi, negeri yang kaya raya ini,
kini tak lebih dari negeri budak-bayaran dan pengemis. Kemiskinan semakin
merajalela. Kekayaan alam semakin terkuras. Kemanakah gerangan kakayaan
alam kita ini?

Di balik slogan 'pembangunan' yang selalu didengungkan, dan globalisasi
yang dipuja-puji, kenyataannya adalah proses pemiskinan secara global.
Rakyat Indonesia, sebagaimana rakyat negeri meskin lainnya, dicengkeram
debtorship. Kekayaan alam terus dijarah, sementara rakyat dimiskinkan dalam
jeratan utang. Dan utang ini dijadikan alat untuk lebih jauh lagi mendikte
dan menjajah bangsa 'merdeka' ini.

Siapa saja para penguasa Indonesia yang sebenarnya? Di mana peran IMF dan
Bank Dunia? Bagaimana mereka menjarah kekayaan kita? Apa posisi politik
Jenderal Soeharto, Presiden RI ke-2? Adakah keterlibatan CIA? Bagaimana
dengan pemerintahan Inggris? Dan bagaimana kait mengaitnya dengan situasi
sosial politik dan ekonomi kita saat ini? Semuanya terpaparkan dengan cukup
jelas di sini.

Inilah film dokumentasi yang wajib ditonton oleh setiap warga Indonesia.
Dibuat pada tahun 2002, film ini bukan saja masih sangat penting ditonton,
tetapi semakin relevan. Film ini dibuat oleh John Pilger, wartawan
investigatif Australia yang kini mukim di London, judulnya adalah Penguasa
Baru Dunia. Selain melalui penyajian gambar yang pengambilannya dilakukan
secara tersembunyi, karya John Pilger ini juga dilengkapi dengan wawancara
sejumlah nara sumber yang sangat dapat dipercaya. Termasuk para pejabat
tinggi IMF dan Bank Dunia, selain akademisi seperti Jeffrey Winter, dan
aktivis buruh Dita Indah Sari.

Film dokumentasi ini bisa dilihat lewat youtube, dengan *sub-title* dalam
bahasa Indonesia, dan dibagi dalam enam bagian. Durasi total film ini
adalah sekitar 53 menit. Lengkapnya link film ini, secara berurutan dari
bagian 1- bagian 6, adalah sebagai berikut:

http://www.youtube.com/watch?v=5Gd8TFEmgSs&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=BDgYTWxyeNQ&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=X-60-j66AtI&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=TKUwOV1ua9A&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=LBCEGFCOBSg&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=KTAC2cSR43c&feature=related

Empat Tahap Menuju Allah

Oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

(Disampaikan pada Tabligh Akbar pada tanggal 15 November 2011 di
Sukarami, Padang yang dihadiri oleh Syaikh Jibril, salah satu mursyid
Tariqah Naqsyabandiyah Haqqani)

Materi "Dialog tentang Ketuhanan" di Masjid Baitul Ihsan, Bank
Indonesia,

23 Desember 2011 atas kerjasama Manajemen Masjid Baitul Ikhsan

dan Tasawuf Islamic Center Indonesia.

Pembicara: Dr. Ahmad Rahman, MAg (Ahli Peneliti Utama Balitbang Kemenag
RI & Pembimbing TICI)

Moderator: Dr. Nawiruddin Dg Tola, M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Asyhadu an laa ilaaha illa Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X

Segala puji bagi Allah, yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada kita, yang tak jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat
perangai kita. Namun, dengan kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di
masjid ini. Selawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Muhammad
Saw. Juga mari kita kirimkan surat al-Fatihah kepada orang tua kita dan
orang-orang yang telah mendahului kita, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku
dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada guru-guru yang kita
cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah).

Bapak-Ibu yang Allah rahmati…

Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang umumnya kita lewati.

Yang pertama adalah zikir atau ingat.

Yang kedua adalah rasa

Yang ketiga adalah penyaksian

Yang keempat adalah mahabbah atau cinta

Zikir

Zikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.

"Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara.
Jikalau ada perantara, perantara itulah Aku." (Ilham Sirriyah, pen.)

Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang
keluar dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari
hati kita. Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang
melahirkan rasa dekat kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.

Rasa

Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada
Allah. Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik,
pencari Tuhan, pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu
loncatan bagi kita untuk menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah
lebih dekat dariapda nurani kita sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu
loncatan. Jangan kita merasa sudah sampai sana (kepada Allah), (jangan
pula merasa inilah puncak segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam
rasa, tetapi Allah ada di balik rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana
tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang hamba kecuali yang ada
hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri,
pen.).

Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu
bukan saja bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang
berbintik-bintik. Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada
selain kepada Allah. Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini
berzikir, belajar tariqah, merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati
kita bergantung kepada selain Allah. Hati yang hanya bergantung kepada
Allah ialah hati yang nol, atau hati yang kosong. Yang kosong itu akan
diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat bulan di tengah hari di
saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat bulan yang sempurna
maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain selain cahaya
bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya kepada
Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.

Penyaksian

Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat yang dia miliki
akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu, lebih
nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri. Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan,
dan kita tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan
menjadi Tuhan. Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya
mustahil bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya
bersatu. Benda akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan
menjadi bayangan. Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan
menjadikan rasa dekat itu menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan
sebagai hewan tunggangan menuju Allah.

Bapak Ibu yang Allah rahmati.

Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri
kita masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah
hanya di dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit! Butuh Allah
setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para pecinta Allah,
kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung kakinya pun
ia butuh kepada Allah. Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan
Allah hanyalah orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat
Allah kepada dirinya. Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya
dirinya. Namun, orang-orang yang merasa dia yang kuat, dia yang
berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah. Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar
menganggap dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan
rasa butuh kepada Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki
Allah. Saya sering menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara
yang beragama, tapi belum bertuhan. Negara kita ini adalah negara
bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan. Inilah tariqah dan ajaran kita,
bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar beragama bertuhan, dan
memiliki Tuhan.

Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Tambahan dari penulis:

Cinta

Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah
maka akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu
itu adalah tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa
cinta, maka seluruh hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah
sebagai pembuktian cinta pada-Nya.

Transkriptor: Zubair

Diambil dari www. youtube.com

DISKUSI TENTANG KETUHANAN (MUKHATHABAH ILAHIYAH) Tasawuf Islamic
Centre Indonesia (TICI) bekerja sama dengan Manajemen Masjid Baitul
Ihsan, Bank Indonesia (MMBI) rutin diselenggarakan setiap hari Jumat
mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan shalat Maghrib s/d Shalat Isya.
Bertempat di Basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi
Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat,

Informasi lebih lanjut : http://www.sufi-centre.net/
<http://www.sufi-centre.net/>

Meredam kesalahan

Assalaamu‘alaikum Wr. Wb.

Sahabat seiman..,
Lihatlah, Allah menghadirkan kembali nikmatnya pagi, meski tak semua mensyukurinya namun semua dapat merasakan kesegarannya, walau banyak yang meninggalkan perintah-Nya namun Pemberian-Nya tetap menyapa setiap kita.. semoga kita mampu membalas kebaikan pagi ini dengan yang lebih baik lagi..

Sahabat seiman..,
Jangan pernah berhenti untuk memotivasi diri, cari terus inspirasi, ayat Al Quran sebaik-baik referensi, simaklah ayat berikut ini, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)..” (Q.S. Al Baqoroh: 178)

Sahabat seiman..,
Diri tak pernah luput dari kesalahan, namun syaitan bisa mencuri kesempatan, kesalahan membunuh bisa berujung pertikaian yang lebih besar. Namun tataplah indahnya Islam, dendam disalurkan tepat sasaran, api permusuhan diredam dengan benih persaudaraan, saling membalas dalam kebaikan..

Sahabat seiman..,
Hati-hatilah..!, di sekeliling kita bertaburan kebaikan, janganlah disia-siakan, apalagi disalahgunakan menjadi kejahatan. Di sekitar kita bertebaran kesalahan, jangan sertai syaitan menjadi kawan. sikapilah semua dengan kedewasaan pemahaman Islam, Semoga semua sisi kehidupan dipenuhi kebaikan. Selamat beraktifitas! (SaiBah)
 
*Ditulis utk Masyarakat Muslim Perkantoran oleh Bid. Pembinaan dan Dakwah Forsimpta*

10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru

Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Semoga artikel yang singkat ini bisa menjawabnya.
 
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai  dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun  baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak  dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.

Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram.
Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,
Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan  Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan,  ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu  hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]
Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum  muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar  meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini  adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar  perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan
sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum
muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini: Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan  secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi  dalam ied terkumpul beberapa hal:
1.        Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
2.        Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
3.        Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.
Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:
1.        Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah  dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
2.        Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau  golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari  kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu  termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di  samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang  lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena  menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-
Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang  Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian  sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika  orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh  lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]
An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa  tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan  berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah
terjadi saat-saat ini.”
[6]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai  model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang  setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk  pula perayaan tahun baru ini. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian,
penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As-Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]

Kerusakan Ketiga:Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang  kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara  orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada  malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia,  mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid.  Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada
manfaatnya”,
demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. 
Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa  tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual  kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika  itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan  meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan. Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi  dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang  penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir  dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim  memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini  tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).
Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi  ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’,  atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]

Kerusakan Kelima: Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.
Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar. Ibnul Qoyyim -rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13]
Oleh karenanya, seorang muslim tidaksepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar. Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14]
Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16]
Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau
mengingkari yang demikian.”
[17]

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[18]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19]
Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap
orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)
Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]
Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37).
Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]
Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru.
Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Disempurnakan atas nikmat Allah di Pangukan-Sleman, 12 Muharram 1431 H Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh Rumaysho.com
________________________________

[1] Sumber bacaan: http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru
[2] HR. An Nasa-i no. 1556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3]Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta‘, 3/88-89, Fatwa no. 9403, Mawqi’ Al Ifta’.
[4] HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah.
[5] HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa’id Al Khudri.
[6]Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392.
[7] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
[8] Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.
[9] HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid (bagus).
[10]Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.
[11] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, Dar Al Imam Ahmad
[12] Al Kaba’ir, hal. 26-27, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
[13] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574
[14] HR. Muslim no. 1163
[15] HR. Bukhari no. 568
[16] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah.
[17] HR. Muslim no. 6925
[18] HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41
[19] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah
[20] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5/69, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27
[21] HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if  Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih.
[22] Al Fawa’id, hal. 33
[23] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/553, pada tafsir surat Fathir ayat 37.

Cinta-Dua-Bidadari_Bab 6

BAB VI
KEPINGAN PERJALANAN MASA LALU

            Sudah waktunya shalat Isya, Raden bergegas mengenakan sarungnya dan langsung pergi ke masjid yang berada di samping rumah. Sebenarnya ia masih cukup lelah setelah latihan sepak bola tadi sore, dan yang menjadi latihan yang terakhir kalinya. Sebagai kapten tim, ia mencoba untuk memberikan yang terbaik serta menunjukkan bahwa dirinyalah sosok yang mampu membuat irama permainan di lapangan menjadi lebih hidup.
             ”Raden... kalo sudah selesai shalat langsung pulang ya!!!” sahut ibunya dari dalam.
             ”Bu...ada ceramah malam dari ustadz Harun, paling agak sedikit lama pulangnya...!” balas Raden sambil mengenakan sandalnya.
             ”Ya udah... asalkan nggak main-main!!!” kata ibunya kembali.
            Raden langsung berlari menuju masjid, lantas segera melangkah untuk mengambil air wudlu. Disana teman-temannya sudah duduk tenangsambil membaca Al-Qur’an,
             ”Den, maneh nggak wudlu di rumah...?!” tanya Wawan, teman sekelasnya dan juga rekan satu tim sepak bola.
             ”Oh iya... udah telat euy, dah nyampe sini!!!” jawab Raden sambil sedikit bercanda.
            Selesai wudlu ia pun langsung duduk dibarisan paling depan, tepat di samping kanan dan kirinya adalah Wawan, Ujang dan juga Yayan. Mereka berempat sudah biasa mengambil shaf terdepan, mungkin kali ini adalah untuk yang terakhir kalinya mereka shalat berjamaah ditempat yang sama. Besok Raden dan seluruh keluarganya akan pindah,
             Isukan pindahan jam sabaraha...?” tanya Yayan pelan.
             Jam sapuluan...,”
             ”Wah anggota kita pasti berkurang, berarti... rencana kita untuk tetap bersama dalam satu tim sampai SMA nggak jadi... padahal kita semua punya mimpi untuk menjadi pemain Persib nantinya,” tutur Wawan yang kali ini menghadapkan wajahnya ke arah Raden.
             ”Mmm...bener atuh, kapten kita sudah pergi... kita harus mencari kapten tim yang baru,” imbuh Ujang kemudian.
            Raden hanya tersenyum mendengar perkataan ketiga temannya,
             ”Kan kamu atuh Jang penggantinya... biasana oge maneh anu jadi kapten upami urang teu aya...,”
             ”Oh iya... maneh atuh Jang sebagai pengemban kapten tim...!!!” kata Yayan dengan nada semangat. Ujang sendiri akhirnya terdiam sejenak,
             Urang mah acan siap... di SMA nanti juga ada anggota tim sepak bola yang lain atuh...,”
            Muadzin mulai mengumandangkan iqamah, mereka langsung menghentikan percakapannya. Jamaah yang lainnya mulai berdiri dan merapihkan shafnya termasuk beberapa anak-anak seumuran dengan Raden yang sejak tadi membaca Al-Qur’an. Sang imam ustadz Harun mengamati barisan sebelum memulai shalat, kemudian ia pun melakukan Takbiratul Ihram diikuti oleh semua makmumnya.
Pada rakaat pertama beliau membaca surat Adh-Dhuha, kemudian rakaat keduanya membaca surat Al-Alaq. Ustadz Harun terkenal dengan suaranya yang indah ketika membaca ayat suci Al-Qur’an, dan beliau juga adalah guru mengaji Raden dan kawan-kawannya sejak SD. Cara mengajar beliau yang teliti membuat banyak sekali anak-anak untuk berguru padanya, beliau juga salah seorang pemimpin pondok pesantren As-Salam yang letaknya sekitar 1 km dari rumah Raden atau lebih tepatnya bersebelahan dengan SD tempat Raden dan ketiga temannya dulu belajar.
            Raden bukanlah asli orang sini, kota Banjar yang merupakan wilayah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa Tengah. Ayahnya adalah seorang TNI Angkatan Darat dan kebetulan dinas disini, Batalyon Yonif 323 Buaya Putih. Namun ia tidak tinggal bersama ayahnya, melainkan teman ayahnya yang kini sudah pensiun, Kapten (Purn.) Asep Suganda yang biasa dipanggil pak Cecep oleh warga sekitar. Semasa muda ayahnya, beliaulah yang menggembleng ayah Raden sampai kini berpangkat sebagai Kapten. Sebelum dipindah tugas kesini, beliau dan ayah Raden ditugaskan untuk mengamankan daerah Timor Timur yang akhirnya terpisah juga dari negara Republik Indonesia. Beliau juga sering bercerita mengenai ayahnya ketika masa muda, hal ini yang membuatnya lebih dekat dengan beliau ketimbang dengan ayahnya yang terkadang jarang mengunjunginya karena tugas ataupun dinas. Hanya saja ayahnya yang menyuruh Raden untuk belajar mengaji kepada ustadz Harun, dan hal inilah yang membuatnya bahagia. Bahkan ayahnya sangat mendukung ketika ia memilih untuk masuk menjadi anggota tim sepak bola di SMP. Ayah Raden begitu mengerti perkembangan serta keinginannya untuk terus mengembangkan bakat yang dimiliki olehnya.
Malam ini adalah untuk yang terakhir kalinya ia berada disini setelah sembilan tahun lamanya, sang ayahakhirnya ditugaskanuntuk kembali ke Indramayu kota kelahirannya. Untuk itulah ia tidak mau melewatkan ceramah yang akan disampaikan oleh ustadz Harun. Seusai shalat beberapa anak yang sebaya dengannya mulai membereskan tempat yang menjadi tempat ustadz Harun menyampaikan ceramah, Raden dan ketiga temannya masih mengikuti dzikir yang dilakukan oleh beliau. Beberapa orang tua yang lain tampak khusyu’ membaca kalimat tasbih, tahmid, takbir, tahlil. Setelah membaca do’a ustadz Harun melakukan shalat sunnah 2 rakaat, kemudian menghampiri anak-anak yang sudah duduk rapih untuk  mendengarkan ceramah yang akan beliau sampaikan malam ini.